Archive for the ‘tobat’ Tag

Tangisan Seorang Pencuri Yang Bertaubat   Leave a comment


Seorang sahaya wanita Malik bin Hisyam bin Hassan menuturkan, “Atha’ al-Azraq keluar menuju Jabban (tempat kosong) untuk mengerjakan shalat malam. Tiba-tiba pencuri mengha-dangnya, maka Atha’ berkata, ‘Ya Allah, selamatkanlah aku darinya.’ Kedua tangan dan kaki pencuri pun seolah menjadi beku, lalu ia menangis dan berteriak, ‘Demi Allah, aku tidak akan mengulanginya lagi selamanya.’ Kemudian Atha’ berdoa kepada Allah untuk melepaskannya. Setelah itu pencuri tersebut mengikutinya, lalu bertanya kepadanya, ‘Aku bertanya kepadamu dengan nama Allah, siapakah engkau?’ Ia menjawab, ‘Aku Atha’.’ Pagi harinya, ia bertanya, ‘Apakah kalian mengenal se-orang shalih yang keluar tadi malam ke tanah lapang untuk shalat di sana?’ Mereka menjawab, ‘Ya, Atha’ as-Sulami.’ Ia lalu pergi kepada Atha’ as-Sulami, di rumah yang sudah rusak, untuk menemuinya. Ia berkata, ‘Aku datang kepadamu untuk bertau-bat dari perbuatanku demikian dan demikian, maka berdoa-lah kepada Allah untukku.’ Atha’ as-Sulami mengangkat kedua tangannya ke langit sambil menangis seraya berkata, ‘Kasihan kamu! Bukan aku yang kau maksud. Itu adalah Atha’ al-Azraq’.”

Jabban yang dimaksud bukanlah pekuburan, tetapi tempat kosong yang tidak baik dan tidak ada kehidupan di sana, karena shalat di pekuburan tidak boleh.

Posted 2 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Islami, Kisah-Kisah

Tagged with ,

Taubatnya Malik Bin Dinar – Rohimahullah   Leave a comment


Kehidupanku dimulai dengan kesia-siaan, mabuk-mabukan, maksiat, berbuat zhalim kepada manusia, memakan hak manusia, memakan riba, dan memukuli manusia. Kulakukan segala kezhaliman, tidak ada satu maksiat melainkan aku telah melakukannya. Sungguh sangat jahat hingga manusia tidak menghargaiku karena kebejatanku.

Malik bin Dinar Rohimahullah menuturkan: Pada suatu hari, aku merindukan pernikahan dan memiliki anak. Maka kemudian aku menikah dan dikaruniai seorang puteri yang kuberi nama Fathimah.
Aku sangat mencintai Fathimah. Setiap kali dia bertambah besar, bertambah pula keimanan di dalam hatiku dan semakin sedikit maksiat di dalam hatiku.
Pernah suatu ketika Fathimah melihatku memegang segelas khamr, maka diapun mendekat kepadaku dan menyingkirkan gelas tersebut hingga tumpah mengenai bajuku. Saat itu umurnya belum genap dua tahun. Seakan-akan Allah Subhanahu wa Ta’ala -lah yang membuatnya melakukan hal tersebut.

Setiap kali dia bertambah besar, semakin bertambah pula keimanan di dalam hatiku. Setiap kali aku mendekatkan diri kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala selangkah, maka setiap kali itu pula aku menjauhi maksiat sedikit demi sedikit. Hingga usia Fathimah genap tiga tahun, saat itulah Fathimah meninggal dunia.

Maka akupun berubah menjadi orang yang lebih buruk dari sebelumnya. Aku belum memiliki sikap sabar yang ada pada diri seorang mukmin yang dapat menguatkanku di atas cobaan musibah. Kembalilah aku menjadi lebih buruk dari sebelumnya. Setanpun mempermainkanku, hingga datang suatu hari, setan berkata kepadaku: “Sungguh hari ini engkau akan mabuk-mabukan dengan mabuk yang belum pernah engkau lakukan sebelumnya.” Maka aku bertekad untuk mabuk dan meminum khamr sepanjang malam. Aku minum, minum dan minum. Maka aku lihat diriku telah terlempar di alam mimpi.

Di alam mimpi tersebut aku melihat hari kiamat.

Matahari telah gelap, lautan telah berubah menjadi api, dan bumipun telah bergoncang. Manusia berkumpul pada hari kiamat. Manusia dalam keadaan berkelompok-kelompok. Sementara aku berada di antara manusia, mendengar seorang penyeru memanggil: Fulan ibn Fulan, kemari! Mari menghadap al-Jabbar. Aku melihat si Fulan tersebut berubah wajahnya menjadi sangat hitam karena sangat ketakutan.

Sampai aku mendengar seorang penyeru menyeru namaku: “Mari menghadap al-Jabbar!”

Kemudian hilanglah seluruh manusia dari sekitarku seakan-akan tidak ada seorangpun di padang Mahsyar. Kemudian aku melihat seekor ulat besar yang ganas lagi kuat merayap mengejar kearahku dengan membuka mulutnya. Akupun lari karena sangat ketakutan. Lalu aku mendapati seorang laki-laki tua yang lemah. Akupun berkata: “Hai, selamatkanlah aku dari ular ini!” Dia menjawab: “Wahai anakku aku lemah, aku tak mampu, akan tetapi larilah kearah ini mudah-mudahan engkau selamat!”

Akupun berlari kearah yang ditunjukkannya, sementara ular tersebut berada di belakangku. Tiba-tiba aku mendapati api ada dihadapanku. Akupun berkata: “Apakah aku melarikan diri dari seekor ular untuk menjatuhkan diri ke dalam api?” Akupun kembali berlari dengan cepat sementara ular tersebut semakin dekat. Aku kembali kepada lelaki tua yang lemah tersebut dan berkata: “Demi Allah, wajib atasmu menolong dan menyelamatkanku.” Maka dia menangis karena iba dengan keadaanku seraya berkata: “Aku lemah sebagaimana engkau lihat, aku tidak mampu melakukan sesuatupun, akan tetapi larilah kearah gunung tersebut mudah-mudahan engkau selamat!”

Akupun berlari menuju gunung tersebut sementara ular akan mematukku. Kemudian aku melihat di atas gunung tersebut terdapat anak-anak kecil, dan aku mendengar semua anak tersebut berteriak: “Wahai Fathimah tolonglah ayahmu, tolonglah ayahmu!”

Selanjutnya aku mengetahui bahwa dia adalah putriku. Akupun berbahagia bahwa aku mempunyai seorang putri yang meninggal pada usia tiga tahun yang akan menyelamatkanku dari situasi tersebut. Maka diapun memegangku dengan tangan kanannya, dan mengusir ular dengan tangan kirinya sementara aku seperti mayit karena sangat ketakutan. Lalu dia duduk di pangkuanku sebagaimana dulu di dunia.

Dia berkata kepadaku:

“Wahai ayah, “belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid:16)

Maka kukatakan: “Wahai putriku, beritahukanlah kepadaku tentang ular itu.”
Dia berkata: “Itu adalah amal keburukanmu, engkau telah membesarkan dan menumbuhkannya hingga hampir memakanmu. Tidakkah engkau tahu wahai ayah, bahwa amal-amal di dunia akan dirupakan menjadi sesosok bentuk pada hari kiamat? Dan lelaki yang lemah tersebut adalah amal shalihmu, engkau telah melemahkannya hingga dia menangis karena kondisimu dan tidak mampu melakukan sesuatu untuk membantu kondisimu. Seandainya saja engkau tidak melahirkanku, dan seandainya saja tidak mati saat masih kecil, tidak akan ada yang bisa memberikan manfaat kepadamu.”

Dia Rohimahullah berkata: Akupun terbangun dari tidurku dan berteriak: “Wahai Rabbku, sudah saatnya wahai Rabbku, ya, “Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” Lantas aku mandi dan keluar untuk shalat subuh dan ingin segera bertaubat dan kembali kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Dia Rohimahullah berkata:
Akupun masuk ke dalam masjid dan ternyata imampun membaca ayat yang sama:
“Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah.” (Qs. Al-Hadid: 16)
…..

Itulah kisah taubatnya Malik bin Dinar Rohimahullah yang beliau kemudian menjadi salah seorang imam generasi tabi’in, dan termasuk ulama Basrah. Dia dikenal selalu menangis sepanjang malam dan berkata: “Ya Ilahi, hanya Engkaulah satu-satunya Dzat Yang Mengetahui penghuni sorga dan penghuni neraka, maka yang manakah aku di antara keduanya? Ya Allah, jadikanlah aku termasuk penghuni sorga dan jangan jadikan aku termasuk penghuni neraka.”

Malik bin Dinar Rohimahullah bertaubat dan dia dikenal pada setiap harinya selalu berdiri di pintu masjid berseru: “Wahai para hamba yang bermaksiat, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang-orang yang lalai, kembalilah kepada Penolong-mu! Wahai orang yang melarikan diri (dari ketaatan), kembalilah kepada Penolong-mu! Penolong-mu senantiasa menyeru memanggilmu di malam dan siang hari. Dia berfirman kepadamu: “Barangsiapa mendekatkan dirinya kepada-Ku satu jengkal, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu hasta. Jika dia mendekatkan dirinya kepada-Ku satu hasta, maka Aku akan mendekatkan diri-Ku kepadanya satu depa. Siapa yang mendatangi-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari kecil.”

Aku memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala agar memberikan rizki taubat kepada kita. Tidak ada sesembahan yang hak selain Engkau, Maha Suci Engkau, sesungguhnya aku termasuk orang-orang yang zhalim.

Malik bin Dinar Rohimahullah wafat pada tahun 130 H. Semoga Allah Subhanahu wa Ta’ala merahmatinya dengan rahmat-Nya yang luas. (Misanul I’tidal, III/426).

Sumber: Qiblati edisi 06 tahun II – Maret 2007 M /Shafar 1428 H

Posted 29 September 2010 by arraahmanmedia in Kisah-Kisah, Kisah-Teladan

Tagged with

Tobatnya Sang Pembunuh   Leave a comment


Seorang pembunuh yang amat kejam telah menghabisi nyawa sembilan puluh sembilan orang. Ia merasa sangat menyesal. Ia mendatangi seorang alim dan bercerita tentang masa lalunya yang kelabu itu. Ia mengutarakan maksudnya untuk bertaubat dan menjadi orang yang lebih baik. Aku ingin tahu; apakah Tuhan akan mengampuniku?? ia bertanya.

Sang alim rupanya belum cukup banyak belajar. Ia menjawab, Tentu saja kau tak akan diampuni-Nya. Kalau begitu, ujar si pembunuh, lebih baik kau juga kubunuh saja sekalian. Ia pun membunuh alim itu. Kemudian ia bertemu orang alim lain. Ia mengatakan telah membunuh seratus orang. Aku ingin tahu, tanyanya, apakah Tuhan akan mengampuniku jika aku bertaubat?

Alim kedua ini lebih bijak dari yang pertama. Ia menjawab, Tentu saja kau akan diampuni. Bertaubatlah sekarang juga. Aku hanya punya satu nasihat untukmu; jauhilah teman-temanmu yang jahat dan bergabunglah dengan orang-orang yang saleh, karena teman yang jahat akan mendekatkanmu kepada dosa.

Orang itu lalu bertaubat dan menyesali dosa-dosanya. Ia menangis memohon ampunan Tuhan. Kemudian ia pun menjauhi teman-temannya yang jahat dan pergi mencari perkampungan tempat orang-orang saleh tinggal. Namun ketika ia berada di perjalanan, ajalnya tiba.

Malik, Malaikat Penjaga Neraka, dan Ridwan, Malaikat Penjaga Surga, sama-sama datang untuk menjemput ruhnya. Malik berkata bahwa orang itu adalah pendosa besar dan tempatnya di neraka jahanam. Tetapi Ridwan juga mengklaim bahwa orang itu layak masuk surga. Malaikat Ridwan berkata, Orang ini bertaubat dan telah memutuskan untuk menjadi orang baik. Ia sedang menempuh perjalanan ke kampung tempat tinggal orang-orang saleh ketika ajalnya tiba.

Kedua malaikat itu pun berdebat. Jibril datang untuk menyelesaikan masalah. Setelah mendengar pernyataan dari kedua malaikat, Jibril memutuskan, Ukur jaraknya. Jika tanah tempat mayatnya berada lebih dekat kepada orang-orang saleh, maka ia masuk surga; namun jika letak mayatnya lebih dekat kepada orang-orang jahat, ia harus masuk neraka.

Karena bekas pembunuh itu baru saja meninggalkan tempat orang jahat, ia masih terletak dekat sekali dengan mereka. Tetapi karena ia bertaubat dengan amat tulus, Tuhan memindahkan tubuhnya dari tempat ia meninggal ke dekat perkampungan orang saleh. Dan hamba yang bertaubat itu pun diserahkan ke dekapan malaikat penjaga surga.

Tuhan bersabda, Jika hamba-Ku mendekatkan diri kepada-Ku satu hasta, Aku akan mendekatkan diri kepadanya satu siku. Apabila dia kembali kepada-Ku sambil berjalan, Aku akan menyambutnya sambil berlari.

Kembali ke Kisah Teladan Islami


Artikel lainnya :

Posted 29 September 2010 by arraahmanmedia in Kisah-Kisah, Zaman-Rasulullah

Tagged with ,

Sebesar Apa Pun Dosa Kita Pasti Ada Jalan Untuk Bertobat   Leave a comment


( Riwayat oleh : Imam Bukhari Muslim, dari Abu Sa`id Al Khudri )

Pada zaman dahulu, ada seseorang yang ringan tangan dalam mencabuti nyawa-nyawa orang yang dijahatinya.Hampir setiap hari ada saja korbannya. Semuanya diahitung.Sampai suatu hari jumlah orang yang telah dibunuhnya telah mencapai 99 orang.Jadi boleh saja ia kita katakan sebagai penjagal manusia. Intinya ia mempunyai perilaku yang sangat kejam.Rupanya terselip rasa bersalah dihatinya. Lama-lama ia mulai merenungi dirinya selama ini, dan ternyata hidupnya sepanjang waktu bergelimang dosa. ” Aku ingin bertobat,jika aku terus-terusan hidup begini , maka aku pasti menyia-nyiakan hidupku. Aku telah aniaya selama ini.Aku ingin bertobat,…Aku mesti menyudahi semua ini dan segala perbuatan kejam lainnya. Tapi apakah itu mungkin ? Dosaku sudah terlampau berat.” Demikian pikir si jahat ini dalam hati.

Ia kemudian memutuskan mencari bantuan orang yang akan bisa menolongnya ke arah itu. Maka pergilah sijahat tadi mencari orang alim dan ingin bertaubat didepannya.

Dalam pencariannya itu, bertepatan ada yang memberinya petunjuk untuk mendatangi seorang yang alim disebuah desa. Pergilah ia menemui orang alim itu.Setelah berada didepannya, maka pemuda jahat lagi kejam tadi menceritakan siapa dirinya dan maksud kedatangannya. ” Hai orang alim, aku pembunuh yang sudah membunuh 99 nyawa orang. Apakah masih ada jalan bagi saya untuk bertaubat ?” Setelah mendengar penjelasan dari pemuda tadi, segera saja orang alim tersebut menjawab. “Tidak, tidak ada ! Tidak ada taubat untukmu karena perbuatan kamu itu terlalu sadis.”

Mendengar jawaban orang alim tersebut semacam itu, marahlah ia dan seketika itu pula dibunuhnya lagi orang alim itu. Kini genaplah ia telah membunuh 100 nyawa orang. Karena hatinya ingin betul-betul bertaubat, ingin menyudahi perbuatan keji ini dengan sungguh-sungguh, maka ia tetap meneruskan untuk mencari lagi orang alim yang mau menerima penyesalannya. Sambil berjalan ia membatin,” Kiranya gerangan siapakah dan dimana dari penduduk bumi ini yang terpandai dan alim ? Kepadanya akan aku haturkan penyesalan ini.”

Bertemulah ia kepada orang alim yang lain. Kepada orang tua itu ia menceritakan bahwa ia sudah membunuh 100 orang. Dan, dengan penganiayaan yang keji ini, ia mempertanyakan apakah masih ada pintu taubat untuknya.Setelah mendengar keluh kesahnya dengan seksama, si orang tua yang alim ini akhirnya memberikan jawaban yang dinati-nanti. ” Hai anak muda, tetap masih ada pintu taubat untukmu. Siapakah yang dapat menghalangi bila saudara ingin bertaubat ? Pergilah kedusun “anu”. Disana ada banyak orang yang taat kepada Allah. Berbuatlah engkau sebagaimana mereka berbuat. Dan janganlah engkau kembali kenegrimu sebab dinegrimu banyak orang yang menyesatkan.”

Setelah menerima saran-saran dari orang alim tadi, maka berjalanlah pemuda yang ingin bertaubat kearah dimana dusun itu ditunjukkan. Sayangnya ditengah-tengah perjalanan mendadak ia meninggal dunia.Kematiannya yang mendadak membuat malaikat rahmat dan malaikat siksa bertengkar. Pertengkaran ini mendebatkan, apakah orang ini tergolong orang-orang yang dhalim atau tergolong orang-orang yang selamat.

Dikatakan dhalim, tapi saat ia berjalan, ia membawa niat ingin bertaubat dan betul-betul menyesali tiap-tiap perbuatannya. Kata malaikat rahmat,” Ia berjalan untuk bertaubat kepada Allah S.W.T dengan sepenuh hati.”

Tapi kata malaikat siksa,” Ia belum pernah melakukan kebajikan sama sekali.Pekerjaannya selalu membunuh. Dan ia pantas masuk neraka.” Tak berapa lama, datanglah malaikat menyerupai manusia yang diutus menjadi penengah diantara pertengkaran itu. Ia berkata dengan tegas kepada malaikat-malaikat tersebut. ” Ukur saja diantara dusun yang dia tinggalkan dan dusun yang akan ia tuju. Ukuran mana yang lebih dekat, maka masukkanlah ia kepada golongan orang sana.”

Kemudian tempat dimana orang dhalim itu terbujur tak bernyawa diukur terhadap dua dusun, yaitu jaraknya terhadap dusun yang akan dituju dan terhadap dusun yang ditinggalkan. Dusun yang dituju merupakan tempat tinggal orang-orang yang taat kepada Allah. Alhamdulilah, ternyata hasilnya ia lebih dekat kepada dusun yang akan dituju. Bedanya hanya kira-kira sejengkal saja.

Kembali ke Kisah Teladan Islami


Artikel lainnya :

Posted 29 September 2010 by arraahmanmedia in Kisah-Kisah, Zaman-Rasulullah

Tagged with ,