Archive for the ‘tewas’ Tag

Hembusan Nafas Terakhir Di Kuburan Temannya   Leave a comment


Dhiya’ yang bertugas memandikan mayat di rumah sakit militer Riyadh telah bercerita kepadaku dan menurutku ia seorang yang dapat dipercaya. Hanya Allah-lah yang mengetahui hakikat sebenarnya dan aku tidak akan mendahului Allah dalam menilai seseorang itu suci atau tidak. Ia mengisahkan bahwa seorang personil angkatan laut meminta bantuanku untuk mengeluarkan akte kematian temannya yang meninggal.

Setelah akte tersebut kami keluarkan, kami memandikan mayat temannya bersama-sama. Kami berpisah pada jam 11.35 siang. Ia membawa jenazah temannya sementara aku bersiap-siap hendak melaksanakan shalat Zhuhur. Pada jam 1 siang, pihak rumah sakit menelponku, mereka katakan, “Di sini ada jenazah. Keluarganya ingin agar segera dishalatkan pada waktu Ashar. Segeralah kemari dan mandikan jenazah tersebut.”

Aku segera datang lalu mendekati keranda dan menyingkap kain penutupnya. Ternyata apa yang aku lihat? Aku melihat sesuatu yang aneh. Aku melihat seorang personil angkatan laut yang tadi mengenakan pakaian biru sedang terbujur di keranda. Aku terdiam, kepalaku pusing, lalu aku pergi ke kantorku seraya mengucapkan kalimat istirja’ (yakni kalimat: Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un dan bertawakal kepada Allah SWT. Setelah aku membaca al-Qur’an kemudian aku bertawakal dan berangkat untuk memandikan jenazah tersebut.

Setelah usai aku bertanya kepada keluarganya bagaimana kronologis ia meninggal. Mereka katakan, “Setelah selesai menggali liang lahat untuk temannya, ia berusaha untuk keluar. Namun tiba-tiba jantungnya kambuh dan meninggal seketika di kuburan temannya itu.”

Apakah kita sudah siap menghadapi kematian?

Doktor Khalid al-Jabir

(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN, PENERBIT DARUL HAQ seperti yang dinukil dari Syarith Qalbi karya Doktor Khalid al-Jabir -dengan sedikit perubahan)

Posted 3 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Islami, Kisah-Kisah

Tagged with , , , , ,

Unta Menewaskan 5 Guru   Leave a comment


Wanita berinisial N adalah seorang guru di sekolah tingkat dasar. Dia menerima SK penunjukan (penugasan) pada salah satu pemukiman yang berjarak 150 Km dari tempat tinggalnya. Atau, singkatnya 300 Km per hari ditempuh dengan kendaraan. Dia banyak mengeluh tentang beratnya transportasi dan sukarnya jalan yang lebarnya tidak lebih dari 2 meter, apalagi terdiri dua jalur, di samping memang kurang-nya perawatannya. Orang tuanya pun mengkhawatirkan dirinya karena susahnya transportasi dan sempat berpikir supaya dia meninggalkan pekerjaan itu. Akan tetapi, dia melihat ke sekitarnya dan mendapati bahwa putrinya telah memperoleh peluang emas yang bisa menjamin masa depannya dan masa depan keluarga-nya nanti. Di samping bahwa pendapatannya per tahun sangat minim setelah ulat (hama) kurma menggrogoti pohon-pohon kurma yang bagus di kebunnya hingga akhirnya kondisi keuangannya sangat sulit.

Dia memutuskan untuk bekerja sebagai supir bagi putrinya beserta keempat teman wanitanya dengan upah yang dibayarkan setiap bulan. Ini menjadi pendapatan yang terkadang dia kontribusikan untuk memperbaiki kondisi keuangannya.

Hari-hari dan bulan-bulan terus berjalan, sedang sang ayah bekerja mengantar putrinya beserta teman-temannya. Suatu hari, sewaktu menapaki salah satu turunan jalan, tiba-tiba ada unta liar menghadang di depannya. Sang ayah pun berusaha menghindarinya, tapi dia malah mendapati mobil lain (yang berlawanan arah) di depannya, lalu dia pun menekan rem hingga mobil oleng (miring) dan menabrak onta lainnya yang ada di pinggir jalan. Akibatnya, mobil terbalik dan sang ayah beserta putrinya pun seketika tewas. Sementara kondisi teman-temannya bervariasi antara menderita kelumpuhan total dan menghuni ruang mayat.

(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN, Muhammad bin Shalih al-Qahthani)

Posted 3 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Islami, Kisah-Kisah

Tagged with , , ,

Tewas Dalam Sebuah Cerita   Leave a comment


Lelaki berinisial “A” adalah seorang yang berusia hampir 50 tahunan. Dia mempunyai sepuluh anak. Di antara mereka ada laki-laki dan perempuan. Dia teraniaya oleh pekerjaan dan menderita sakit. Konon, dia bisa menerima, merasa tenang dan rela dengan apa yang menimpanya. Dia tahu bahwa setelah susah ada senang dan setelah kesukaran ada kemudahan.

Dia sangat sedih dan selalu berduka akan kea-daan putri sulungnya, Nada, yang paras kecantikannya bak embun pagi. Dia hanya berharap bisa melihat hari di mana putrinya menjadi mempelai di rumahnya sebe-lum dia dijemput oleh kematian.

Nada, adalah seorang guru di salah satu pemu-kiman yang berjarak 200 Km dari tempat tinggalnya. Dia berpendapat bahwa ilmu adalah suatu risalah, dan bahwa ilmu adalah nilai tinggi yang bisa membantu untuk menyulut kemajuan, peradaban dan kebuda-yaan bagi generasi ini.

Dia cukup bahagia dengan profesinya itu meski sangat berat. Sehari-hari, dia sangat menderita dan mengeluh, tapi dia tetap menahan dan menjalaninya dengan penuh ketabahan. Cukuplah dia membantu untuk menghilangkan beban bapaknya dengan peran aktifnya dalam mengatur urusan rumah tangga setelah bapaknya menderita sakit dan hanya terbaring di atas ranjang.

Pernah dia kebingungan dan merasa pedih atas semua yang bergumul di sekitarnya, dan sebagai ganti daripada dia bercermin di depan kaca untuk meman-dangi dirinya, dia pun melihat kepada orang-orang di sekitarnya. Seketika, dia pun merasa sedih atas apa yang dialami orang tua dan saudara-saudaranya yang masih kecil.

Tanggung jawab telah membebankan suatu kewa-jiban bagi dirinya, dan memposisikannya dalam hem-busan angin. Bisa saja dia turun di tengah jalanan dan menjadi bahan tertawaan semua orang. Atau, menu-bruk dan melawan arus dengan segala kekerasannya, hingga dia bisa menyelamatkan bapak dan keluar-ganya dari kebutuhan. Dengan terpaksa, akhirnya dia memilih jalan yang terakhir, sedang di hadapannya tidak ada peluang untuk menentukan pilihan. Dia be-kerja dan merasakan kesengsaraan sepanjang bulan untuk mencukupi kebutuhan keluarga dengan giat dan penuh keluh kesah.

Dia menampakkan ketenangannya di mata para siswinya yang masih kecil yang menggantinya dengan senyuman yang indah dan kejenakaan yang suci untuk bisa melupakan sebagian kesedihannya. Setiap hari skenario maut ini terus berulang. Keluh kesah yang begitu lama bersama bus yang tidak menghiraukan dasar-dasar keselamatan yang paling sederhana. Supir bus ini orang asing yang memusuhi bahasa Arab de-ngan semua keindahannya, sehingga dia tidak menge-tahui sedikit pun tentangnya… dan sampai-sampai bangunan sekolah pun sudah usang dan membu-tuhkan banyak bantuan dan lain sebagainya.

Sehabis shalat Zhuhur, roda bus pun sekali lagi berputar, dan dia pulang ke rumah dalam kondisi lelah dan penat.

Pada suatu malam, dia merasa takut dan cemas. Dia tidak bisa menjelaskan sebabnya, juga keresahan dan kegelisahan yang menimpanya yang membuatnya tak bisa tidur semalaman. Ibunya mencemaskan dirinya dan sang bapak pun menangis di hadapannya setelah memintanya untuk tidak pergi pada hari itu, namun dia menolak. Para siswi sedang dalam masa ujian, dan dia harus berangkat kerja. Jika tidak, maka petaka bisa jadi akan menimpanya. Tidak ada alasan untuk tidak berangkat kerja pada pagi hari, meski dia sedang di-rundung kegelisahan dan kecemasan. Maka, dia pun menumpang bus yang membawanya berkeliling kota untuk menjemput teman-teman wanitanya untuk kemudian melanjutkan perjalanan yang cukup berat dan melelahkan.

Bus ini berukuran kecil, tapi diisi penumpang yang melampaui kapasitasnya. Kecepatan pun sema-kin bertambah meski jalanan banyak lobang dan polisi tidur. Semuanya terombang-ambing seperti bola dari satu tempat ke tempat lainnya, dan seolah-olah mereka sedang dalam kompetisi sepak bola. Semuanya men-jerit dan menyuarakan, “Hai supir, takutlah kepada Allah demi nyawa manusia…” Sang supir meng-anggukkan kepalanya menampakkan simbol kema-rahan, untuk bersikeras dalam aturannya yang telah ditetapkan dan dia merasa bangga dengan apa yang diperbuatnya.

Jalanan cukup sempit, dan butuh kehati-hatian dan kewaspadaan. Namun, supir tetap saja terburu nafsu dan kurang perhitungan. Pada salah satu tu-runan jalan, tiba-tiba dia dikejutkan oleh sebuah mobil yang datang bagaikan angin. Dengan cepat dia pun menekan rem agar bus berhenti dan dia bisa menye-lamatkan dirinya beserta para penumpangnya. Akan tetapi, kesigapan tidak bisa mencegah takdir. Maka, bus pun menubruk mobil yang datang berlawanan arah itu, dan seolah-olah keduanya bertarung dalam arena baku hantam, sehingga bus pun terbagi menjadi dua bagian. Sedang nasib seluruh penumpangnya ada yang seketika tewas, dan ada yang dalam kondisi se-karat di rumah sakit. Kondisi semuanya seperti apa yang selalu diucapkan oleh orang-orang Mesir dalam berbagai kejadian serupa: “di dalam suatu berita” (fi khabari kana). Yaitu, ungkapan berbau ejekan sewaktu terjadi tragedi yang mengenaskan. Tiada daya dan kekuatan kecuali atas pertolongan Allah SWT.
(SUMBER: SERIAL KISAH TELADAN KARYA MUHAMMAD BIN SHALIH AL-QAHTHANI, PENERBIT DARUL HAQ, 021-4701616)

Posted 3 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Islami, Kisah-Kisah

Tagged with ,