Archive for the ‘pemerintah’ Tag

Bukti Pemerintah Tidak Becus   Leave a comment


Belum genap sepekan Peringatan Hari Jadi Kereta Api pada 28 September 2010 lalu, dua kecelakaan fatal terjadi dan merenggut 35 nyawa. Satu kecelakaan kereta api terjadi di Stasiun Petarukan, Pemalang, yakni KA Argo Bromo Anggrek menabrak KA Senja Utama. Kecelakaan lain terjadi di Stasiun Purwosari, Solo. Pada kecelakaan itu KA Bima menyenggol bagian belakang KA Gaya Baru. Dugaan sementara, kecelakaan di Petarukan adalah karena faktor human error, yakni kelalaian masinis (Republika, 5/10).

 

Boleh jadi, memang ada faktor kesalahan manusia (human error) dalam kecelakaan kereta api tersebut. Namun, harus diakui, kecelakaan kereta api tidak hanya terjadi tempo hari. Tragedi kecelakaan kereta api di negeri ini seolah menjadi peristiwa rutin pada semua rezim di negeri ini.

 

Paling tidak, dalam rentang lima tahun (2004-2008) saja sudah terjadi ratusan kali kecelakaan kereta api. Rinciannya: 2004: 128 kecelakaan; 2005: 91 kecelakaan; 2006: 102 kecelakaan; 2007: 140 kecelakaan; 2008: 117 kecelakaan. Ratusan kasus kecelakaan tersebut terjadi dalam bentuk: tabrakan antar kereta api (28 kasus); tabrakan keretaapi dengan kendaraan bermotor (108 kasus); kereta api anjlog (442 kasus). Selama lima tahun itu saja, kecelakaan kereta api telah menelan korban meninggal, luka berat dan luka ringan sebanyak total 1221 orang. Adapun penyebab kecelakaan adalah karena: faktor alam (4%), faktor sarana (23%), faktor prasarana (18%), faktor SDM Operator (35%) dan faktor ekternal (20%) (Perkeretaapian.dephub.go.idUpdate: 23/1/2009).

Di tahun 2010 ini, menurut Dirjen Perkeretaapian Kementrian Perhubungan Hermanto Dwi Atmanto dua bulan lalu (6/8), hingga akhir Juli 2010 sudah terjadi 32 kecelakaan kereta api. Sebelumnya, tahun 2009, terjadi 90 kasus kecelakaan kereta api. (Berdikarionline.com, 4/1/2010).

Dengan melihat data-data kecelakaan di atas, jelas bahwa transportasi rakyat yang satu ini masih menjadi “mesin pembunuh”. Dari data-data di atas juga terbukti, bahwa Pemerintah benar-benar alpa memperhatikan transportasi yang aman bagi warga negaranya.

Padahal kereta api adalah salah satu jenis transportasi darat yang sangat “digemari” masyarakat. Pada tahun 1999 saja, penumpang berjumlah 186,469,269 orang. (Kereta-api.com). Boleh dikatakan, kereta api selama puluhan tahun menjadi salah satu alat transportasi “favorit” rakyat, khususnya kalangan menengah ke bawah. Namun, hal itu semata-mata karena kereta api masih dianggap sebagai alat transportasi yang “murah”, bukan karena masyarakat merasa aman dan nyaman memakai jasa kereta api. Sebab, jika dilihat dari faktor keamanan, angka-angka kecelakaan di atas jelas menunjukkan bahwa kereta api adalah salah satu alat transportasi yang bisa merupakan “ancaman mengerikan”. Adapun dilihat dari faktor kenyamanan, di Jabodetabek, misalnya, di gerbong kereta api eksekutif pun (KA Parahyangan) penumpang sering tidak kebagian tempat duduk; bahkan untuk sekadar duduk di lantai gerbong pun sering susah. Kebanyakan akhirnya berdiri berhimpitan, rata-rata lebih dari satu jam.

Di kelas ekonomi AC atau ekonomi keadaannya tentu lebih parah lagi. Penumpang dari kalangan masyarakat miskin diperlakukan seperti tumpukan barang/binatang dan itu dianggap sebagai hal yang biasa. Para lansia, ibu hamil, orang cacat dan balita pun diperlakukan sama; tak ada perlakuan khusus. Di kereta ekonomi pula, WC pun sering terpaksa menjadi tempat tidur bagi mereka. Penderitaan mereka seperti ini mereka alami setiap hari. Ironisnya, penderitaan semacam ini belum berakhir. Sebab, sewaktu-waktu bisa saja mereka menjadi korban pelecehan seksual, aksi pencopetan, dll; sebagaimana sering terjadi.

 

Pemerintah Tak Peduli!

Fakta-fakta di atas hanyalah akibat. Sebabnya tidak lain karena Pemerintah selama ini tidak mempedulikan nasib rakyat, termasuk untuk hal yang amat vital bagi mereka, yakni alat transportasi. Ketidakpedulian Pemerintah terhadap kebutuhan rakyatnya dalam hal transportasi yang murah, aman dan nyaman terlihat dari data-data berikut.

Pada 1939, panjang rel seluruh kereta api di Indonesia mencapai 6.811 kilometer. Idealnya, seiring pertambahan penduduk dan bertambah luas dan jauhnya areal tempat tinggal mereka, rel tersebut makin bertambah. Faktanya, pada tahun 2000, berarti dalam kurun sekitar 60 tahun, rel yang merupakan warisan Belanda itu susut menjadi tinggal 4.030 km, atau turun 41%. Kondisi sarana pendukungnya, seperti jumlah stasiun kereta api, juga sama. Pada 1955 jumlah stasiun kereta api mencapai 1.516 buah. Dalam kurun hanya 50 tahun, jumlah itu merosot 62% menjadi tinggal 571 stasiun. Selain susut, infrastruktur kereta api itu juga sering dibiarkan tak terawat. Panjang rel yang sudah aus dan cacat di Jawa dan Sumatra, misalnya, mencapai 540 kilometer dan belum diganti. Kondisi lokomotif yang dioperasikan pun sangat memprihatinkan. Dari 341 unit lokomotif yang ada pada 2008, hampir seluruhnya (82%) sudah tua dengan umur antara 16-30 tahun. Padahal di negara maju, seperti Jepang dan negara-negara Eropa, umur ekonomis kereta api guna menjamin keselamatan penumpang maksimal adalah 5-10 tahun, setelah itu diganti dengan sarana yang sama sekali baru. Di Indonesia hal itu tidak terjadi (Media Indonesia, 4/10/2010).

Lagi-lagi, faktor anggaran yang minim menjadi satu-satunya alasan Pemerintah. Padahal anggaran revitalisasi kereta api untuk lima tahun ke depan (2010-2015) yang diusulkan hanya sebesar Rp 20 triliun. Pemerintah tentu bisa segera merealisasikannya. Anggaran Rp 20 triliun selama lima tahun itu tentu sangat kecil. Pasalnya, dalam APBN 2010, anggaran Perjalanan Dinas Pejabat Pemerintah dan Anggota DPR saja selama setahun mencapai 19,5 triliun (Suara Merdeka, 20/9). Artinya, anggaran “plesiran” pejabat Pemerintah dan Anggota DPR 5 kali lipat lebih besar daripada anggaran untuk perbaikan sistem perekeretapian yang notebene menyangkut kebutuhan jutaan rakyat. Sungguh ironis! Mengapa? Karena selama ini lebih dari 70% APBN negeri ini dibiayai dari pajak (JPNN.com, 24/3/2010), yang berarti sebagian besarnya dibiayai oleh rakyat. Kenyataannya, uang rakyat itu banyak “dimakan” para pejabat dan anggota DPR. Untuk rakyat sendiri, cukup “recehan”-nya saja. Semua ini makin menegaskan satu hal: Pemerintah/DPR sesungguhnya tak pernah tidak peduli terhadap rakyat. Mereka hanya peduli terhadap diri sendiri!

 

Harus Bertanggung Jawab

Dalam sejarah ulama salaf, diriwayatkan bahwa Khalifah Umar bin Abdil Aziz dalam shalat tahajudnya sering membaca ayat berikut:

احشُرُوا الَّذينَ ظَلَموا وَأَزوٰجَهُم وَما كانوا يَعبُدونَ ﴿٢٢﴾ مِن دونِ اللَّهِ فَاهدوهُم إِلىٰ صِرٰطِ الجَحيمِ ﴿٢٣﴾ وَقِفوهُم ۖ إِنَّهُم مَسـٔولونَ ﴿٢٤﴾

(Kepada para malaikat diperintahkan), “Kumpulkanlah orang-orang yang zalim beserta teman sejawat mereka dan sembah-sembahan yang selalu mereka sembah, selain Allah. Lalu tunjukkanlah kepada mereka jalan ke neraka. Tahanlah mereka di tempat perhentian karena sesungguhnya mereka akan dimintai pertanggungjawaban.” (QS ash-Shaffat [37]: 22-24).

Beliau mengulangi ayat tersebut beberapa kali karena merenungi besarnya tanggung jawab seorang pemimpin di akhirat bila melakukan kezaliman.

Dalam riwayat lain, karena begitu khawatirnya atas pertanggungjawaban di akhirat sebagai pemimpin, Khalifah Umar bin Khaththab ra. berkata dengan kata-katanya yang terkenal, “Seandainya seekor keledai terperosok di Kota Baghdad karena jalanan rusak, aku sangat khawatir karena pasti akan ditanya oleh Allah SWT, ‘Mengapa kamu tidak meratakan jalan untuknya?’”

Itulah dua dari ribuan contoh yang pernah dilukiskan para salafus-shalih tentang tanggung jawab pemimpin di hadapan Allah kelak. Tidak lain karena para pemimpin dulu, yakni para khalifah kaum Muslim sepanjang Kekhilafahan Islam selama berabad-abad, memahami benar sabda Baginda Rasulullah saw.:

 

سَيِّدُ الْقَوْمِ خَادِمُهُمْ

 

Pemimpin suatu kaum adalah pelayan mereka (HR Ibn Majah dan Abu Nu’aim).

 

Mereka juga amat memahami sabda Rasul saw. yang lain:

 

اَلإِمَامُ رَاعٍ وَ هُوَ مَسْؤُوْلٌ عَنْ رَعِيَّتِهِ

 

Imam (Khalifah) adalah pengurus rakyat dan dia bertanggung jawab atas rakyat yang dia urus (HR al-Bukhari).

 

Khilafah: Pelayan Terbaik

Sejarah Islam yang otentik sesungguhnya banyak mencatat fakta betapa Khilafah adalah pelayan rakyat terbaik sepanjang sejarahnya. Contoh kecil, selama masa Khilafah Umayah dan Abbasiyah, di sepanjang rute para pelancong dari Irak dan negeri-negeri Syam (sekarang Suriah, Yordania, Libanon dan Palestina) ke Hijaz (kawasan Makkah) telah dibangun banyak pondokan gratis yang dilengkapi dengan persediaan air, makanan dan tempat tinggal sehari-hari untuk mempermudah perjalanan bagi mereka. Sisa-sisa fasilitas ini dapat dilihat pada hari ini di negeri-negeri Syam.

Khilafah Utsmaniyah juga melakukan kewajiban ini. Dalam hal kemudahan alat transportasi untuk rakyat, khususnya para peziarah ke Makkah, Khilafah membangun jalan kereta Istanbul-Madinah yang dikenal dengan nama “Hijaz” pada masa Sultan Abdul Hamid II. Khilafah Usmani pun menawarkan jasa transportasi kepada orang-orang secara gratis (Khilafah.com).

Bukan hanya manusia yang dilayani, hewan-hewan pun mendapatkan perlakuan yang baik, dilindungi oleh para khalifah. Ibn Rusyd al-Qurthubi meriwayatkan dari Malik bahwa Khalifah Umar ra. pernah melewati seekor keledai yang dibebani dengan tumpukan batu. Menyaksikan penderitaan hewan itu, Khalifah Umar ra. segera membuang sebagian tumpukan batu dari punggung hewan itu. Pemilik keledai itu, seorang wanita tua, datang kepada Khalifah Umar ra. dan berkata, “Wahai Umar, apa yang engkau lakukan dengan keledaiku? Memangnya engkau memiliki hak untuk melakukan apa yang engkau lakukan?” Khalifah Umar ra. mengatakan, “Menurutmu, memangnya apa yang membuatku mau mengisi jabatan ini (khalifah)?” Yang dimaksud oleh Umar ra., sebagai khalifah, ia bertanggung jawab atas semua hukum Islam, yang meliputi pula tindakan yang disebutkan oleh hadis Rasulullah saw., “Berhati-hatilah untuk tidak membebani punggung hewan.” (HR Abu Dawud).

Bandingkan dengan para pemimpin negeri ini. Betapapun jutaan rakyat tersiksa setiap hari di gerbong-gerbong kereta api-berdesak-desakan, berhimpitan dan bergelantungan seraya setiap saat terancam jiwanya-para penguasa negeri ini seolah tak peduli, hatta saat banyak rakyat terenggut nyawanya karena kecelakaan kereta api.

Para penguasa seperti ini patutlah merenungkan sabda Baginda Rasulullah saw., “Jabatan (kedudukan) itu pada permulaannya penyesalan, pertengahannya kesengsaraan (kekesalan hati) dan akhirnya adalah azab pada Hari Kiamat (HR Ath-Thabrani).

 

Wallahu a’lam bi ash-shawab.

 

Sumber:

klik disini

Posted 22 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Al-Islam, Buletin

Tagged with , , ,

Remaja dan Peraturan Pemerintah II   Leave a comment


Dari beberapa sumber yang kami tanyakan. “pulang sampai sore adalah metode yang tepat. Dapat mengurangi siswa yang kluyuran setelah sekolah, mendapat pelajaran yang banyak, dan merupakan kegiatan yang berguna daripada tidak belajar di rumah”

Coba kita tinjau ulang pernyataan ini.  Pertama mengurangi siswa yang kluyuran setelah sekolah. Apakah kita tahu kalau pulang jam 15.00 WIB mengurangi siswa yang kluyuran. Alasan yang tidak logis. Pemikiran remaja jika sudah lelah untuk belajar akan lebih kepada nongkrong (mampir) diwarung untuk istirahat sebentar. Ini hanya menambah jumlah siswa yang kluyuran.

Kedua, mendapat pelajaran yang banyak. Ingat “Makanlah sebelum lapar, dan berhenti makan sebelum kenyang” Istilah dalam hadits nabi ini bukan hanya disudutkan kepada soal makanan saja. Tetapi dengan berbagai hal. Jika otak kita terlalu banyak yang difikirkan, maka semua apa yang kita dapatkan dari awam sampai akhir akan sia-sia.

“Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara lainnya ; waktu mudamu sebelum dalang waktu tuamu, waktu sehatmu sebelum datang waktu sakitmu, waktu kayamu sebelum datang waktu miskinmu, waktu senggangmu sebelum datang waktu sibukmu, dan waktu hidupmu sebelum datang kematianmu.” (H.R. Baihaqi dan Hakim)

“Sungguh beruntung orang – orang beriman, (yaitu) orang yang khusyuk dalam sholatnya, dan orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang sia-sia.” (Q.S: al-Mu’minun ayat 1 – 3).

Ketiga, kegiatan yang lebih berguna daripada di rumah. Apakah sekolah tau kegiatan di rumah para remaja? Tidak. Sekali lagi alasan yang tidak logis. Pemerintah tidak tahu para remaja yang senang berolahraga pada sore hari. Itu berguna. Pemerintah tidak tahu bahwa banyak remaja yang membantu orang tua untuk bekerja setelah sekolah. Itu lebih sangat berguna. Dan pemerintah tidak tahu bahwa tidak sedikit para remaja yang menuntun pendalaman agama disaat sesudah sekolah. Bahkan kegiatan ini lebih sangat bermanfaat untuk kehidupan di dunia dan akhirat.

.”Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia memuliakan tetangganya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia ia memuliakan tamunya. Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, hendaklah ia berkata benar atau diam.” (HR Bukhari dan Muslim).

Hak Cipta

[Luqman Abdurrahman Shaleh]

Posted 21 September 2010 by arraahmanmedia in Artikel, Hak Cipta, Remaja

Tagged with , ,

Remaja dan Peraturan Pemerintah I   Leave a comment


Kita saat ini berbicara mengenai remaja kembali. Remaja saat ini adalah remaja yang cerdas dan kritis terhadap berbagai hal (hanya sebagian saja). Remaja saat ini sangat produktif dalam menghadapi suatu masalah. Namun topik pembicaraan kali ini bukan mengenai kemampuan berfikir kritis maupun kemampuan produktifitasnya dalam mengembangkan ilmu, melainkan topik yang kami berikan adalah mengenai kesibukan remaja sehari-hari.

Perlu kita ketahui bahwa, remaja saat ini sangat disibukkan oleh hal-hal duniawi saja. Mereka mememntingkat akademik mapun non-akademik yang berhubungan dengan sekolah tingkat smp-sma. Disinilah peran remaja yang sangat diperlukan bagi suatu negara.

Kita kaji kembali bahwa kegiatan sekolah para remaja di mulai pada pukul 07.00 WIB. Satu jam sebelumnya para remaja menyibukkan diri kepada hal yang kurang penting. Dari data yang kami punya [ar-raahman.media] sekitar 80% remaja di Indonesia pada saat itu sedang mempersiapkan diri untuk berangkat ke sekolah. Menyiapkan buku, persiapan baju dan kendaraan untuk berangkat ke sekolah. Waktu ini sangatlah kurang efektif. Apa gunanya kita mempersiapkan diri sebelum tidur. Jadi kalau telat bangun tidak grusah-grusuh untuk berangkat ke sekolah.

Telat bangun? Berarti juga telat untuk sholat subuh dong? Betul sekali. Rata-rata remaja kalangan smp-sma bangun tidur pada pukul 05.30. Secara nalar, berarti mereka tidak melaksanakan sholat subuh di rumah. Na’uzubillah. Kenapa bisa bangun kesiangan? Dari segala sumber yang kami dapat, Remaja tidur rata-rata jam 10.30 WIB. Waktu ini pun juga tidak digunakan untuk hal yang bermanfaat. Bisa saja kita melakukan sholat tahajut di pertengahan malam. Atau setidaknya kita berdzikir kepada Allah swt untuk menambah pahala.

Demi waktu, sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan saling nasehat-menasehati dalam menatapi kebenaran dan nasehat-menasehati dalam menetapi kesabaran” [Q.S. AI Ashr: (103): 1-3].

Kembali ke masalah waktu, lalu jika bangun pada pukul 05.30 WIB, berarti mereka tidak meluangkan waktunya untuk mengaji (membaca alquran)? Disinilah letak ketidak efektifan waktu bagi remaja. Seharusnya mereka jangan terlalu mementingkan sekolah saja. Tapi lebih memprioritaskan kepada hal-hal yang berhubungan dengan akhirat.

07.00 WIB. Waktu dimana para remaja menuntun ilmu demi kelangsungan hidup mereka nantinya. Pemerintah seharusnya mengurangi jam kepada berbagai tingkat sekolah, agar pulang sekolah tidak lebih dari jam 12.00 WIB. Ini dikarenakan karena remaja juga butuh tidur, butuh istirahat, butuh makan. Bagaimana jika sholat, istirahat dan makan di sekolah? Inilah metode pemerintah yang salah kaprah. Pemerintah memberlakukan aturan baru untuk mencerdaskan remaja dengan pulang pada pukul 15.00 Dan ada waktu tidur sebelum maghrib.

Kita review kembali. Otak kita akan bekerja secara maksimal pada saat pagi hari. Di siang hari otak kita merasa lelah jadi diperlukan waktu untuk istirahat di siang hari agar nanti malam otak kita kembali fresh dengan mudah. Jika sholat dzuhur disekolah, apakah kita tahu celananya najis atau tidak? Sekali lagi kami katakan, ini metode yang salah kaprah. Pulang jam 15.00 WIB. Kita masih ada banyak kegiatan yang lebih bermanfaat. Seperti olahraga, datang ke tempat bimbingan belajar, lebih-lebih kalau kita ada belajar mengaji di TPQ setempat. Lebih bermanfaat lagi.

hadits qudsi, “Pada setiap fajar ada dua malaikat yang berseru-seru: “Wahai anak Adam aku adalah hari yang baru, dan aku datang untuk menyaksikan amalan kamu. Oleh sebab itu manfaatkanlah aku sebaik-baiknya. Karena aku tidak kembali lagi sehingga hari pengadilan”.

(H.R. Turmudzi).

Hak Cipta

[Luqman Abdurrahman Shaleh]

Posted 21 September 2010 by arraahmanmedia in Artikel, Hak Cipta, Remaja

Tagged with , ,