Archive for the ‘adab’ Tag

Adab Untuk I’tikaf   Leave a comment


I’tikaf pada  sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah sunah yang dicontohkan Rasulullah SAW

 

 

Bulan suci Ramadhan 1431 H tak lama lagi akan memasuki 10 hari terakhir. Untuk mengisi hari-hari terakhir Ramadhan, Rasulullah SAW memilih untuk beri’tikaf di masjid. Diriwayatkan dari Aisyah RA, ”Nabi SAW selalu beritikaf pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan hingga Allah mewafatkan beliau…” (HR Bukhari-Muslim).

 

I’tikaf merupakan salah satu sunah Nabi SAW di bulan Ramadhan. Agar i’tikaf yang dilakukan berbuah terampuninya dosa-dosa yang telah dilakukan, seorang Muslim hendaknya menjaga dan memperhatikan adab-adab dan sunahnya. Lalu apa saja tata cara yang penting diperhatikan oleh seorang Muslim saat beri’tikaf?

 

Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam kitabnya Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyah, mengungkapkan beberapa adab yang perlu dijaga dan diperhatikan dalam beri’tikaf.  Beberapa adab beri’tikaf itu antara lain:

 

Pertama, niat yang benar. Menurut Syekh Sayyid Nada, hendaklah seseorang meniatkan i’tikaf yang dilakukannya pada sepuluh hari terakhir Ramadhan, semata-mata hanya untuk mengharapkan keridhaan Allah SWT dan menghidupkan sunah Rasulullah SAW.

 

Kedua, I’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadhan. Sebagaimana disebutkan di atas, i’tikaf pada  sepuluh hari terakhir Ramadhan adalah sunah yang dicontohkan Rasulullah SAW. ”Boleh juga ber’tikaf di selain waktu itu, namun yang paling afdal adalah i’tikaf pada bulan Ramadhan,” papar Syekh Sayyid Nada.

 

Ketiga, i’tikaf di Masjid Jami’. Menurut Syekh Sayyid Nada, tidak sah seseorang beri’tikaf di rumahnya. ”Bahkan, ia wajib ber’itikaf di masjid sebagaimana dicontohkan Nabi SAW,” ujar ulama terkemuka itu. Allah SWT berfirman dalam surah Albaqarah ayat 187, ”…Janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu ber’itukaf dalam masjid…”

 

Berdasarkan ayat itu, kata Syekh Sayyid Nada, i’tikaf hanya boleh dilakukan di masjid. Bahkan, hendaknya di masjid jami’, sehingga ia tak terpaksa keluar untuk melaksanakan shalat Jumat.

 

Dari Aisyah RA, ”Sunah bagi orang yang beri’tikaf adalah tak menjenguk orang sakit, tak menyaksikan jenazah, tak mendatangi wanita, tak menyetubuhinya, tidak keluar untuk sutu kepentingan kecuali yang memang harus dia lakukan, tak ber’tikaf kecuali puasa, dan tak beri’tikaf kecuali di masjid jami.” (HR Abu Dawud).

 

Keempat, I’tikaf di dalam tenda atau kubah (semacam tenda) di masjid.Menurut Syekh Sayyid Nada, i’tikaf di dalam tenda atau kubah akan membantu orang ber’itikaf untuk ber-khalwat dengan Rabbnya, bersendiri, dan tidak menyia-nyiakan waktu berbicara dengan orang lain. Hal itu, kata dia, dilakukan Rasulullah SAW.

 

Dari Aisyah RA, dia berkata, ”Rasulullah jika ingin ber’itikaf, beliau mengerjakan shalat fajar kemudian masuk ke tempat i’tikafnya. Suatu kali beliau ingin beri’tikaf pada sepuluh hari terakhir Ramadahan, lalu Rasulullah SAW memerintahkan agar didirikan kemah, maka dipancangkanlahnya…” (HR Bukhari dan Muslim).

 

Kelima, tak keluar masjid tanpa ada kepentingan darurat. Orang yang beri’tikaf hanya boleh keluar dari masjid untuk buang hajat atau keperluan mendesak lainnya. Hal itu berdasarkan hadis dari Aisyah yang telah disebutkan pada poin ketiga.

 

Keenam, tak menyetubuhi istri atau mendatanginya. Berdasarkan hadis dan surah Albaqarah ayat 187, orang yang beri’tikaf tak diperbolehkan menyetubuhi istrinya.

 

Ketujuh, bersungguh-sungguh dalam beribadah dan tak menyia-nyiakan waktu. Bersungguh-sungguh dalam beribadah dan tak menyia-nyiakan waktu merupakan tujuan awal i’tikaf. Orang yang beri’tikaf hendaknya memfokuskan diri untuk beribadah dan mencari Lailatul Qadar yang dijanjikan dalam Alquran lebih baik dari seribu bulan.

 

Memasuki hari kesepuluh terakhir, Rasulullah SAW kian bersungguh-sungguh beribadah. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Bukhari-Muslim disebutkan, ”Apabila telah masuk sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah SAW mengencangkan kain sarungnya, menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya.”

 

Menurut Syekh Sayyid Nada, yang dimaksud dengan mengencangkan kain sarung adalah bersungguh-sungguh  dalam beribadah dan tak mendatangi istri-istrinya karena kesungguhan beliau dalam beribadah.

 

”Wajib atas seorang yang beri’tikaf agar memanfaatkan setiap waktu dan kesempatannya untuk beribadah, berdoa, merendahkan diri kepada Allah, membaca Alquran, emohon ampun, berzikir, mengerjakan shalat, bertafakur (berpikir),  dan bertadabur (merenung).

 

”Dengan semua itu, orang yang beri’tikaf di sepuluh hari terakhir Ramadhan berhak mendapatkan janji Allah SWT dan pahala-Nya, yakni keluar dari tempat i’tikaf dalam keadaan diampuni dosa-dosanya,” papar Syekh Sayyid Nada.

 

N heri ruslan/sumber:Ensiklopedi Adab Islam terbitan Pustaka Imam Asy-Syafi’i

 

Posted 22 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Buletin

Tagged with , ,

Adab Untuk Bersilaturrahmi   Leave a comment


Orang yang suka dan gemar bersilaturahim akan di luaskan rezekinya dan dipanjangkan usianya.

 

 

Menyambung tali silaturahim merupakan salah satu kewajiban seorang Muslim, sedangkan memutusnya termasuk dosa besar. Silaturahim memiliki keutamaan yang sangat besar, selain di dunia dan juga kelak di akhirat.  Allah SWT dan Rasulullah SAW menjanjikan pahala yang sangat besar bagi Muslim yang bersilaturahim.

 

Orang yang gemar bersilaturahim pun akan mendapatkan manfaat yang tak terhingga dalam kehidupan sehari-hari. Rasulullah SAW mengungkapkan, orang yang suka dan gemar bersilaturahim akan di luaskan rezekinya dan dipanjangkan usianya.

 

Nabi SAW bersabda, ”Barang siapa yang suka apabila Allah membentangluaskan rezeki banginya dan memanjangkan umurnya, maka hendaklah ia bersilaturahim. (HR Bukhari). Kebenaran hadis itu telah dibuktikan melalui hasil penelitian ilmiah yang dilakukan Dr Rachel Cooper, dari Dewan Penelitian Medis.

 

Hasil penelitian yang dipublikasikan dalam British Medical Journal itu menyebutkan bahwa orang yang suka bersalaman dan bersilaturahim lebih panjang usianya. Menyambung tali silaturahim pun sangat diperintahkan kepada setiap umat yang beriman.

 

Rasulullah SAW bersabda, ”…Barang siap yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia menyambung tali silaturahim…” (HR Bukhari). Nah, agar silaturahim  bisa memberi manfaat dunia dan akhirat, maka adab-adabnya perlu diperhatikan.

 

Apa sajakah adab silaturahim yang harus diperhatikan seorang Muslim? Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam kitab Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyah merinci adab-adab silaturahim yang sesuai dengan tuntunan Alquran dan sunah. Berikut adalah adab bersilaturahim:

 

Pertama, niat yang baik dan ikhlas ”Allah tak menerima amal kecuali dilakukan dengan ikhlas. Maka wajib bagi siapapun mengikhlaskan niatnya kepada Allah SWt dalam menyambung tali silaturahim. Janganlah, seseorang bersilaturahim dengan tujuan riya,” ungkap Syekh Sayyid Nada.

 

Kedua, mengharap pahala Menurut Syekh Sayyid Nada, hendaknya seorang Muslim bersilaturahim untuk menentikan dan mengejar pahala, sebagai mana yang telah Sang Khalik janjikan. Untuk itu, hendaknya seseorang yang bersilaturahim menunggu balasan yang setimpal dari manusia.

 

Ketiga, memulai silaturahim dari yang terdekat ”Semakin dekat hubungan rahim, maka semakin wajib menyambungnya,” ungkap Syekh Sayyid Nada. Perkara ini, kata dia, perlu diperhatikan setiap Muslim dalam menyambung tali silaturahim.

 

Keempat, mendahulukan silaturahim dengan orang yang paling bertakwa kepada Allah SWT Semakin bertakwa seorang karib kerabat kepada Allah SWT atau semakin bagus agamanya maka semakin besar pula haknya dan semakin bertambah pahala bersilaturahim dengannya. Meski begitu, kata Syekh Sayyid nada, silaturahim juga dianjurkan kepada karib kerabat yang kafir dan tidak saleh, dengan tujuan untuk mengajak pada jalan kebenaran.

 

Kelima, mempelajari nasab dan mencari-cari kerabat yang bersambung kepada seseorang dari kerabat jauh Ada sebagian orang, kata Syekh Sayyid Nada, yang merasa cukup bersilaturahim dengan saudara-saudaranya saja, kemudian meninggalkan selain mereka. Ada pula sebagian orang yang bersilaturahim dengan orang yang ia kenal saja, tak begitu peduli terhadap karib kerabat jauhnya. Padahal, mereka sebenarnya juga berhak untuk disambung tali silaturahimnya.

 

Nabi SAW bersabda, ”Pelajarilah nasab-nasab kalian yang denga itu kalian dapat menyambung tali silaturahim. Sebab, menyambung silaturahim dapat mendatangkan kasih saying dalam keluarga, mendatangkan harta, dan memanjangkan umur.” (HR at-Tirmidzi).

 

Keenam, tak henti menyambung silaturahim dengan orang yang memutusnya Rasulullah menganjurkan agar seorang Muslim tetap berupaya menyambung tali silaturahim dengan karib kerabatnya, walaupun mereka selalu berupaya memutusnya. Menurut Nabi SAW, upaya orang tetap menyambung tali silaturahim akan senantiasa mendapat pertolongan dari Allah SWT. Ketujuh, memulai dengan bersedekah dan berbuat baik kepada kerabat yang membutuhkan Nabi SAW bersabda, ”Sebaik-baiknya sedekah adalah sedekah yang diberikan kepada karib kerabat yang benci.” (HR Al-Hakim).

 

Kedelapan, menahan gangguan terhadap karib kerabat Seorang Muslim seharusnya tak menyakiti karib kerabatnya, baik dengan perkataan maupun perbuatan, dan menjaga perasaan mereka sebisa mungkin.

 

Kesembilan, menumbuhkan rasa gembira pada karib kerabat Menurut Syekh Sayyid Nada, sebisa mungkin hendaknya seseorang saling mengunjungi satu sama lain, terutama pada hari Id dan pada saat-saat tertentu.

 

N heri ruslan/ sumber:  Ensiklopedi Adan Islam Menurut Alquran dan As-Sunah terbitan Pustaka Imam asy-Syafi’i

 

Posted 22 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Buletin

Tagged with , ,

Pasal: Keharusan Memuliakan Tetangga, Tamu dan Berbicara Baik   Leave a comment


Dari sahabat Abu Hurairah rodhiyallaahu anhu, dari Nabi shallallaahu alaihi wa sallam, sabdanya:

Barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia berkata baik atau diam; barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tetangganya; dan barang siapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah ia memuliakan tamunya.

Posted 12 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Hadits, shahih-muslim

Tagged with , ,