Archive for the ‘Buletin’ Category

Kesabaran Yang Mulia   Leave a comment


Sabar, sabar dan sabar ……………!!! Siapa yang tidak pernah mendengar kata ini? Berulang-ulang orang menyebutnya. Mudah diucapkan namun berat diamalkan. Perkataan dan perintah sabar sangat gampang ditemukan di dalam Al-Qur’an. Salah satu contohnya yang ada di dalam surat Al Ashr. Allah di surat ini memberikan pujian khusus bagi mereka yang mau memberikan nasehat kepada kesabaran. Ayat tersebut adalah: “Demi masa. Sesungguhnya setiap manusia berada dalam kerugian. Kecuali orang-orang yang beriman, beramal shalih, dan saling nasehat menasehati di dalam kebenaran dan kesabaran.”

Sebagian besar orang, memahami bahwa yang namanya sabar itu terkait dengan musibah yang menimpa. Sehingga kalau ada mereka yang mendapatkan saudaranya meninggal maka tetangganya pun menasehatinya dengan “sabar”. Tak salah apa yang diucapkan. Namun ternyata, kesabaran tak hanya sebatas ketika ditimpa musibah saja. Ada kesabaran lain yang tak kalah pentingnya, yaitu:

 

  • Sabar di dalam menjalankan ketaatan kepada Allah. Menjalankan ketaatan kepada Allah bukanlah hal yang ringan. Sangat banyak orang yang paham dengan kebaikan dan ketaatan namun tidak juga mau mengamalkan. Terlebih lagi, menjalankan ketaatan itu ada penghalangnya. Siapakah penghalangnya? Jawabannya, banyak penghalang kita menjalankan ketaatan. Yang pertama adalah jiwa manusia itu sendiri. Jiwa manusia terkadang memerintahkan anggota tubuhnya untuk malas berbuat ketaatan. Yang kedua adalah syetan. Syetan paling tidak suka dengan mereka yang menjalankan ketaatan. Ini persis dengan yang disemboyan nenek moyangnya, yaitu iblis semenjak diusir Allah dari surga. Ia dan anak cucunya berupaya untuk menghalangi manusia dari kebaikan dengan berbagai cara. Tak heranlah bagi para muslimah sangat berat untuk menjalankan ketaatan. Memakai jilbab misalnya. Sangat berat, karena memang syetan terus menarik dan mencegah agar muslimah tidak memakainya. Syetan ini ada macamnya juga. Bisa berasal dari manusia maupun dari bangsa jin. Syetan dari bangsa manusia ini berupaya dengan keras agar kebaikan tidak tersebar luas. Makanya mereka berupaya memadamkan cahaya Allah. Contoh gampangnya, orang yang mau menjalankan syariat Allah dengan benar mereka musuhi dan perangi. Jahat lagi, mereka menyebarkan berita palsu bahwa orang yang menjalankan syariat islam identik dengan teroris. Menghadapi musuh-musuh ketaatan yang betebaran ini butuh dengan kesabaran yang ekstra.

 

  • Sabar dalam meninggalkan perbuatan kemaksiatan. Perbuatan kemaksiatan memang tampak bagus dan indah. Apalagi syetan menghiasi kemungkaran itu dengan hiasan yang luar biasa. Akibatnya? Manusia berbondong-bondong melakukan kemungkaran alias kemaksiatan. Hari ini membuktikan bahwa kemungkaran menjadi sesuatu yang dominan di muka bumi. Orang tak malu lagi berbuat kejelekan di sembarang tempat. Contoh realnya, betapa banyaknya saudara muslimah yang berpakaian minim ala barat. Menampilkan aurat kepada laki-laki yang bukan suaminya. Terus betapa maraknya perjudian di setiap tempat, di sudut kota dan jalanan. Tak ada rasa malu dan merasa bersalah. Kemaksiatan yang lain masih sangat banyak untuk diungkapkan. Lingkungan yang bertebaran dengan maksiat tadi terkadang mempengaruhi kepribadian seorang muslim atawa muslimah. Hingga akhirnya terbawa-bawa tanpa terasa. Maka, bersabar dalam meninggalkan kemaksiatan harus selalu bersanding pada setiap diri muslimah. Tentu, bukan berarti berdiam diri terhadap kemungkaran yang berkembang, namun turut andil dalam memberantasnya.

 

 

[Sumber: Renungan dan Kisah Inspiratif]

 

Artikel lainnya:

Posted 30 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Buletin

Sulitnya Menafsirkan Kehendak Dari Allah swt   Leave a comment


“….. Dan bisa jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia adalah baik untukmu, Bisa jadi kamu menyukai sesuatu, padahal ia buruk bagimu. Dan Allah mengetahui, sedangkan kalian tidak mengetahui.” (Al-Baqarah ; 216).

*************

 

 

Dahulu ada dua orang raja. Raja mukmin dan raja kafir. Raja yang kafir sakit, ia menginginkan sejenis ikan bukan pada musimnya. Waktu itu, jenis ikan tersebut berada didasar samudra. Para tabib yg putus asa menasehatkan agar raja memilih penggantinya.” Obat baginda pada ikan tersebut, kita tak mungkin mendapatkannya,” kata mereka

Allah lalu mengutus salah seorang malaikat untuk menggiring ikan itu keluar dari lubangnya didasar laut supaya orang mudah menangkapnya. Ikan itupun lalu ditangkap. Raja memakannya dan ia segera sembuh.

Kemudian raja yang mukmin pun jatuh sakit, ia menderita sakit yang sama seperti yang diderita raja kafir. Tetapi ia sakit pada waktu ketika ikan menjadi obatnya itu berada pada permukaan laut. “ bergembiralah, sekarang ini musim munculnya ikan itu.” Ucap para tabib.

 

 

Lalu Allah mengutus para malaikat untuk menggiring ikan-ikan itu dari permukaan laut sampai masuk kembali ke lubang lubang didasar laut. Orang orang tak mampu menangkapnya.

Para malaikat langit dan penduduk bumi keheranan, mereka kebingungan. Kemudian Allah mewahyukan kepada para malaikat langit dan kepada para nabi dizaman itu.

“inilah aku yg pemurah, pemberi karunia, mahakuasa. Tidak menyusahkan Aku apa yang Ku berikan, tidak bermanfaat bagi bagi Ku apa yang kutahan sedikipun, Aku tidak menzalimi siapapun.

Adapun raja kafir itu, aku mudahkan baginya mengambil ikan bukan pada waktunya, dengan begitu Aku membalas kebaikan yang pernah ia lakukan. Aku balas kebaikan itu sekarang, supaya ketika ia dating pada hari kiamat, tidaklah ada kebaikan pada lembaran lembaran amalnya. Ia masuk neraka karena kekufurannya.

Adapun raja yang ahli ibadah itu, Aku tahan ikan itu pada waktunya. Dia pernah berbuat salah, Aku ingin menghapus kesalahannya itu dengan menolak kemauannya dan menghilangkan obatnya supaya kelak ia datang menghadap-Ku tanpa dosa. Dan diapun masuk syurga.

*****

 

 

Terkadang kita selalu mengeluh atas harapan yang tak terpenuhi, kita mengeluh atas doa yang tak terkabulkan, dan selalu mengeluh untuk sesuatu yang tidak kita ketahui. padahal dibalik semua itu ada hikmah termahal jika kita bisa jeli melihatnya.ada kasih yang tak ternilai dari Allah tuk hamba-Nya yang sabar.

terkadang kita melihat ketidakadilan dari kaca mata kita sebagai seorang hamba dengan ego yang berkecamuk dihati. sebagai contoh ketika kita melihat mengapa Allah tidak membalas ketidakadilan seorang suami yang tidak memberikan keadilan pada seorang istri baik lahir maupun batin. mengapa justru Allah memberikan segala fasilitas duniawi terhadap suami tersebut. mengapa Allah tidak menghukumnya. mengapa Allah tidak mendengarkan doa seorang istri yang menghiba memohon agar Allah memberikan keadilan ? seperti cerita diatas sesungguhnya Allah lebih mengetahui yang terbaik buat hamba-hamba-Nya. begitu pula, jika kita melihat kasus seorang istri yang berselingkuh kesana kemari dan menyia-nyiakan suami dan anak. begitulah kehidupan, selalu ada rahasia yang tidak kita ketahui.  dan sesungguhnya dibalik semua rahasia itu ada satu kunci kebaikan. (** afwan ini kasus nyata dari banyaknya keluhan baik itu dari pihak istri maupun suami ).

 

 

ya ukhti ya akhi.. marilah kita bersabar, bersyukur dan ikhlas.. karena kebahagiaan itu ada disini dihati kita. tidak akan pernah ada seorangpun yang bisa merampasnya. karena Kebahagiaan itu ada didalam keimanan.

ya ukhti ya akhi… selalu ada permata dibalik derita dan airmata , selalu ada makna dibalik peristiwa dan bencana. jangan sampai kita menyesal,  jangan sampai Allah mengajak kita untuk mensyukuri nikmat-Nya dengan cara mencabut nikmat tersebut dari diri kita.

Sesungguhnya Rencana Allah lebih indah dari impian kita. tersenyumlah , jangan bersedih… karena kesedihanmu, airmatamu terlalu berharga hanya tuk menangisi dunia yang fana

Wallahua’lam, semoga Allah mengampuni saya jika karena pengetahuan saya yang kurang luas sehingga saya menulis, berbuat dan berbicara salah.

 

[Sumber: Renungan dan Kisah Inspiratif]

 

baca artikel lainnya:

Posted 30 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Buletin

Mencintai Rasulullah Dengan Keikhlasan   Leave a comment


Sore itu Ustadz Sabar sedang membaca kitab klasik. Untuk persiapan mengajar nanti malam. Sedang asyik dia membaca, tiba-tiba terdengar suara merdu orang bersenandung. Melantunkan lagu yang pernah dipopulerkan Sulis bersama Hadad Alwi.

 

” Ahmad ya Habibi, Ahmad ya Habibi, Ya Habibi Salam ‘alaika, salam ‘alaika…..”

 

“Subhanallah… suara siapa itu ?” Tanya Ustadz Sabar dalam hati.

Setelah selesai lagu ” Ahmad ya Habibi ”  terdengar lagi orang itu melantunkan shalawat

 

” Ya Nabi salam ‘alaika, ya Rasul salam ‘alaika, ya Habib salam ‘alaika, sholawatullah ”alaika… ”

 

Karena penasaran, ustadz Sabar keluar mencari tahu siapa gerangan pemilik suara merdu itu. Oh ternyata anak tetangganya, si bawul pemuda pengangguran. Ketika Ustadz Sabar muncul, Bawul masih asyik bershalawat sambil menulis sesuatu di kertas. Dia tidak tahu kalau Ustadz Sabar mendekatinya.

 

 

” Ya Allah Wuuuul.. kamu bershalawat kepada nabi dengan suara yang bagus, tapi apa yang kamu kerjakan ini dilaknat olah nabi!!” kata Ustadz Sabar.

 

” Tapi ustadz kali-kali aja dengan membaca shalawat saya menang,” jawab bawul enteng.

” Emmm janganlah engkau campurkan suatu kebaikan dengan hal yang buruk”

 

” Semoga dengan bershalawat bisa menghentikanmu dari judi,” kata Ustadz Sabar.

 

 

>>>*<<<

 

 

Sahabat-sahabat ku semua, kita sering mengaku-ngaku sebagai umat Rasulullah dan sangat mencintai beliau. Kita juga sering bershalawat atasnya. Dengan begitu pengakuan kita sebagai umat Nabi Muhammad Saw kita rasa sudah cukup.

Dan kita sudah merasa tidak memiliki kewajiban apa-apa lagi.

 

Kita mengaku umat Rasulullah tapi kenyataan yang sering terjadi kita melupakan apa yang telah diajarkan beliau dan tidak menjadikan beliau sebagai tauladan hidup. Kita tidak bangga menjadikan beliau uswah dan idola, padahal syafaat beliau yang diakherat nanti kita harapkan.

 

 

” Sesungguhnya terdapat dalam diri Rasul tauladan yang baik bagi yang mengharapkan ridha Allah dan ganjaran di kemudian hari ”  ( QS> Al – Ahzab:21 )

 

Cerita diatas menunjukkan salah satu karakter manusia yang lupa pada hakekat bershalawat.. Dia bershalawat dengan suara yang merdu untuk mendapatkan sesuatu yang hina. Dia tidak mengharapkan syafaat dari keberkahan membaca shalawat tapi justru mengharapkan keuntungan dari jalan yang jelas-jelas dilaknat Nabi Muhammad saw.

Shalawat yang dilantunkan bawul seharusnya bisa mencegah dari perbuatan yang dibenci Rasulullah. Shalawat seharusnya menjadi filter untuk mencegah dari perbuatan maksiat dan kita menjadi sadar bahwa kita adalah umat Rasulullah saw. Ada kewajiban untuk kita agar bisa menjaga tingkah laku kita sebagaimana Rasul menjaga tinggkah lakunya. Memang kita tidak mungkin benar-benar bisa mengcoppy tinggkah laku beliau tapi paling tidak kita bisa  mengikuti apa yang diajarkan dan menjauhi apa yang dilarang..

 

Segala macam bentuk maksiat termasuk judi sebaiknya jangan mendompleng shalawat. Mengharapkan keberkahan dari Allah kepada orang yang memasang togel adalah harapan yang kurang ajar dan tidak tahu diri. Tidak mungkin Allah mencampurkan yang hak dengan yang batil.

 

Dan janganlah kamu campur adukkan kebenaran dan kebatilan dan janganlah kamu sembunyikan kebenaran, sedangkan kamu mengetahuinya. “ (QS. Al- Baqarah :42)

 

Sobat ku, kerinduan dan cinta kita pada Nabi Muhammad dapat kita wujudkan dengan menjalankan apa yang diajarkan oleh Rasul baik itu tinggkah laku, sifat atau perbuatan kita. Sobat, bisakah kita menunjukkan rasa cinta kita pada junjungan kita Nabi Muhammad saw..??

Ayo  kita perbanyak shalawat terhadap Rasulullah saw.  Semoga dengan seringnya bersholawat, kita bisa menjadi pribadi yang menjadikan Rasul sebagai teladan dalam kehidupan..

 

Wallahu a’lam..

 

Rindu kami padamu ya Rasul

rindu tiada terperi

berabad jarak darimu ya Rasul

serasa dikau disini….

 

>>>*<<<

(sumber: Renungan dan Kisah Inspiratif)

 

Artikel lainnya:

Posted 30 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Buletin

Penerang dan Penunjuk Arah Perjuangan   3 comments


Para mubalighah adalah para ibu tangguh yang mendidik anak-anaknya, para istri shalihah yang taat kepada suaminya dan para pengatur rumah tangga yang menata tempat tinggalnya. Mereka juga bergerak di tengah-tengah umat bersama-sama dengan para ulama dari kalangan pria. Mereka berada di garda terdepan dalam membimbing umat dan menunjukkan arah perjuangan. Mereka laksana bintang gemintang yang menjadi penerang dan penunjuk arah.

Rasulullah saw bersabda:

“Sesungguhnya perumpamaan ulama di muka bumi laksana bintang-bintang yang ada di langit yang menerangi kegelapan bumi dan laut. Jika hilang bintang gemintang itu hampir-hampir tersesatlah yang tertunjuki itu” [HR Ahmad]

Ditengah arus westernisasi berkedok globalisasi, para mubalighah harus memiliki keadaran politik yang tinggi. Tanpa itu, alih-alih memberikan petunjuk arah perjuangan, para mubalighah tanpa sadar justru mengkampanyekan program dan slogan kekufuran yang menipu yang tampak indah kemasannya namun hakikatnya menyerang kesucian akidah Islam, simbol-simbol Islam dan hukum-hukum Islam. [iffah rohmah]

Sumber:

al-wa’ie No. 118 Tahun X, 1-30 Juni 2010

 

Baca juga artikel atau diary dari arraahmanmedia.wordpress.com

 

Posted 24 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Buletin

Tagged with , , , ,

Keberanian dan Ketabahan Rasulullah saw   4 comments


Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam mempunyai keberanian yang mengagumkan dan tiada tandingannya dalam membela agama dan menegakkan kalimatullah Ta’ala. Beliau mempergunakan nikmat-nikmat Alloh Subhanahu wa Ta’ala yang dicurahkan atas beliau pada tempat yang semestinya. ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha telah mengungkapkan hal itu dalam sebuah hadits, yang artinya: “Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah sama sekali memukul seorangpun kecuali dalam rangka berjihad di jalan Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Beliau tidak pernah memukul pelayan dan kaum wanita.” (HR: Muslim)

Di antara bukti keberanian beliau adalah kegigihan beliau dalam mendakwahkan agama Islam seorang diri menghadapi kaum kafir Quraisy dan pemuka-pemuka-nya. Demikian juga keteguhan beliau di atas keyakinan tersebut hingga Alloh Subhanahu wa Ta’ala menurunkan pertolongan-Nya. Beliau tidak pernah mengeluh atau berkata: “Tidak ada yang sudi menyertaiku, sedangkan orang-orang semuanya memusuhiku.” Akan tetapi beliau bersandar serta bertawakkal kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala dan tetap meneruskan perjuangan dakwah beliau. Beliau adalah seorang pemberani dan sangat teguh dalam memegang dan melaksanakan pendirian. Ketika orang-orang lari bercerai berai, beliau tetap teguh bagaikan karang.

Beliau mengasingkan diri untuk beribadah di gua Hira’ selama beberapa tahun. Kala itu beliau belum merasakan gangguan dan orang-orang Quraisy pun belum memerangi beliau. Kaum kafir itu tidak menembakkan sebatang anak panah pun dari busurnya kecuali setelah beliau menyebarkan aqidah tauhid dan memerintahkan untuk memurnikan ibadah mereka kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala semata. Beliau sangat mengherankan ucapan kaum kafir sebagaimana yang difirmankan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Katakanlah: “Siapakah yang memberi rizki kepadamu dari langit dan bumi, atau siapakah yang kuasa (menciptakan) pendengaran dan penglihatan, dan siapakah yang mengeluarkan yang hidup dari yang mati dan yang mengeluarkan yang mati dari yang hidup dan siapakah yang mengatur segala urusan” Maka mereka menjawab:”Alloh”. Maka katakanlah: “Mengapa kamu tidak bertaqwa (kepada-Nya)?” (QS: Yunus: 31)

Sementara itu mereka menjadikan berhala-berhala sebagai perantara antara mereka dengan Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Sebagaimana yang Alloh Subhanahu wa Ta’ala firmankan, yang artinya: “Dan orang-orang yang mengambil pelindung selain Allah (berkata): “Kami tidak menyembah mereka melainkan supaya mereka mendekatkan kami kepada Allah dengan sedekat-dekatnya”. (QS: Az-Zumar: 3)

Padahal mereka juga meyakini tauhid Rububiyah, sebagaimana yang diungkapkan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya: “Katakanlah: “Siapakah yang memberikan rizki kepada kalian dari langit dan bumi?” mereka akan menjawab: “Alloh”.

Wahai saudaraku, lihatlah praktek-praktek syirik yang bertebaran di seantero negeri-negeri kaum muslimin, seperti memohon kepada orang yang sudah mati, bertawassul dengan perantaraan mereka, bernadzar karena mereka, takut serta mengharap kepada mereka. Sampai-sampai terputus hubungan antara mereka dengan AllohSubhanahu wa Ta’ala disebabkan kemusyrikan yang mereka lakukan. Mereka telah menempatkan orang-orang yang sudah mati setara dengan kedudukan Dzat Yang Maha Hidup dan tidak akan pernah mati. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya:  “Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (se-suatu dengan) Alloh, maka pasti Alloh mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah neraka, tidaklah ada bagi orang-orang zalim itu seorang penolongpun.” (QS: Al-Maidah: 72)

Sekarang kita beranjak dari rumah beliau menuju gunung yang berada di sebelah utara. Itulah gunung Uhud, disitulah terjadi peristiwa besar yang menunjukkan keperkasaan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallamdan keteguhan serta kesabaran beliau atas luka yang diderita pada peperangan tersebut. Pada waktu itu wajah beliau yang mulia terluka dan beberapa gigi beliau patah serta kepala beliau terkoyak.

Sahal bin Sa’ad menceritakan kepada kita tentang luka yang diderita beliau . Ia berkata: “Demi Alloh Subhanahu wa Ta’ala, aku benar-benar mengetahui siapakah yang mencuci luka Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam, siapakah yang menyiramkan airnya dan dengan apa luka itu diobati.” Ia melanjutkan: “Fathimah radhiyallahu ‘anha putri beliaulah yang mencuci luka tersebut, sementara Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu menyiramkan airnya dengan perisai. Namun ketika Fathimah radhiyallahu ‘anha melihat siraman air tersebut hanya menambah deras darah yang mengucur dari luka beliau, ia segera mengambil secarik tikar lalu membakarnya kemudian membungkus luka tersebut hingga darah berhenti mengucur. Pada peristiwa itu gigi beliau patah, wajah beliau terluka dan kepala beliau terkoyak lebar.” (HR: Al-Bukhari)

Al-Abbas bin Abdul Muththalib radhiallaahu anhu menceritakan kepahlawanan Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam dalam peperangan Hunain. Ia berkata: “Ketika pasukan kaum muslimin tercerai berai, Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam justru memacu bighalnya ke arah pasukan kaum kafir, sementara aku terus memegang tali kekang bighal tersebut supaya tidak melaju dengan cepat. Saat itu beliau berkata: “Aku adalah seorang nabi bukanlah pendusta. Aku adalah cucu Abdul Muththalib.” (HR: Muslim)

Sementara itu, penunggang kuda yang gagah berani, yang sudah masyhur dan terkenal dengan kisah-kisah kepahlawanannya, yaitu Ali bin Abi Thalib Radhiallahu’anhu menceritakan keberanian Rasulullohshallallahu ‘alaihi wasallam sebagai berikut: “Apabila dua pasukan sudah saling bertemu dan peperangan sudah demikian sengit, kamipun berlindung di belakang Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam, tidak ada seorangpun yang paling dekat kepada musuh daripada beliau.” (HR. Al-Baghawi dalam Syarhus Sunnah , silakan lihat di dalam Shahih Muslim III / no.1401)

Kesabaran Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam dalam menyebarkan dakwah pantas dijadikan contoh dan teladan yang baik. Hingga akhirnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala menegakkan pilar-pilar Islam dan melebarkan sayapnya di segenap pelosok jazirah Arab, negeri Syam dan negeri-negeri di seberang sungai Tigris. Hingga tidak tersisa satu rumahpun kecuali telah dimasuki cahaya Islam.

Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, yang artinya:“Sesungguhnya aku telah mendapat berbagai teror dan ancaman karena membela agama Alloh . Dan tidak ada seorangpun yang mendapat teror seperti itu. aku telah mendapat berbagai macam gangguan karena menegakkan agama Alloh . Dan tidak seorangpun yang mendapat gangguan seperti itu. Sehingga pernah kualami selama 30 hari 30 malam, aku dan Bilal tidak mempunyai sepotong makanan pun yang layak untuk dimakan manusia kecuali sedikit makanan yang hanya dapat dipergunakan untuk menutupi ketiak Bilal.” (HR: At-Tirmidzi dan Ahmad)

Walaupun harta dan ghanimah serta perbenda-haraan dunia dari kemenangan yang diberikan Alloh Subhanahu wa Ta’ala kepada beliau terus mengalir, namun Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam tidak mewariskan sesuatupun kepada umatnya, tidak dinar maupun dirham, beliau hanya mewariskan ilmu. Itulah warisan nubuwat, barangsiapa yang ingin mengambilnya, maka silakan maju untuk mengambilnya dan selamat berbahagia menerima warisan yang agung itu.

‘Aisyah radhiyallahu ‘anha menuturkan: “Rasululloh shallallahu ‘alaihi wasallam tidak meninggalkan dinar, tidak pula dirham, tidak meninggalkan kambing, tidak pula unta. Beliau tidak mewasiatkan harta apapun.” (HR: Muslim)

(Sumber Rujukan: Sehari Di Kediaman Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam, Asy-Syaikh Abdul Malik bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qasim)

Disalin dari: Arsip Moslem Blogs dan sumber artikel dari Media Muslim Info

 

Artikel lain dari arraahmanmedia.wordpress.com


 

Posted 24 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Buletin

Tagged with , , ,

Tersenyumlah Pada Semua Orang   7 comments


Tertawa sewajarnya merupakan obat kecemasan dan pelipur kesedihan. Dalam senyum terdapat kekuatan yang menakjubkan dalam menggembirakan jiwa dan menyenangkan hati, sehingga Abu darda berkata: “Sesungguhnya aku akan tertawa hingga hatiku akan terhibur.” Tertawa merupakan puncak keceriaan, kelegaan dan keriangan, asalkan tidak berlebihan, dengan sewajarnya, dan tidak di maksudkan mengejek atau mencemooh: “Jangan terlalu banyak tertawa, karena terlalu banyak tertawa akan mematikan hati.”

Hakikatnya, Islam adalah agama yang dibangun atas dasar keseimbangan dan keadilan, baik dalam hal akidah, ibadah, akhlak, maupun tingkah laku. Oleh karena itu, janganlah anda masamkan raut muka anda sehingga menakutkan orang yang melihat. Jangan pula anda tertawa terbahak – bahak. Akan tetapi, tampilkanlah wajah yang tenang, selalu berseri dan enak dipandang, sehingga menyenangkan orang yang memandang.

Kalau kita diminta memilih antara harta yang banyak atau jabatan terhormat dan jiwa yang tenang penuh keceriaan, tentu anda akan memilih yang kedua. Apa artinya harta jika jiwa penuh kemuraman? Apa artinya pangkat dan jabatan jika jiwa terkekang? Apa artinya kecantikan istri bila ia selalu cemberut dan menjadikan suasana rumah seperti neraka? Sungguh lebih baik seribu kali lipat istri yang tidak terlalu cantik tetapi mampu menciptakan suasana rumah seperti surga.

Senyum yang tampak secara lahir tidak akan bernilai bila muncul dengan pura – pura dan untuk menutupi seseorang yang berperangai menyimpang. Lihatlah bunga juga tersenyum; hutan tersenyum; dan lautan, sungai, langit, bintang, burung, semuanya tersenyum. Senyum mereka itulah senyum yang tulus.

Jiwa yang senantiasa tersenyum akan melihat kesulitan dengan nyaman sambil berusaha mengatasinya. Jika mereka melihat sebuah persoalan, mereka tersenyum dan tetap tersenyum ketika mampu mengatasinya. Sebaliknya, jiwa yang muram akan akan melihat kesulitan dengan kesedihan. Bila menemui kesulitan, ia akan meghindar atau  membesar-besarkannya, semangatnya melemah dan berandai andai dengan kata-kata “kalau”, “bila”, dan “jika”.

Betapa kita amat membutuhkan senyuman, keceriaan wajah, kelapangan dada, kemrahan hati, kelemahlembutan, dan keramahan. “Sesungguhnya Alloh Subhanahu wa Ta’ala telah mewahyukan kepadaku (Rasululloh Muhammad Shallallahu’alaihi wasallam) agar kalian bersikap tawadhu’ hingga tidak ada seorang pun yang berbuat zhalim terhadap orang lain.”

Disalin dari: Arsip Moslem Blogs dan sumber artikel dari Media Muslim Info

 

Artikel lain dari arraahmanmedia.wordpress.com

 

Posted 23 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Buletin

Tagged with , , ,

Do’a-Do’a Rasulullah saw   5 comments


Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam seorang yang banyak berdoa, memohon dan menunjukkan ketergantungan kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Beliau sangat menyukai kalimat-kalimat yang ringkas namun sarat makna dan juga menyukai ucapan-ucapan doa.

Doa adalah ibadah yang sangat agung, yang tidak boleh dipalingkan kepada selain Alloh Subhanahu wa Ta’ala. Hakikat doa adalah menunjukkan ketergantungan kita kepada Alloh Subhanahu wa Ta’aladan berlepas diri dari daya dan upaya makhluk. Doa merupakan tanda Ubudiyah (penghambaan diri secara totalitas kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala). Doa juga merupakan lambang kelemahan manusia. Di dalam ibadah doa terkandung pujian terhadap Alloh Subhanahu wa Ta’ala.

Disamping itu terkandung juga sifat penyantun dan pemurah bagi AllohSubhanahu wa Ta’ala. Oleh sebab itu Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, yang artinya: “Doa itu adalah ibadah” (HR: Tirmidzi)

Di antara doa Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah, yang artinya: “Ya Alloh, tolonglah daku dalam menjalankan agama yang merupakan pelindung segala urusanku. Elokkanlah urusan duniaku yang merupakan tempat aku mencari kehidupan. Elokkanlah urusan akhiratku yang merupakan tempat aku kembali. Jadikanlah kehidupanku ini sebagai tambahan segala kebaikan bagiku dan jadikanlah kematianku sebagai ketenangan bagiku dari segala kejahatan.” (HR: Muslim)

Di antara doa beliau adalah, yang artinya: “Ya Alloh, Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata. Ya Rabb Pencipta langit dan bumi, Rabb segala sesuatu dan yang merajainya. Aku bersksi bahwa tiada Tuhan yang berhak disembah kecuali Engkau. Aku berlindung kepada-Mu dari kejahatan diriku, kejahatan setan dan bala tentaranya, atau aku melakukan kejahatan terhadap diriku atau yang aku tujukan kepada seorang muslim lain.” (HR: Abu Daud)

Demikian pula doa berikut ini: “Ya Alloh, cukupilah aku dengan rizki-Mu yang halal (supaya aku terhindar) dari yang haram, perkayalah aku dengan karunia-Mu (supaya aku tidak meminta) kepada selain-Mu.” (HR: At-Tirmidzi)

Di antara permohonan beliau kepada Alloh Subhannahu wa Ta’ala, yang artinya: “Ya Alloh, ampunilah dosaku, curahkanlah rahmat-Mu kepadaku dan temukanlah aku dengan teman yang tinggi derajatnya.” (Muttafaq ‘alaih)

Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam senantiasa berdoa memohon kepada Rabb Subhanahu wa Ta’ala baik pada waktu lapang maupun pada saat sempit. Pada peperangan Badar, beliau berdoa kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala hingga jatuh selendang beliau dari kedua pundaknya, memohon kepada Alloh Subhanahu wa Ta’ala agar menurunkan pertolongan bagi kaum muslimin dan menjatuhkan kekalahan atas kaum musyrikin. Beliau sering berdoa untuk dirinya sendiri, untuk keluarga dan ahli bait beliau, untuk sahabat-sahabat beliau bahkan untuk segenap kaum muslimin.

(Sumber Rujukan: Sehari Di Kediaman Rasululloh Shallallahu’alaihi Wasallam, Asy-Syaikh Abdul Malik bin Muhammad bin Abdurrahman Al-Qasim)

Disalin dari: Arsip Moslem Blogs dan sumber artikel dari Media Muslim Info

 

Artikel lain dari arraahmanmedia.wordpress.com


Posted 23 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Buletin

Tagged with ,

Kendalikan Hawa-Nafsu   3 comments


Cinta kita kepada Allah SWT dan keyakinan bahwa kehidupan di dunia ini suatu saat akan berakhir dan di akhirat nanti masing-masing kita harus mempertanggungjawabkan setiap detik perjalanan hidup di dunia, memiliki andil yang sangat besar dalam mengendalikan kecenderungan hawa nafsu.

Suatu saat terjadi dialog antara Rasulullah SAW dengan Hudzaifah Ra. Rasulullah Saw bertanya kepada Hudzaifah. Ya Hudzaifah, bagaimana keadaanmu saat ini? Jawab Hudzaifah: “Saat ini saya sudah benar-benar beriman, ya Rasulullah”. Rasul kemudian mengatakan, “Setiap kebenaran itu ada hakikatnya, maka apa hakikat keimananmu, wahai Hudzaifah?” Jawab Hudzaifah: Ada “dua”, ya Rasulullah. Pertama, saya sudah hilangkan unsur dunia dari kehidupan saya, sehingga bagi saya debu dan mas itu sama saja. Dalam pengertian, saya akan cari kenikmatan dunia, lantas andaikata saya dapatkan maka saya akan menikmatinya dan bersyukur kepada Allah SWT.  Tapi, kalau suatu saat kenikmatan dunia itu hilang dari tangan saya, maka saya tinggal bersabar sebab dunia bukanlah tujuan. Bila ia datang maka Alhamdulillah, dan bila ia pergi maka, Innalillaahi wa inna ilaihi raji’un. Yang kedua, Hudzaifah mengatakan, “setiap saya ingin melakukan sesuatu, saya bayangkan seakan-akan surga dan neraka itu ada di depan saya. Lantas saya bayangkan bagaimana ahli surga itu me-nikmati kenikmatan surga, dan sebaliknya bagaimana pula ahli neraka itu merasakan azab neraka jahanam. Sehingga terdoronglah saya untuk melakukan yang diperintahkan dan meninggalkan yang dilarang-Nya”.

Mendengar jawaban Hudzaifah ini, Rasul langsung saja memeluk Hudzaifah dan menepuk punggungnya sambil berkata,  “pegang erat-erat prinsip keimananmu itu, ya  Hudzaifah, kamu pasti akan selamat dunia akhirat”. Bila kita cermati dialog tersebut, paling tidak, ada “dua” hikmah yang bisa kita petik. Pertama, iman kepada Allah, dengan mencintai Allah itu di atas cinta kepada selain Allah. Dan yang kedua, selalu membayangkan akibat dari setiap perbuatan yang dilakukan di dunia bagi kehidupan yang abadi di akhirat nanti.

Di dalam beberapa ayat, Allah SWT menjelaskan tentang sifat-sifat orang-orang yang muttaqin, mereka di antaranya adalah yang meyakini akan adanya kehidupan akhirat. Orang yang beriman akan adanya kehidupan akhirat, akan membuat dia mampu mengendalikan kecenderungan hawa nafsunya. Sebaliknya, orang-orang yang tidak meyakini akan adanya kehidupan akhirat, “Mereka tidak pernah takut dengan hisab Kami, dan mereka telah mendustai ayat-ayat Allah dengan dusta yang nyata.” (An Naba’, 78 : 27-28)

Di dalam Alquran, Allah SWT mengisahkan dialog sesama Muslim di akhirat yakni antara Muslim yang ahli surga dengan Muslim berdosa yang masuk dalam neraka jahanam. Muslim yang langsung masuk surga bertanya kepada Muslim berdosa yang masuk ke dalam neraka. “Apa yang menyebabkan kamu masuk ke dalam neraka ? Mereka menjawab: “Kami dahulu tidak termasuk orang-orang yang mengerjakan shalat, dan kami tidak (pula) memberi makan orang miskin, dan adalah kami mendustakan hari pembalasan hingga datang kepada kami kematian.” (Al Muddatstsir, 74 : 42-46)

Menurut Alquran, kebanyakan orang-orang yang kufur adalah mereka yang akhir hidupnya penuh dengan kemaksiatan. Ini terjadi karena mereka tidak mengimani bahwa kehidupan mereka akan berakhir di alam akhirat dan mereka harus mempertanggungjawabkan seluruh aspek kehidupan mereka selama di dunia. Demikian pula, Allah SWT mengisahkan kesombongan Fir’aun dan orang-orang yang menyembahnya, “Sombonglah Fir’aun itu dengan seluruh pengikutnya di muka bumi tentu dengan alasan yang tidak benar. Dan mereka mengira, bahwa mereka tidak akan pernah kembali kepada Kami.” (Al Qashash, 28 : 39)

Kesombongan Fir’aun berakhir saat sakaratul maut. Saat dia menyadari bahwa dia harus mempertanggungjawabkan semua perbuatannya. Ketika rombongan malaikat yang bengis-bengis itu mendatanginya saat dia sedang berada di tengah laut, yang dikisahkan para malaikat itu langsung memukul wajah dan punggung mereka. Allah SWT berfirman: “..Alangkah dahsyatnya sekiranya kamu melihat pada waktu orang-orang zalim (berada) dalam tekanan-tekanan sakaratul maut, sedang para malaikat memukul dengan tangannya, (sambil berkata): “Keluarkanlah nyawamu”. Pada hari ini kamu dibalas dengan siksaan yang sangat menghinakan, karena kamu selalu mengatakan terhadap Allah (perkataan) yang tidak benar dan (karena) kamu selalu menyombongkan diri terhadap ayat-ayat-Nya.” (Al An’aam, 6 : 93)

Pada saat sakaratul maut itu, Fir’aun menyatakan: “Sekarang saya benar-benar beriman dengan Tuhannya Nabi Musa dan Harun”. Namun saat sakaratul maut pintu taubat sudah ditutup. Karena sudah tidak ada lagi ujian keimanan, sebab yang ghaib termasuk alam dan makhluk ghaib sudah terlihat nyata. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya kamu berada dalam keadaan lalai dari (hal) ini, maka Kami singkapkan daripadamu tutup (yang menutupi) matamu, maka penglihatanmu pada hari itu amat tajam.” (Qaaf, 50 : 22)

Orang yang beriman kepada Allah dan beriman kepada hari pembalasan/akhirat, yang diharapkan dapat mengendalikan kecenderungan hawa nafsunya untuk hanya mencintai yang dicintai Allah dan membenci yang dibenci Allah, yang hanya mencintai sesuatu di dunia jika yang dicintainya itu dicintai Allah SWT.

Dalam sebuah hadis dikisahkan, suatu ketika pada siang hari, Sayidana Umar ra. berkunjung ke rumah Rasulullah SAW di mana saat itu Rasul sedang tidut beristirahat, dengan dada telanjang. Ketika beliau bangun tampaklah pada punggungnya garis-garis merah karena kasarnya alas tidur beliau yang dibuat dari pelepah kurma. Melihat pemandangan ini, Sayidina Umar menangis. Beliau yang terkenal keras saat itu luluh hatinya ketika melihat Rasulullah dalam kondisi seperti itu. Rasul bertanya: “Apa yang membuat kamu menangis wahai Sayidina Umar ? “Umar berkata:” saya malu ya Rasulullah, engkau adalah pemimpin kami, engkau adalah Rasul Allah, manusia pilihan, manusia yang dimuliakan-Nya. Engkau adalah pemimpin ummat, namun engkau tidur di atas alas yang kasar seperti ini, sementara kami yang engkau pimpin tidur di atas alas yang empuk. Saya malu ya Rasusulullah, selayaknya engkau mengambil alas tidur yang lebih dari ini”. Rasul menjawab: “Apa urusan saya dengan dunia ini? Tidak ada! Urusan diri saya dengan dunia ini kecuali seperti orang yang sedang mengembara dalam musim panas menempuh sebuah perjalanan yang cukup panjang, lalu sekejap mencoba bernaung di bawah sebuah pohon yang rindang untuk sekejap melepas lelah. Setelah itu dia pun kemudian pergi meninggalkan tempat peristirahatannya”. Kata Rasul: haruskah saya korbankan kehidupan yang abadi hanya untuk bernaung sejenak menikmati itu? (HR. Ahmad, Ibnu Habban, Baihaqi)

Selain kisah di atas, ada kisah lain yang layak kita renungkan di mana suatu ketika Khalifah Umar kedatangan putranya, Abdullah, yang meminta dibelikan baju baru. Secara spontan saja Sayidina Umar langsung marah sambil mengatakan: “Apakah karena kamu seorang anak Amirul Mu’minin lantas kamu ingin bajumu selalu lebih baik dari anak-anak yang lain ? Jawab Abdullah: Tidak! Saya khawatir malah kondisi saya ini akan menjadi fitnah, menjadi bahan cemoohan orang lain di mana anak Amirul mu’minin pakaiannya tidak pernah ganti-ganti, sebab dia hanya memiliki dua baju, di mana bila yang satu dipakai maka yang satu dicuci dan seterusnya. Sayidina Umar berkata: “Baiklah Nak, saya ingin belikan kamu baju baru hanya saja ayah saat ini tidak punya uang. Untuk itu kamu saya utus menemui “Khoolin Baitul Maal’ (bendahara negara), sampaikan kepada beliau salam dari ayah dan katakan pula bahwa ayah bermaksud mengambil gajinya bulan depan untuk membelikan kamu baju baru. Abdullah langsung menemui bendaharawan negara dengan mengatakan: “Ada salam dari ayah. Dan, ayah minta supaya gaji bulan depan bisa diserahkan saat ini untuk membelikan saya baju baru”. Bendaharawan tersebut mengatakan: “Nak, sampaikan kembali salamku kepada ayahmu, dan katakan bahwa aku tidak bersedia mengeluarkan uang itu”. Tanyakan kepada ayahmu, apakah ayahmu yakin sampai bulan depan beliau masih menjabat Amirul Mu’minin, sehingga berani mengambil uang gajinya bulan depan sekarang ? Andaikata dia yakin sampai bulan depan dia masih Amirul Mu’inin, yakinkah sampai besok dia masih hidup, bagaimana kalau besok ia meninggal dunia padahal gajinya bulan depan sudah dikeluarkan. Mendengar jawaban bendahara negara yang demikian itu, pulanglah Abudullah segera menemui ayahnya sambil menyampaikan pesan dari bendaharawan tersebut.

Mendengar penuturan anaknya, Umar langsung menggandeng tangan anaknya sambil mengatakan, antarkan saya menemui bendaharawan tadi. Begitu sampai di hadapan bendaharawan tersebut, Sayidina Umar langsung memeluknya, sambil mengatakan, terima kasih, saudara telah mengingatkan saya terhadap satu keputusan yang nyaris saja salah. Demikianlah kisah Sayidina Umar dan masih banyak lagi kisah lain dari perjalanan hidup para sahabat yang patut kita teladani untuk menghadapi dinamika kehidupan yang terus berkembang mengikuti perputaran zaman.

Allah SWT telah mengingatkan tentang bahayanya manusia-manusia yang menjadikan dunia ini sebagai tujuan hidupnya, “Maka sesungguhnya nerakalah tempat tinggalnya.” (An Naazi’aat, 79 : 39) “Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauh-jauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dia-lah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nyadan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk” (An Najm, 53 : 29-30)

Akhlak yang dicontohkan oleh Rasulullah SAW dan para sahabat yang sedemikian mulianya bisa terwujud tiada lain karena adanya benteng keimanan yang sangat kuat dan kokoh. Semoga kita bisa meneladani apa yang menjadi perilaku Rasul dan para sahabatnya. Amin!

Wallahu a’lam bish-shawab

Posted 23 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Buletin

Menimbang dan Melestarikan Amalan Kita   3 comments


Kualitas amaliah kita kepada Allah SWT tidak diukur melalui jumlah, kuantitas, berat, dan ringannya ibadah. Akan tetapi, diukur oleh jiwa yang ikhlas.

Keikhlasan itu hanya muncul dari jiwa yang zuhud, hati yang tidak dipenuhi oleh hasrat, kecuali hanya kepada Allah. Karena itu, walaupun kecil, sedikit, dan barangkali sepele, jika amaliah itu muncul dari jiwayang zuhud, nilainya justru besar dan banyak.

Sebaliknya, jika amaliah itu dihitung dengan kuantitas, bahkan dilakukan oleh ribuan orang, tapi keikhlasan dan kezuhudan tidak tertanam dalam hatinya, sebanyak apa pun amaliah itu tetap dinilai kecil.

Bagi seorang zahid, amaliah adalah sesuatu yang muncul dari jiwa yang kosong dan dari kepentingan nafsu duniawi. Karena itu “Dua rakaat dari seorang alim yang zahid itu lebih dicintai oleh Allah daripada ibadah orang yang beribadah, tapi penuh ambisi duniawi,” terang Nabi Muhammad SAW sebagaimana diriwayatkan melalui Ibnu Mas’ud ra.

Dengan demikian, ukuran kualitas amal kita terletak dari keikhlasan dan kezuhudan meraih ridha Allah SWT dan surga-Nya. Nah, Ramadhan sebenarnya datang untuk meletakkan pemahaman kita dalam “halte” ini.

Kita berpuasa lalu berbuka. Kita tegakkan yang wajib, bahkan ditambah dengan yang sunah, tangan kita terbuka dan membentang sedekah, yang semua itu harus dikendarai dengan penuh keikhlasan dan kezuhudan sehingga akan mudah sampai pada terminal ridha dan surga-Nya.

Kini, secara perlahan, Ramadhan yang agung akan meninggalkan kita. Tinggal menghitung hari, kita akan menyelesaikan ibadah puasa dan setelah itu berlebaran. Lantas muncul pertanyaan, apa yang telah kita dapat selama bulan penuh rahmat dan ampunan ini? Apakah ada sesuatu yang baru dapat kita petik dari hikmah puasa yang bakal kita terapkan dalam kehidupan kita setelah Ramadhan? Apakah puasa kita kali ini tidak jauh beda dengan puasa-puasa sebelumnya?

Berbagai pertanyaan itu patut kita sampaikan dalam rangka merenungkan kembali apa yang telah kita lakukan selama menjalankan ibadah Ramadhan. Banyak yang mengatakan, kecenderungan kita lebih banyak melaksanakan ibadah puasa sebagai ritual rutin karena bulan Ramadhan akan selalu ditemui setiap tahun. Banyak orang berpuasa karena memang waktunya berpuasa. Kita berpuasa malah karena kebanyakan orang berpuasa. Artinya, puasa tidak lebih karena mengikuti tradisi.

Tentu saja kita semua tidak mau dituduh demikian. Bagaimanapun juga, kita berpuasa karena mengikuti ajaran agama. Ada yang ingin kita kejar yaitu kesucian diri dan kemenangan. Ada yang ingin kita incar, yaitu menjadi manusia ikhlas, zuhud, dan istiqamah dalam merangkai ketakwaan.

Dalam takwa, ada keseriusan dan ketaatan. Berarti Ramadhan menempa kita untuk menjadi manusia yang serius dalam ketaatan kepada-Nya. Dengan demikian, kesucian diri itu akan kita dapatkan dan kemenangan pun bisa kita raih, setelah sebulan berpuasa di hari yang fitri.

Sumber: Kolom Hikmah Republika oleh Ustadz Muhammad Arifin Ilham, 3 September 2010

 

Posted 23 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Buletin

Menyingkap Rahasia Malam Hari   3 comments


Dan pada sebahagian malam hari bersembahyang tahajudlah kamu sebagai suatu ibadah tambahan bagimu: mudah-mudahan Tuhan-mu mengangkat kamu ke tempat yang terpuji. Dan katakanlah:”Ya Tuhan-ku, masukkanlah aku secara masuk yang benar dan keluarkanlah (pula) aku secara keluar yang benar dan berikanlah kepadaku dari sisi Engkau kekuasaan yang menolong. Dan katakanlah: “Yang benar telah datang dan yang bathil telah lenyap”. Sesungguhnya yang batil itu adalah sesuatu yang pasti lenyap. (al-Isra’79-81)

Malam berbeda dari siang. Malam itu gelap dan siang itu terang, karena itu waktu malam lebih cocok untuk tidur, bersenang-senang dengan keluarga dan istirahat. Siang itu sebenarnya adalah waktu bangun dan bekerja dalam mencari karunia Allah.

Karena itu, di mana-mana di seluruh dunia, waktu kerja resmi selalu di siang hari. Waktu kerja malam sebenarnya bersifat emergency untuk mengurus kepentingan umum seperti kesehatan, keamananan dan lain-lain.

Karena kegiatan ummat manusia pada umumnya di siang hari, maka suasana malam lebih hening dan tenang. Suasana seperti ini lebih cocok untuk beribadah dan membuka kontak batin dengan Allah Tuhan Pencipta.

Batin manusia adalah suatu yang bersifat spiritual yang tidak bisa diindera oleh manusia dan Allah Maha Tinggi juga adalah sesuatu yang bersifat spiritual yang tidak bisa diindera oleh manusia. Pada waktu itulah spirit bertemu dengan spirit sehingga terjadi komunikasi yang menyambung.

Di siang hari, manusia sibuk dengan urusan keluarga, ekonomi, kegiatan masyarakat dan negara. Boleh jadi di siang hari orang tidak fokus dalam mengingat Allah dan beribadah kepada-Nya. Lagi pula kekurangan istirahat di malam hari karena digunakan untuk shalat malam bisa diganti di siang hari di saat-saat waktu istirahat biasa.

Al-Muzammil 7

Sesungguhnya kamu mempunyai kesibukan yang panjang di siang hari. (al-Muzammil 7)

Urusan dunia telah menguras tenanga dan pikirannya sepanjang hari. Banyak prestasi yang telah ia raih, tetapi juga banyak cita-cita yang belum tercapai dan masalah yang susah untuk dipecahkan. Allah Yang Maha Tahu menyiadakan waktu baginya di malam hari untuk menenangkan hati dan pikiran sambil memberikan kesempatan kepadanya di waktu-waktu tertentu di bagian malam untuk munajat kepada Allah, mengadukan nasibnya dan memohon jalan keluar untuk masalah yang sedang ia hadapi. Ini adalah bagian dari sifat Rahman dan Rahim Allah s.w.t.

Qur’an mengatakan bahwa bangun di waktu malam sangat kondusif untuk berbubungan dengan Allah melalui berbagai upaya seperti shalat, zikir, do’a, membaca Qur’an, istighfar, taubat, tafakkur, minta pendapat (istikharah) dan lain-lain.

Shalat malam ada yang bersifat wajib dan ada yang bersifat sunnat. Shalat wajib adalah shalat Maghrib di awal malam, shalat Isya di awal/ pertengahan malam dan shalat Shubuh di akhir malam. Shalat sunnat ada yang dilakukan sebelum shalat wajib atau setelahnya, dan juga shalat sunnat malam yang disebut qiyamul-lail seperti shalat tahajjud dan shalat tarawih di malam Ramadhan serta shalat witir, yang waktunya mulai shalat Maghrib dan ‘Isya’ sampai menjelang waktu subuh.

Shalat malam yang utama adalah yang dilakukan setelah bangun dari tidur di malam hari, di saat orang lain sedang tidur nyenyak. Inilah yang disebut shalat tahajjud. Di saat itu, insan mu’min bangun dari tidurnya yang nyenyak. Ia kalahkan perasaan kantuk yang berat, lalu berwudhu’ dan melakukan shalat malam dengan khusyu’ menghadap Allah s.w.t.

Lakukanlah shalat sunnat tahajjutdi sebagian malam; mudah-mudahan Tuhanmu akan membangkitkanmu pada tempat yang terpuji. (al-Isra1 79)

Qur’an mengatakan bahwa shalat malam asyaddu watha’an wa aqwamu qila (sangat menyambung dengan Allah dan ucapannya sangat mantap). Shalat malam menjadi menyambung dan mantap karena dilakukan dengan tekad mengalahkan kantuk, membasahi anggota tubuh dengan air wudhu’, suasana yang hening di mana yang terdengar hanya bisikan dan desir nafas hamba yang sedang membaca bacaan shalat, zikir dan doa dengan penuh tekun, kata demi kata diikuti dengan perasaan harap-harap cemas apakah akan memperolah kasih sayang-Nya atau tetap dalam kesulitan.

Bacaan shalat membimbing orang beriman kepada kehidupan yang diridhai Allah. Bacaan shalat mulai takbiratul ihram, do’a iftitah, al-Fatihah, bacaan ayat-ayat Qur’an, doa dan zikir ruku’, sujud, dan duduk di antara sujud, sampai kepada salam, semuanya adalah bacaan yang mengingatkan orang beriman akan kebesaran Allah dan kebutuhan manusia kepada-Nya.

Tidak ada tempat berlindung yang lebih aman kecuali kepada Allah. Bacaan tersebut akan lebih menyambung dan mantap bila dilakukan dengan pengertian. Memahami bacaan adalah bagian dari praktek shalat yang khususu’ di mana antara amalan mulut, hati dan badan tidak terpisah. Karena itu, ada kewajiban setiap orang beriman untuk belajar bahasa Arab, paling tidak bahasa Arab menyangkut bacaan-bacaan yang ada dalam ibadah shalat, do’a dan zikir.

Dulu untuk belajar bahasa Arab orang harus masuk pesantren atau jadi santri di madrasah, tetapi sekarang banyak cara yang bisa dilakukan. Pepatah lama mengatakan bahwa tidak satu jalan ke Roma. Pada waktu ini banyak metode yang ditemukan oleh para ahli untuk menguasai bahasa Arab praktis. Bagi yang mempunyai peluang, banyak lembaga yang menyelenggarakan kursus-kursus dan buku-buku praktis yang bisa digunakan untuk belajar. Bila ada kemauan pasti di sana ada jalan.

Di samping bacaan shalat, ada zikir dan do’a yang bisa dipanjatkan kepada Allah. Allah dan Rasul telah mengajarkan zikir untuk berbagai keperluan dan kesempatan dalam rangka mendekatkan hamba kepada Tuhannya, termasuk zikir di shalat malam. Mengenai do’a ada dua jenis. Pertama adalah do’a-do’a dengan formula-formula baku dari Qur’an dan Sunnah. Formula-formula tersebut adalah untuk dijadikan contoh bagi orang beriman. Kedua adalah do’a yang baik sesuai kebutuhan hamba yang berdo’a dengan bahasa dan susunan kata yang ia pilih sendiri. Do’a yang maqbul bersyarat dengan ketulusan hati, keimanan yang kuat dan harapan yang besar akan mustajab dari Allah s.w.t.

Di antara do’a shalat malam:
Tuhanku! Masukkanlah aku ke tempat masuk orang yang benar! Keluarkanlah aku dari tempat keluar orang yang benar dan jadikan untukku dari sisi Engkau tempat terpuji! (al-Isra1 75)

Selanjutnya hamba yang bersangkutan diminta untuk mengucapkan:
Telah datang kebenaran dan telah hancur kebatilan dan kebatilan itu sudah semestinya hancur! (al-Isra1 76)

Bacaan ini mengisyaratkan bahwa Allah akan selalu memenangkan kebenaran dan membatalkan kebatilan. Bila hamba berjalan di jalan yang benar dan ia konsisten untuk itu, maka Allah pasti akan membantunya. Dosa-dosanya akan diampuni. Kesalahan-kesalahannya akan diperbaiki. Cita-citanya akan tercapai. Kasih saying Allah akan selalu menyertainya.

Allah Maha Rahman memberikan sebuah media kepada hamba-Nya yang beriman untuk keluar dari keragu-raguan yang dihadapinya dalam hidup. Media itu adalah shalat istikharah (mohon pertimbangan Allah untuk memantapkan hati terhadap sebuah pilihan yang lebih baik), yang lebih afdhal di dilakukan di malam hari. Boleh jadi seorang insan dihadapkan kepada dua pilihan yang sulit.

Misalnya dalam memilih teman hidup (seorang calon isteri atau calon suami), tempat bekerja yang cocok, pegawai dan teman sekerja, atau proyek tertentu yang menyangkut kepentingan banyak orang. Di saat pertimbangan orang-or-ang yang dekat dengannya tidak dapat meyakinkan dirinya, maka pada waktu ia munajat kepada Allah melalui shalat istikharah, mohon supaya ditunjuki jalan yang benar. Shalat istikharah dapat ciilakukan berkali-kali sampai hatinya mantap utuk membuat sebuah keputusan yang tepat.

Orang yang bangun di tengah dalam rangka beribadah kepada Allah dan mendekatkan dirinya kepada-Nya mempunyai kedudukan tersendiri di sisi Allah.

Apakah orang yang menyembah di tengah malam dalam keadaan sujud atau berdiri mengkhawatirkan hari akhirat dan mengharapkan kasih sayang Tuhannya (sama dengan orang yang tidak melakukannya)? Katakanlah apakah sama orang-orang yang mengetahui dan orang-orang yang tidak mengetahui? Oramg yang selalu ingat kepada Allah dalah orang yang mempunyai pemahaman.(al-Israr1 9)

Dalam ayat lain (Al ‘Imran 191) dinyatakan bahwa orang yang mempunyai pemahaman atau ulul-albabadalah orang yang selalu ingat (zikir) kepada Allah dalam keadaan berdiri, duduk dan berbaring. Mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi. Mereka mengatakan: “Semua ini tidak Engkau ciptakan dengan percuma! Maha Suci Engkau dan jauhkanlah kami dari siksa neraka.”

Inilah yang dimaksud tadabbur, yaitu mengamati ciptaan Allah dengan pikiran dan hati yang mendalam, lalu membawa insan yang bersangkutan kepada kesimpulan akan kebesaran Allah dan kekerdilan manusia. Intinya adalah bertasbih memuji Allah, mensyukuri nikmat yang diberikan, selalu berserah diri kepada-Nya dan mohon dihindarkan dari mara bahaya, terutama azab neraka.

Sumber : Buletin Dakwah No. 46 Thn. XXXIV Jum’at ke-3 16 November 2007

 

Posted 23 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Ad-Dakwah, Buletin

Cinta Dunia dan Takut Akan Kematian   2 comments


“Ummat-ummat terdahulu akan berkoalisi hendak menguasai kalian, seperti berkumpulnya jago-jago makan ketika menyantap makanan”. Sahabat bertanya: “apakah karena jumlah kami yang sedikit pada saat itu.” Nabi s.a.w menjawab: “bahkan jumlah kalian saat itu, justru sangat banyak. Akan tetapi tak ubahnya seperti buih banjir. Allah mencabut rasa takut pada musuh kalian, sebaliknya Allah menanamkan di hati kalian penyakit wahn”. Sahabat kembali bertanya: “apa itu penyeakit wahn.” Nabi s.a.w bersabda: “cinta dunia dan takut mati.” (Shahih. HR.Abu Dawud [2/102], Imam Ar-Ruyani [25/134/2], Ahmad [5/287]. Dishahihkan Syeikh Albani dalam as-Shahihah [2/684], Shahihul Jami’ [8183], Shahih Sunan Abu Dawud [4/111]).

Dewasa ini dunia modern sedang ditulari oleh penyakit yang lebih berbahaya dari penyakit yang selama ini manusia anggap berbahaya. Rasulullah s.a.w menyebutnya dengan wahn. Penyakit wahnini dimensinya banyak, faktor dan efeknya kemana-mana, sebab-akibatnya beragam. Jika berhubungan dengan budaya kerja. bentuknya adalah ad-dha’fu fi’l-’amal wa’l-amri, yaitu lemah amal. Bentuknya: Ke bawah lemah inisiatif, ke atas lemah instruksi.

Dalam konteks ini, wahn sangat berpotensi merontokan bangunan ummat menjauhkan hubungan makmum dengan imam, antara atasan
dengan bawahan, antara rakyat dengan pemimpin. Wahn melemahkan garis komando, memandulkan instruksi. membuat aba-aba tidak berdaya. Dengan penyakit ini, bisa-bisa suatu saat imam bacawaladhalin, makmum di belakangnya, tidak nyahut Amin. Jadi wahn bisa merobohkan batu bata ummat, merontokkan seluruh persendian ummat.

Para pejuang kita menyimpulkan: pantang bagi orang mukmin bersikap wahn dan huzn (lemah dan gentar). Dalam banyak riwayat disebutkan, yang membikin kita wahn dan huzn, adalah musuh kita juga, yakni syetan (inna’s-syaithan yukhzinuhu). Nabi Zakaria a.s walaupun sudah wahn dari sisi umur, tetapi ia tidak wahn dari sisi semangat (inni wahana’l-’adzmu minniy, Maryam:4).

Para Sahabat Nabi s.a.w yang walaupun wahn dari sisi tenaga, tapi mereka tidak leman dari sisi semangat jihad. Umur boleh wahn, tetapi semangat api Islam harus tetap berkobar. Allah berfirman dalam ‘Ali lmran:39: “Janganlah kamu bersikap lemah (wahn), dan ianganlah (pula) v kamu bersedih hati, padahal kamulah orang-orang yang paling tinggi (derajatnya), jika kamu orang-orang yana beriman.” Seorang ibu hamil, walaupun dia payah di atas payah, -wahnan ‘ala wahnin- namun dia tetap punya semangat hidup; melahirkan, menyusui dan mengasuh putera-puterinya. Begitulah Allah s.w.t menyemangati kaum muslimin dan menjaganya dan sifat lemah dan gentar di hadapan kawan maupun lawan.

Pernah khalifah ke-7 Bani Umayyah bernama Sulaiman bin Abdul Malik (96-99 H) menanyakan efek hadits wahn ini kepada seorang Ulama besar (kibarTabi’in), bernama Abu Hazm. “Mengapa rakyat saat ini cenderung bersikap pragmatis, berpikir pintas dan serba instan?” Ulama Tabi’in ini menjawabnya dengan hadits Wahn bersumber dari Sahabat Tsauban dan Abu Hurairah radhiya’l-lahu ‘anhuma seperti tersebut di atas.

Hadits ini berbicara tentang banyak hal, bergantung dan sudut mana kita menijaunya. Dari sudut Risalan, hadits ini ingin menjelaskan: Islam akan senantiasa berhadapan dengan gerakan pemangsa agama pemamah-biak iman, baik di hadapan orang Islam sendiri, di hadapan mereka yang punya banyak kepentingan (kama tada’al-akalah) atau di hadapan orang Islam yang lemah semangat (fi quluwbikumul wahn), apalagi di hadapan musuh-musuh agama (’aduwukumul mahabah). Artinya, oleh orang dalam, Islam dijadikan komiditi. Oleh orang luar: Islam dijadikan sebagai biang kerok. contohnya adalah aliran sesat.

Aliran sesat menjadikan agama sebagai komiditi. Mereka menikmati setoran liar atas nama infaq, menikmati kaffarah atas nama denda bai’at, menerima dana persepuluhan atas nama jihad mal.

Kelompok Islam Liberal menjual agama dengan cara menikmati aliran dana gerakan sepilis; sekularisme, pluralisme dan liberalisme. Dalam kaitannya denaan ajaran sesat, seperti itulah keadaan TV, radio, koran dan majalah kita. yaitu seperti jago-jago makan semua atau kamaa tadaa’al akalah dalam istilah hadits tadi. Ini jelas berbahaya, kita harus dukung MUI, kita harus meyakinkan pemerintah, kita harus menyadarkan ummat dan meluruskan media, bahwa aliran sesat itu tak ubahnya seperti PKI: sama-sama merusak agama, sama-sama menodai ajaran agama, dan tidak tahu batas halal-haram.

Di dalam kitab himpunan Hadits Kanzul Ummal no.: 28978, Imam Al-Hindi mencatat sebuah hadits hasan lighayrihi:“Tidak ada yang paling banyak aku khawatirkan dari ummat setelahku nanti, daripada dua kelompok: kelompok yang menafsirkan Al Qur’an tidak pada tempatnya, (Para Kyai mengistilahkannya tafsir salah kamar,tafsir Ibnu Kasur atau tafsir jalan lain). Kedua: kelompok lain yang merasa bahwa mereka pun berhak menafsirkan Al-Qur’an.” (HR.Imam Thabarani dalam
Tarikhul Ausat dari Ibnu Umar).

Dua kelompok yang disetir dalam hadits Ibnu Umar ini, tengah berhimpun mengeroyok MUI dan memojokkan Majelis Ulama, serta menganggap gagal para tokon agama dalam membina Ummat, dengan sebab menjamurnya aliran sesat.

Itulah dampak penyakit wahn, dan itulah bahayanya kalau kita sudah terjangkiti penyakit wahn itu. Para Muhadditsin mengatakan, wahn dari sudut hubbun dun’ya akan menyeret kita jauh dari agama dan jauh dari silaturahim serta menempatkan kita menjadi hamba uang atau budak nafsu. Hubbun dun’yabisa merubah penampilan seseorang, sehingga bisa serigala yang haus mangsa, seperti vampir yang haus darah, macam orang yang minum air laut.

Syeikh Salim bin ‘led Al-Hilaly mencatat bahwa penyakit wahn dan hubbun dun’ya terjadi, lantaran ummat Islam lemah dan gentar menghadapi konspirasi orang kafir, yang bahu membahu, dukung-mendukung satu sama lain dalam memerangi kaum muslimin, seperti contoh isu terorisme dewasa ini. Ini yang pertama. Kedua: Seperti diketahui bahwa negeri-negeri Islam memiliki ladang kekayaan hasil alam dan barakah yang membuat orang kafir tergiur untuk menguasainya. Karena itu, Rasulullah s.a.w sampai mentamsilkannya dengan bejana besar yang penuh dengan makanan yang enak, sehingga membuat orang-orang yang lapar ingin memakannya, lalu mereka bersama-sama menyerangnya, dan yang sangat luar biasa setiap orang dari mereka ingin mengarnbil bagiannya sendiri-sendiri, tanpa ada pihak yang berani melarang dan mencegahnya.

Keempat: Setelah merampas hasil kekayaan dan melakukan penjajanan ekonomi, mereka menjadikan negeri-negeri Islam sebagai serdadu dan dayang-dayang. Wilayah Islam, dipegang ekornya dan dibuatnya merengek-rengek meminta uluran dana, sebagaimana dalam hadits Abduuah bin Hawalah ra, Rasulullah s.a.w bersabda, artinya: “kalian akan dijadikan beberapa pasukan, pasukan di Syam, pasukan di Iraq dan pasukan di Yaman, lalu aku bertanya : ‘Pilihkan untuk kami wahai Rasulullah s.a.w.’ Lalu beliau berkata : ‘Pilihlah oleh kalian yang di Syam, barang siapa yang enggan, maka bergabunglan dengan yang di Yaman dan hendaklah meminum airnya’, karena Allah telah menjaga Syam dan penduduknya . berkata Rabi’ah : ‘Aku mendengar Abu Idris Al-Kaulany menceritakan hadits ini dan berkata : ‘Siapa yang telah dijaga Allah maka tidak akan lenyap (hancur)“. [Hadits Shahih]

Kelima: Unsur-unsur kekuatan umat Islam bukan pada jumlah, perlengkapan persenjataan, tentara berkuda dan infantrinya, akan tetapi terletak pada ‘aqidah dan manhajnya, Islam adalah umat aqidah dan pemikul panji tauhid. Simaklah jawaban Rasulullah s.a.w ketika menjawab pertanyaan Sahabat yang bertanya tentang jumlah, di mana Nabi menjawab: “tidak, justru jumlah kalian saat itu sangat banyak.”

Keenam: Kekalahan terbesar kaum muslimin adalah ketika mereka menjadikan dunia segala-galanya, sehingga tokoh-tokohnya gampang dibeli, jama’ahnya gampang disogok, keyakinannya gampang digadaikan. Pada saat yang sama mereka membenci kematian akibat mabuk dunia. Mereka menghabiskan umurnya untuk dunia dan tidak mengambil bekal untuk akhirat. Kalaupun ada, hanya dari sisa waktu yang ada atau jika lagi dilanda rasa takut atau selagi ada hajat politik. Pada saat itu terjadilah perlombaan tidak sehat, timbul saling benci lalu saling bermusuhan, dan akhirnya saling mencurigai satu sama lain, sesuai bunyi hadits riwayat Muslim no.:2961 dari Abdullah bin Amr bin ‘Ash.

Sumber : Buletin Dakwah No. 03 Thn. XXXV Jum’at ke-3 18 Januari 2008

 

Posted 23 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Buletin