Archive for the ‘allah swt’ Tag

Meraih Berkah Dari Allah swt   Leave a comment


Barokah atau berkah selalu diinginkan oleh setiap orang. Namun sebagian kalangan salah kaprah dalam memahami makna berkah sehingga hal-hal keliru pun dilakukan untuk meraihnya. Coba kita saksikan bagaimana sebagian orang ngalap berkah dari kotoran sapi. Ini suatu yang tidak logis, namun nyata terjadi. Inilah barangkali karena salah paham dalam memahami makna keberkahan dan cara meraihnya.

 

Makna Barokah

Dalam bahasa Arab, barokah atau berkah bermakna tetapnya sesuatu, dan bisa juga bermakna bertambah atau berkembangnya sesuatu.[1] Sedangkan tabarruk adalah istilah untuk meraup berkah atau “ngalap berkah”. Adapun makna barokah dalam Al Qur’an dan As Sunnah adalah langgengnya kebaikan, kadang pula bermakna bertambahnya kebaikan dan bahkan bisa bermakna kedua-duanya[2].

Seluruh Kebaikan Berasal dari Allah

Kadang kita salah paham. Yang kita harap-harap adalah kebaikan dari orang lain, sampai-sampai hati pun bergantung padanya. Mestinya kita tahu bahwa seluruh kebaikan dan keberkahan asalnya dari Allah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Katakanlah: “Wahai Tuhan yang mempunyai kerajaan, Engkau berikan kerajaan kepada orang yang Engkau kehendaki dan Engkau cabut kerajaan dari orang yang Engkau kehendaki. Engkau muliakan orang yang Engkau kehendaki dan Engkau hinakan orang yang Engkau kehendaki. Di tangan Engkaulah segala kebajikan. Sesungguhnya Engkau Maha Kuasa atas segala sesuatu” (QS. Ali Imron: 26). Yang dimaksud ayat “di tangan Allah-lah segala kebaikan” adalah segala kebaikan tersebut atas kuasa Allah. Tiada seorang pun yang dapat mendatangkannya kecuali atas kuasa-Nya. Karena Allah-lah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Demikian penjelasan dari Ath Thobarirahimahullah.[3]

 

Berbagai Keberkahan yang Halal

Setelah kita mengerti dengan penjelasan di atas, maka untuk meraih barokah sudah dijelaskan oleh syari’at Islam yang mulia ini. Sehingga jika seseorang mencari berkah namun di luar apa yang telah dituntunkan oleh Islam, maka ia berarti telah menempuh jalan yang keliru. Karena ingatlah sekali lagi bahwa datangnya barokah atau kebaikan hanyalah dari Allah.

Perlu diketahui bahwa keberkahan yang halal bisa ada dalam hal diniyah dan hal duniawiyah, atau salah satu dari keduanya. Contoh yang mencakup keberkahan diniyah dan duniawiyah sekaligus adalah keberkahan pada Al Qur’an Al Karim, Rasulshallallahu ‘alaihi wa sallam dan para sahabat radhiyallahu ‘anhum. Keberkahan seperti ini juga terdapat pada majelis orang sholih, keberkahan bulan Ramadhan, keberkahan makan sahur. Keberkahan pada hal diniyah saja semisal pada tiga masjid yang mulia yaitu masjidil harom, masjid nabawi, dan masjidil aqsho. Sedangkan keberkahan pada hal duniawiyah seperti keberkahan pada air hujan, pada tumbuhnya berbagai tumbuhan, keberkahan pada susu dan hewan ternak.[4]

Ada satu catatan yang perlu diperhatikan. Keberkahan yang halal di atas kadang diketahui karena ada dalil tegas yang menunjukkannya, kadang pula dilihat dari dampak, di sisi lain juga dilihat dari kebaikan yang amat banyak yang diperoleh. Namun untuk keberkahan dalam hal duniawiyah bisa diperoleh jika digunakan dalam ketaatan pada Allah. Jika digunakan bukan pada ketaatan, itu bukanlah nikmat, namun hanyalah musibah.[5]

 

Contoh Ngalap Berkah yang Halal

Kami contohkan misalnya keberkahan orang sholih, yaitu orang yang sholih secara lahir dan batin[6], selalu menunaikan hak-hak Allah. Di antara keberkahan orang sholih adalah karena keistiqomahan agamanya. Karena istiqomahnya ini, dia akan memperoleh keberkahan di dunia yaitu tidak akan sesat dan keberkahan di akhirat yaitu tidak akan sengsara[7]. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Maka jika datang kepadamu petunjuk daripada-Ku, lalu barangsiapa yang mengikuti petunjuk-Ku, ia tidak akan sesat dan tidak akan celaka.” (QS. Thoha: 123).

Keberkahan orang sholih pun terdapat pada usaha yang mereka lakukan. Mereka begitu giat menyebarkan ilmu agama di tengah-tengah masyarakat sehingga banyak orang pun mendapat manfaat. Itulah keberkahan yang dimaksudkan. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut orang-orang sholih yang berilmu sebagai pewaris para nabi. “Sesungguhnya para ulama adalah pewaris para nabi”.[8]

Ketika seseorang mencari harta dengan tidak diliputi rasa tamak, maka keberkahan pun bisa diraih. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan pada Hakim bin Hizam, “Wahai Hakim, sesungguhnya harta itu hijau lagi manis. Barangsiapa yang mencarinya untuk kedermawanan dirinya (tidak tamak dan tidak mengemis), maka harta itu akan memberkahinya. Namun barangsiapa yang mencarinya untuk keserakahan, maka harta itu tidak akan memberkahinya, seperti orang yang makan namun tidak kenyang. Tangan yang di atas lebih baik daripada tangan yang di bawah”[9] Yang dimaksud dengan kedermawanan dirinya, jika dilihat dari sisi orang yang mengambil harta berarti ia tidak mengambilnya dengan tamak dan tidak meminta-minta. Sedangkan jika dilihat dari orang yang memberikan harta, maksudnya adalah ia mengeluarkan harta tersebut dengan hati yang lapang.[10]

Begitu pula keberkahan dapat diperoleh dengan berpagi-pagi dalam mencari rizki. Dari sahabat Shokhr Al Ghomidiy, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Ya Allah, berkahilah umatku di waktu paginya.” Apabila Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirim peleton pasukan, beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam mengirimnya pada pagi hari. Sahabat Shokhr sendiri adalah seorang pedagang. Dia biasa membawa barang dagangannya ketika pagi hari. Karena hal itu dia menjadi kaya dan banyak harta.[11]

 

Ngalap Berkah yang Keliru

PertamaTabarruk dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau wafat.

Di antara yang terlarang adalah tabaruk dengan kubur beliau. Bentuknya adalah seperti meminta do’a dan syafa’at dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi kubur beliau. Semisal seseorang mengatakan, “Wahai Rasul, ampunilah aku” atau “Wahai rasul, berdo’alah kepada Allah agar mengampuniku dan menunjuki jalan yang lurus”. Perbuatan semacam ini bahkan termasuk kesyirikan karena di dalamnya terdapat bentuk permintaan yang hanya Allah saja yang bisa mengabulkannya.[12]

Juga yang termasuk keliru adalah mendatangi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallamlantas mengambil berkah dari kuburnya dengan mencium atau mengusap-usap kubur tersebut. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Para ulama kaum muslimin sepakat bahwa barangsiapa yang menziarahi kubur Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam atau menziarahi kubur para nabi dan orang sholih lainnya, termasuk juga kubur para sahabat dan ahlul bait, ia tidak dianjurkan sama sekali untuk mengusap-usap atau mencium kubur tersebut.”[13] Imam Al Ghozali mengatakan, “Mengusap-usap dan mencium kuburan adalah adat Nashrani dan Yahudi”.[14]

KeduaTabarruk dengan orang sholih setelah wafatnya.

Jika terhadap Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam saja tidak diperkenankan tabarrukdengan kubur beliau dengan mencium atau mengusap-usap kubur tersebut, maka lebih-lebih dengan kubur orang sholih, kubur para wali, kubur kyai, kubur para habib atau kubur lainnya. Tidak diperkenankan pula seseorang meminta dari orang sholih yang telah mati tersebut dengan do’a “wahai pak kyai, sembuhkanlah penyakitku ini”, “wahai Habib, mudahkanlah urusanku untuk terlepas dari lilitan hutang”, “wahai wali, lancarkanlah bisnisku”. Permintaan seperti ini hanya boleh ditujukan pada Allah karena hanya Allah yang bisa mengabulkan. Sehingga jika do’a semacam itu ditujukan pada selain Allah, berarti telah terjatuh pada kesyirikan.

Begitu pula yang keliru, jika tabarruk tersebut adalah tawassul, yaitu meminta orang sholih yang sudah tiada untuk berdo’a kepada Allah agar mendo’akan dirinya.

KetigaTabarruk dengan pohon, batu dan benda lainnya.

Ngalap berkah dengan benda-benda semacam ini, termasuk pula ngalap berkah dengan sesuatu yang tidak logis seperti dengan kotoran sapi (Kebo Kyai Slamet), termasuk hal yang terlarang, suatu bid’ah yang tercela dan sebab terjadinya kesyirikan.

Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Adapun pohon, bebatuan dan benda lainnya … yang dinama dijadikan tabarruk atau diagungkan dengan shalat di sisinya, atau semacam itu, maka semua itu adalah perkara bid’ah yang mungkar dan perbuatan ahli jahiliyah serta sebab timbulnya kesyirikan.”[15]

Perbuatan-perbuatan di atas adalah termasuk perbuatan ghuluw terhadap orang sholih dan pada suatu benda. Sikap yang benar untuk meraih keberkahan dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau wafat adalah dengan ittiba’ atau mengikuti setiap tuntunan beliau, sedangkan kepada orang sholih adalah dengan mengikuti ajaran kebaikan mereka dan mewarisi setiap ilmu mereka yang sesuai dengan tuntunan Allah dan Rasul-Nya. Inilah tabarruk yang benar.

 

Penutup

Dari penjelasan di atas, sebenarnya banyak sekali jalan untuk meraih keberkahan atau ngalap berkah yang dibenarkan. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kita mencukupkan dengan hal itu saja tanpa mencari berkah lewat jalan yang keliru, bid’ah atau bernilai kesyirikan. Carilah keberkahan dengan beriman dengan bertakwa pada Allah. AllahTa’ala berfirman (yang artinya), “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.” (QS. Al A’rof: 96)

Semoga Allah senantiasa melimpahkan kita berbagai keberkahan. Amin Yaa Mujibbas Saailin.

 

[Muhammad Abduh Tuasikal]

_____________

[1] Lihat Mu’jam Maqoyisil Lughoh, Ibnu Faris, 1/227-228 dan 1/230. Dinukil dari At Tabaruk, Dr. Nashir bin ‘Abdurrahman bin Muhammad Al Judai’, Maktabah Ar Rusyd Riyadh, 1411 H, hal. 25-26.

[2] Demikian kesimpulan dari Dr. Nashir Al Judai’ dalam At Tabaruk, hal. 39.

[3] Jaami’ul Bayan fii Ta’wilil Qur’an, Muhammad bin Jarir Ath Thobari, Muassasah Ar Risalah, cetakan pertama, 1420, 6/301,

[4] Lihat At Tabarruk, hal. 44.

[5] Lihat At Tabarruk, hal. 44.

[6] Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, Al Maktab Al Islami, 2/127.

[7] Lihat perkataan Ibnu ‘Abbas ketika menafsirkan surat Thoha ayat 123 dalamm Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, Muassasah Qurthubah, 9/376-377.

[8] HR. Abu Daud no. 3641, At Tirmidzi no. 2682 dan Ibnu Majah no. 223. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[9] HR. Bukhari no. 1472.

[10] Lihat Fathul Bari, Ibnu Hajar Al Asqolani, Darul Ma’rifah, 1379 H, 3/336.

[11] HR. Abu Daud no. 2606, At Tirmidzi no. 1212, Ibnu Majah no. 2236. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih.

[12] Lihat At Tabaruk, hal. 325.

[13] Majmu’ Al Fatawa, Ibnu Taimiyah, Darul Wafa’, cetakan ketiga, 1426 H, 27/79.

[14] Ihya’ ‘Ulumuddin, Imam Al Ghozali, Mawqi’ Al Waroq, 1/282.

[15] Majmu’ Al Fatawa, 27/136-137.

 

Posted 22 Oktober 2010 by arraahmanmedia in At-Tauhid, Buletin

Tagged with , , ,

Mensyukuri Nikmat Allah swt   Leave a comment


Seorang sahabat bernama Atha, suatu hari menemui Aisyah RA. Lalu ia bertanya, “Beritahukanlah kepadaku sesuatu yang menakjubkan dari  Rasulullah SAW?” Mendengar pertanyaan itu, tiba-tiba Aisyah menangis. Lalu Aisyah berkata, “Bagaimana tak menakjubkan, pada suatu malam beliau mendatangiku, lalu pergi bersamaku ke tempat tidur dan berselimut hingga kulitku menempel dengan kulitnya.”

 

 

Kemudian Rasulullah berkata, “Wahai putri Abu Bakar, biarkanlah aku beribadah kepada Tuhanmu.” Aisyah menjawab, “Saya senang berdekatan dengan Anda. Akan tetapi, saya tidak akan menghalangi keinginan Anda.” Rasulullah lalu mengambil tempat air dan berwudhu, tanpa menuangkan banyak air.

 

Nabi SAW pun shalat, lalu menangis hingga air matanya bercucuran membasahi dadanya.  “Beliau  ruku, lalu menangis. Beliau sujud lalu menangis. Beliau berdiri lagi lalu menangis. Begitu seterusnya hingga  sahabat bernama Bilal datang dan aku mempersilakannya masuk,” papar Aisyah.

 

“Ya Rasullulah, apa yang membuat Anda menangis? Padahal Allah telah mengampuni dosa-dosa Anda yang lalu maupun yang akan datang,” tanya Aisyah. “Tak bolehkah aku menghendaki agar menjadi seorang hamba yang bersyukur?” ungkap Nabi SAW.

 

Kisah yang tercantum dalam kitab Mukasyafah al-Qulub: al-Muqarrib ila Hadhrah allam al-Ghuyub Fi’ilm at-Ashawwuf  karya Imam Ghazali itu mengandung pesan bahwa umat manusia harus selalu mensyukuri setiap nikmat yang dianugerahkan Allah SWT.

 

Pentingnya bersyukur telah dijelaskan dalam surah Ibrahim ayat 17. Allah SWT berfirman, “…. Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.”

 

Sepertinya, kita perlu belajar dari sejarah Kaum Saba’.  Dikisahkan, Kaum Saba’ begitu maju peradabannya. Mereka menguasai teknologi yang tertinggi pada zamannya, yakni telah berhasil membangun bendungan Ma’rib. Menurut penulis Yunani, Ma’rib merupakan salah satu kota termaju saat itu (sekarang Yaman) dan memiliki lahan yang subur.

 

Bendungan Ma’rib mampu mengairi sekitar 9.600 ha lahan subur. Negeri itu pun kaya-raya. Namun, karena mereka tak bersyukur atas nikmat yang begitu melimpah, maka Allah menurunkan banjir besar yang menghancurkan semua kekayaan yang dimiliki penduduk negeri Saba’.  Dalam suatu tafsir dijelaskan, mereka diberi azab karena tak taat kepada seruan nabi utusan Allah.

 

Akhir-akhir ini, bangsa kita didera bencana yang beruntun, mulai dari bencana alam hingga kecelakaan yang merenggut begitu banyak korban jiwa. Sepanjang tahun, bencana dan kecelakaan datang silih berganti.

 

Boleh jadi, semua itu merupakan ujian dari Allah untuk menguji keimanan kita. Bisa pula, bencana itu merupakan peringatan atau bahkan siksaan (azab) dari Allah karena kita tak bersyukur atas nikmat yang diberikan-Nya.  Semoga kita senantiasa selalu menjadi insan yang pandai bersyukur. Wallahu ‘alam

 

[Prof Nanat Fatah Natsir]

 

Sumber:

http://www.facebook.com/notes/-buletin-jumat-/l-kolom-hikmah-l-mensyukuri-nikmat-l/442534831635

Posted 22 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Buletin

Tagged with , ,

Keyakinan Yang Benar Terhadap Allah swt   Leave a comment


Urgensi Mengenal Nama dan Sifat-Nya

 

Sesungguhnya mengenal Allah dan mengilmui tentang Allah akan menghantarkan hamba kepada kecintaan, penghormatan dan pengagungan, rasa takut dan harap, serta rasa ikhlas beramal untuk-Nya. Kebutuhan seorang hamba terhadap ilmu tersebut dan memperoleh buah dari lmu tersebut merupakan kebutuhan yang paling besar, paling utama, dan paling mulia. Al Imam Ibnul Qoyyim rahimahullahmengatakan, “Tidak ada kebutuhan bagi jiwa yang lebih besar daripada kebutuhan mengenal Sang Khaliq, kemudian untuk mencintai-Nya, mengingat-Nya, dan merasa senang dengan pengenalannya tersebut, serta mencari wasilah terhadap-Nya dan kedekatan di sisi-Nya. Tidak ada jalan untuk mencapai hal itu kecuali dengan mengenal sifat-sifat-Nya dan nama-nama-Nya. Semakin seorang hamba mengilmui tentang nama dan sifat Allah, dia akan lebih mengetahui tentang Allah dan semakin dekat dengan-Nya. Sebaliknya, semakin seorang hamba mengingkari nama dan sifat Allah, dia akan semakin bodoh terhadap Allah dan akan semakin benci dan jauh dari-Nya. Allah Ta’alaakan menempatkan (mengingat) seorang hamba di sisi-Nya tatkala seorang hamba memberi tempat bagi Allah dalam jiwanya”. Tidak ada jalan untuk mencapainya kecuali dengan mengenal nama dan sifat-Nya serta mempelajari dan memahami maknanya. [1]

 

Sumber Penetapan Nama dan Sifat Allah adalah al Quran dan Hadist

Dalam menetapkan nama dan sifat bagi Allah harus bersumberkan dari al Quran dan hadist, tidak boleh dengan selain keduanya. Tidak boleh menetapkan dan menolak nama dan sifat Allah berdasarkan akal dan logika semata.

Semua nama-nama yang ditetapkan bagi Allah Ta’ala bersumber dari Al Quran dan hadist yang shahih, bukan dengan akal dan hawa nafsu, karena akal tidak mampu mengetahui nama-nama yang pantas bagi Allah. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya” (QS. Al Isra’:36)

 

Yang Terlarang dalam Memahami Ayat-Ayat Sifat

Kewajiban kita adalah menetapkan nama dan sifat Allah yang telah Allah tetapkan dalam Al Quran dan disebutkan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadist sesuai tekstual/ zhohirnya. Dalam memahami nash (ayat dan hadist) tentang sifat kita tidak boleh melakukan tahrif, ta’thil, takyif, dan tamtsil.

Tahrif adalah menyelewengkan makna nama atau sifat Allah dari makna sebenarnya tanpa adanya dalil. Seperti mentahrif sifat mahabbah (cinta) bagi Allah menjadi irodatul khoir (menginginkan kebaikan) atau mentahrif makna istiwa’ (menetap tinggi) menjadiistaula (berkuasa).

Ta’thil yaitu menolak nama dan sifat Allah baik secara total maupun sebagian. Seperti menolak sifat wajah dan tangan bagi Allah.

Takyif adalah menyebutkan hakekat sifat Allah tanpa menyamakannya dengan makhluk. Seperti menyatakan panjang tangan Allah adalah sekian meter. Takyif tidak boleh dilakukan terhadap sifat Allah karena Allah tidak memberitahukan bagaimana hakekat sifat-Nya dengan sebenarnya.

Tamtsil adalah menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk. Seperti menyatakan Allah memiliki tangan dan tangan Allah sama dengan tangan manusia.[2]

Keempat hal tersebut terlarang dalam memahami nash tentang nama dan sifat Allah. 

 

Sikap Pertengahan dalam Mengimani Nama dan Sifat Allah

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah mengatakan, “Termasuk iman kepada Allah adalah beriman terhadap seluruh sifat yang Allah sifatkan bagi diri-Nya yang telah ditetapkan dalam kitab-Nya dan juga yang disifatkan oleh Rasul-Nya tanpa melakukantahrif dan ta’thil serta tanpa melakukan takyif dan tamtsil, bahkan wajib beriman bahwa Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “…Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Allah, dan Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy Syuura: 11)[3]

Inilah keyakinan Ahlus sunnah wal jama’ah. Keyakinan yang benar dalam mengimani nama dan sifat Allah. Mereka bersikap adil, berada pertengahan antara pelaku ta’thil(ahlu ta’thil) dan pelaku tamsil (ahlu tamsil)Ahlu ta’thil mengingkari seluruh nama dan sifat yang wajib bagi Allah. Mereka terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama menafikan (mengingkari) semuanya, seperti keyakinan Jahmiyyah dan Mu’tazilah. Adapun kelompok yang kedua menafikan sebagiannya, seperti Asy’ariyyah danMaturidiyyah. Sedangkan ahlu tamtsil menyerupakan Allah dengan makhluk-Nya. Mereka menyamakan sifat Allah dengan sifat makhluk-Nya, seperti yang diyakini oleh kelompok Karomiyyah dan Hasyaamiyyah.[4]

Jadi, Ahlus sunnah dalam keimananan terhadap nama dan sifat Allah berada di antara dua kelompok yang menyimpang, kelompok yang yang ghuluw (bersikap berlebih-lebihan) dalam menyucikan dan menafikan sifat Allah yaitu ahlu ta’thil dan kelompok yang ghuluw dalam menetapkan sifat Allah yaitu ahlu tamsilAhlus sunnah tidak ghuluw(berlebihan) dalam menetapkan dan menafikan, mereka menetapkan nama dan sifat Allah tanpa menyerupakannya dengan makhluk sebagaimana firman Allah dalam surat Asy Syuura’ di atas.

Dalam firman Allah (yang artinya) “Tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia’”merupakan penafian yang mengandung kesempurnaan. Ini merupakan sanggahan terhadap Ahlu tamsil. Sedangkan dalam firman Allah “Dia-lah yang Maha Mendengar dan Melihat.” merupakan penetapan nama dan sifat-Nya. Ini merupakan sanggahan terhadap Ahlu ta’thil.

 

Nama Allah Tidaklah Terbatas

Nama-nama Allah tidak dibatasi bilangan tertentu. Jumlahnya tidak terbatas dan AllahTa’ala yang mengetahuinya. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,“Aku memohon kepada Engkau dengan semua nama yang menjadi nama-Mu, baik yang telah Engkau jadikan sebagai nama diri-Mu atau yang Engkau ajarkan kepada seseorang dari makhluk-Mu atau Engkau turunkan dalam kitab-Mu atau Engkau sembunyikan menjadi ilmu ghaib di sisi-Mu.”[5]. Tidak ada seorang pun yang dapat membatasi dan mengetahui apa yang masih menjadi rahasia Allah dan menjadi perkara yang ghaib.

Adapun sabda beliau, “Sesungguhnya Allah memiliki 99 nama, yaitu seratus kurang satu. Barangsiapa yang menghafal dan faham maknanya, niscaya masuk surga”[6], tidak menunjukkan pembatasan nama-nama Allah dengan bilangan sembilan puluh sembilan. Makna yang benar adalah, sesungguhnya nama-nama Allah yang 99 itu mempunyai keutamaan bahwa siapa saja yang menghafal dan memahaminya akan masuk surga. Hal ini seperti seseorang mengatakan, “Saya punya uang 10.000 rupiah untuk disedekahkan”. Ini tidaklah menafikan bahwa saya punya uang yang lain yang tidak saya sedekahkan.[7]

 

Penyimpangan Terhadap Nama dan Sifat Allah

Terdapat beberapa praktek penyimpangan terhadap nama dan sifat Allah di masyarakat yang harus kita hindari. Allah mencela orang-orang yang melakukan penyimpangan terhadap nama dan sifat Allah. Allah berfirman (yang artinya): “Hanya milik Allah asmaa-ul husna , maka bermohonlah kepada-Nya dengan menyebut asmaa-ul husna itu dan tinggalkanlah orang-orang yang menyimpang dari kebenaran dalam (menyebut) nama-nama-Nya . Nanti mereka akan mendapat balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan” (Al A’raf:108). Berikut adalah bentuk-bentuk penyimpangan terhadap nama dan sifat Allah: 

  1. Nama Allah digunakan untuk menamakan berhala, seperti ‘Uzza diambil dari nama Allah Al ‘Aziz.
  2. Menamai Allah dengan sesuatu yang tidak layak, seperti kaum Nasrani menyebut Allah sebagai Tuhan Bapak.
  3. Menyifati Allah Ta’ala dengan sifat-sifat yang menunjukkan kekurangan dan celaan, padahal Allah Ta’ala Maha Suci dan Maha Tinggi dari semua sifat tersebut, sebagaimana ucapan sangat kotor dari orang-orang Yahudi yang mengatakan, “Sesungguhnya Allah miskin dan kami kaya” (QS. Ali-‘Imraan: 181).
  4. Menolak makna dari nama-nama Allah.
  5. Menyerupakan sifat Allah dengan sifat makhluk, seperti perkataan ahlu tamtsil.[8]

Buah Keimanan terhadap Nama dan Sifat Allah

Keimanan yang benar tentang nama dan sifat Allah akan memberikan buah yang manis bagi seorang mukmin. Hakekat iman yang sebenarnya adalah mengenal Rabb-Nya dan bersungguh-sungguh dalam mengenal nama dan sifat-Nya sampai mencapai derajat yakin. Sebatas pengenalan seorang hamba terhadap Allah maka sebatas itu pula keimanannya. Semakin bertambah pengenalan terhadap nama dan sifat-Nya, semakin bertambah pula pengenalan seorang hamba terhadap Rabb-Nya dan semakin bertambah pula imannya. Sebaliknya, semakin kurang pengenalan seorang hamba terhadap nama dan sifat-nya semakin berkurang pula imannya. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ”Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah para ulama” (QS. Faathir:28).

Ibnu Katsir rahimahullah mengatakan, “Maksudnya yang takut dengan rasa takut yang sebenarnya adalah para ulama yang mengenal Allah. Karena semakin mengenal Allah Al ‘AdziimAl QadiirAl ‘Aliim yang disifati dengans sifat yang sempurna dan dengan nama yang indah dan mulia, maka semakin sempurnalah pengenalan terhadap Allah dan semakin sempurna pula ilmu tentang nama dan sifat-Nya, rasa takut yang timbul akan semakin besar dan semakin bertambah”. Seorang ulama salaf mengungkapkan hal ini dalam perkatannya, ”Barangsiapa yang paling mengenal tentang Allah, maka dia yang paling takut kepada-Nya”.[9]

Semoga dengan paparan singkat ini kita menjadi lebih termotivasi untuk lebih mengenal Allah dengan mempelajari nama-nama dan sifat-sifat-Nya. Wa shalallahu ‘alaa Nabiyyina Muhammad.

 

[Adika Mianoki]

 

_____________

[1] Dinukil dari Kitab Fiqhul Ad’iyah wal Adzkar Bab “Ahammiyatul ‘ilmi bi asmaaillaahi wa shifaatihi” I/119, Syaikh ‘Abdurrozzaq al Badr, Daar Ibnu ‘Affaan

[2] Lihat Syarh al ‘Aqidah al Washitiyah hal 13-14, Syaikh Shalih Fauzan.

[3] Matan al ‘Aqidah al Wasitihyah

[4] Lihat Al Mufiid fii Muhammaati at Tauhid hal 49, Dr. ‘Abdul Qodir as Shufi, Adwaus Salaf.

[5] Dishahihkan oleh Syaikh Albani dalam As Shahihah (199)

[6] HR. Bukhari (7392) dan Muslim (2677)

[7] Lihat al Qowaa’idul Mustla 15, Syaikh ‘Utsaimin, Daarul Wathon.

[8] Lihat Syarh al Aqidah Wasithiyah 24, Syaikh Khalid Mushlih, Daarul Ibnul Jauzi.

[9] Dinukil dari Fiqhul Ad’iyah wal Adzkar I/120-121.

 

Sumber:

At Tauhid edisi VI / 40 15 Oktober 2010

Posted 22 Oktober 2010 by arraahmanmedia in At-Tauhid, Buletin

Tagged with , , , ,

Hadiah Dari Allah swt Bagi Yang Meninggalkan Zina   Leave a comment


Allah menyebutkan kisah Yusuf bin Ya’kub u dalam satu surat lengkap. Di dalamnya terdapat banyak pelajaran dan manfaat yang lebih dari 1000 buah. Nabi yang mulia ini diuji Allah dengan ujian yang sangat berat, tetapi beliau bersabar. Dan demikian itulah keadaan orang-orang shalih. Akhirnya, mihnah (ujian) itu berubah menjadi minhah rabbaniyah (anugerah Tuhan). Berikut ini kisahnya:

Ibu Yusuf bernama Rahil. Ia memiliki sebelas saudara. Ayahnya sangat mencintai Yusuf . Hal itulah yang kemudian mengakibatkan kedengkian saudara-saudaranya yang lain. Sebab mereka adalah satu kelompok, satu jama’ah. Namun sang ayah begitu cintanya kepada Yusuf dan saudaranya Bunyamin. Apa yang terjadi selanjutnya? Mereka meminta kepada sang ayah agar Yusuf diperbolehkan pergi bersama mereka. Mereka pura-pura memperlihatkan keinginan agar Yusuf menggembala bersama mereka, padahal mereka menyembunyikan sesuatu daripadanya, yang hanya Allah Yang Maha Tahu. Maka mereka pun mengajak Yusuf, lalu mereka melemparkannya ke dalam sumur tua. Kemudian datanglah rombongan musafir. Mereka menurunkan timba ke dalam sumur dan Yusuf pun menggayut padanya. Yusuf lalu dijual kepada seorang raja di Mesir. Ia dibeli hanya dengan beberapa dirham.([1]) Lalu apa yang terjadi selanjutnya?

Allah berfirman:
“Dan wanita (Zulaikha) yang Yusuf tinggal di rumahnya menggoda Yusuf untuk menundukkan dirinya (kepadanya) dan dia menutup pintu-pintu, seraya berkata, ‘Marilah ke sini’. Yusuf berkata, ‘Aku berlindung kepada Allah, sungguh tuanku telah memperlakukan aku dengan baik’. Sesungguhnya orang-orang yang zhalim tiada akan beruntung. Sesungguhnya wanita itu telah bermaksud (melakukan perbuatan itu) dengan Yusuf, dan Yusuf pun bermaksud (melakukan pula) dengan wanita itu andaikata dia tidak melihat tanda (dari) Tuhannya. Demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (Yusuf: 23-24).

Allah menyebutkan godaan isteri raja tersebut kepada Yusuf u serta permintaannya kepada Yusuf sesuatu yang tidak pantas dengan posisi dan kedudukannya. Yakni wanita itu berada di puncak kecantikan, kejelitaan, kedudukan dan masih amat muda. Ia lalu menutup semua pintu untuk hanya berdua. Ia telah siap untuk menyerahkan dirinya dengan mengenakan pakaian kebesaran yang sangat indah. Padahal ia adalah seorang isteri raja. Sedangkan Yusuf u kala itu adalah seorang pemuda tampan dan elok, sedang berada di masa pubertas, masih perjaka dan tidak ada yang bisa menggantikannya. Ia jauh dari keluarga dan kampung halamannya.

Sedangkan orang yang tinggal di tengah-tengah keluarga dan sahabatnya tentu akan malu jika diketahui perbuatan kejinya, sehingga akan jatuhlah kehormatannya dalam pandangan mereka. Tetapi, jika ia berada di negeri asing, maka kendala itu sirna. Apalagi ia dalam posisi diminta, maka menjadi hilanglah kendala lelaki yang biasanya menawarkan diri, hilang pula rasa takutnya untuk tidak bersambut. Dan wanita itu berada dalam kekuasaan dan rumah pribadinya, sehingga ia tahu persis kapan waktu yang tepat, dan di tempat mana sehingga tak ada yang bisa melihat.

Namun, betapapun kesempatan yang ada, Yusuf justru menjaga diri dari yang diharamkan, Allah menjaganya dari berbuat keji karena dia adalah keturunan para nabi. Allah menjaganya dari tipu daya para wanita. Dan Allah pun menggantinya dengan kekuasaan di muka bumi, di mana saja yang ia kehendaki. Allah memberinya kerajaan. Lalu, kepadanya datang wanita yang sebelumnya dengan merendahkan diri, meminta dan mengiba agar dinikahinya secara halal, maka Yusuf pun menikahinya. Ketika malam pertama, Yusuf berkata kepadanya, ‘Ini sungguh lebih baik daripada apa yang dulu engkau inginkan.’

Wahai umat Islam, renungkanlah! Betapa setelah ia meninggalkan yang haram, Allah lalu menggantinya dengan sesuatu yang lebih baik daripadanya. Karena itu, Yusuf adalah penghulu dari tujuh (golongan) para penghulu yang bertakwa dan amat mulia. Sebagaimana disebutkan dalam Shahihain dari penutup para nabi, dari Tuhan segenap langit dan bumi:

سَبْعَةُ يُظِلُّهُمُ اللهُ فِيْ ظِلِّهِ يَوْمَ لاَ ظِلَّ إِلاَ ظِلُّهُ: إِمَامٌ عَادِلٌ، وَرَجُلٌ ذَكَرَ الله خَالِيًا فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ، وَرَجُلٌ قَلْبُهُ مُعَلَّقٌ بِاْلمَسْجِدِ إِذَا خَرَجَ مِنْهُ حَتَّى يَعُوْدَ إِلَيْهِ، وَرَجُلاَنِ تَحَابَّ فِي اللهِ اجْتَمَعَا عَلَيْهِ وَتَفَرَّقَا عَلَيْهِ، وَرَجُلٌ تَصَدَّقَا بِصَدَقَةٍ فَأَخْفَاهَا حَتَّى لاَ تَعْلَمَ شِمَالُهُ مَا تُنْفِقُ يَمِيْنُهُ، وَشَابٌّ نَشَأَ فِي عِبَادَةِ اللهِ، وَرَجُلٌ دَعَتْهُ امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ فَقَالَ: إِنِّيْ أَخَافُ الله (رواه البخاري ومسلم)

“Ada tujuh (golongan) yang mendapatkan naungan Allah, saat tidak ada naungan kecuali naungan-Nya; penguasa yang adil, laki-laki yang mengingat Allah secara menyendiri kemudian air matanya mengalir, laki-laki yang hatinya tertambat dengan masjid saat ia keluar daripadanya sampai ia kembali lagi, dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka berkumpul dan berpisah karena-Nya, laki-laki yang menyembunyikan sedekahnya, sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang dikeluarkan oleh tangan kanannya, pemuda yang tumbuh (dengan senantiasa) beribadah kepada Allah serta laki-laki yang diajak oleh wanita yang berpangkat dan jelita (tetapi) ia berkata, ‘Sesungguhnya aku takut kepada Allah’.”

[1] Inilah ringkasan kisah Nabi yang mulia tersebut. Barangsiapa yang ingin meengetahuinya secara lengkap hendaknya membaca dan merenungkan surat Yusuf dengan merujuk kepada tafsir bil ma’tsur, terutama tafsir Ibnu Katsir dan Tarikhnya. Wallahu a’lam.

Posted 21 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Kisah-Kisah, Kisah-Teladan

Tagged with , , ,

Allah swt Senantiasa Bersama Alim Ulama   Leave a comment


Diriwayatkan oleh al-Khatib dengan sanad yang sampai kepada Abi al-Abbas al-Bakari, dia berkata, “Suatu hari aku dalam perjalanan bergabung dengan Ibnu Jarir, Ibnu Huzaimah, Muhammad bin Nashir al-Marwazi, Muhammad bin Harun ar Royani ke Mesir. Mereka semua kehabisan bekal, tidak tersisa makanan sedikit pun. Mereka sangat lapar. Kemudian mereka berkumpul pada malam hari di sebuah tempat untuk menginap di situ.

Mereka sepakat mengadakan undian. Bagi yang memperoleh undian harus mencari makanan. Undian pun jatuh pada Ibnu Huzaimah. Setelah itu ia berkata kepada teman-temannya, ‘Berilah saya kesempatan mengerjakan shalat Istikharah.’

Ternyata shalat istikharah yang ia lakukan membuahkan hasil. Tiba-tiba mereka memperoleh penerangan lampu lilin dan terlihat seorang utusan gubernur Mesir mengetuk pintu. Mereka membukakan pintu itu.

Utusan gubernur bertanya, ‘Mana yang bernama Muhammad bin Nashir?’ Dijawab, ‘Ini orangnya’. Utusan itu mengeluarkan sebuah kantong berisi 50 dinar, dan memberikannya kepada Muhammad bin Nashir.

Utusan bertanya lagi, ‘Mana yang bernama Muhammad bin Jarir?’ Lalu ia diberi 50 dinar. Begitu juga ar-Royani dan Ibnu Huzaimah.

Kemudian sang utusan berkata, ‘Ketika Gubernur tidur siang (qailulah) kemarin, beliau bermimpi bahwa terdapat beberapa orang bernama Muhammad sedang kelaparan, tetapi mereka menyembunyikan rasa lapar itu. Lalu beliau mengirim kantong uang ini kepada kalian. Beliau berpesan, ‘Jika kantong uang itu telah dibagikan, hendaklah salah seorang di antara kalian menghadap kepadanya’.”

Sumber : Disadur dari Waqafat Ma’a Salafina ash-Shalih, 318.
Oleh : Abu Thalhah Andri Abdul Halim

Posted 30 September 2010 by arraahmanmedia in Islami, Kisah-Kisah

Tagged with ,

Allah swt Maha Pengampun   Leave a comment


Pada suatu hari Umar bin Khathab masuk ke rumah Rasulullah SAW dalam keadaan menangis, padahal beliau terkenal orang yang keras dan kuat hati.

“Di depan pintu Rasulullah SAW ini, ada seorang pemuda yang menangis tersedu-sedu. Aku terharu melihatnya, hingga aku sendiri turut menangis.”

Rasulullah SAW berkata, “Perintahkan dia masuk!” Anak muda itu pun masuk ke rumah Rasulullah SAW dalam keadaan masih mencucurkan air mata.

Rasulullah SAW bertanya, “Apakah sebabnya engkau menangis, wahai anak muda?”
“Aku menangis mengenang dosaku yang amat banyak. Saking banyaknya, rasanya pundakku tiada kuasa lagi memikulnya.”, jawab anak muda.

Terjadilah tanya jawab antara Rasulullah SAW dengan pemuda itu.
Rasulullah SAW bertanya, “Apakah engkau menyekutukan Tuhan, syirik?”
“Tidak!” jawab pemuda.
“Kalau demikian, Tuhan akan mengampuni dosa-dosamu, walaupun dosamu itu seberat langit, bumi dan gunung,” sahut Rasulullah SAW.

“Dosaku lebih berat daripada itu lagi,” kata pemuda itu.
“Apakah dosamu itu lebih berat dari seluruh tahta?” tanya Rasulullah SAW.
“Memang, lebih berat dari itu, ya Rasulullah,” jawab pemuda itu.

Rasulullah SAW bertanya lagi, “Apakah lebih berat daripada Arsy?”
Jawab pemuda itu, “Lebih berat lagi!”
“Apakah dosamu itu lebih berat dari Tuhanmu sendiri, yang mempunyai sifat pengampun dan penerima taubat?” sahut Rasulullah SAW.
Jawab pemuda itu, “Tidak ya Rasulullah, ampunan Tuhan lebih berat daripada dosaku. Tidak ada sesuatu yang lebih berat daripada ampunan Tuhan.”

Tanya Rasulullah SAW, “Terangkanlah dosa yang telah engkau lakukan itu, dan jangan engkau segan dan merasa malu-malu.”

Akhirnya, anak muda itu menerangkan, “Saya bekerja sebagai penjaga kuburan, sudah tujuh tahun lamanya. Pada suatu hari, meninggal seorang budak perempuan milik seorang golongan Anshar, dan dikuburkan di pemakaman yang saya jaga itu. Saya digoda oleh iblis sehingga diwaktu malam aku bongkar kuburan itu kembali. Saya curi kain kafan yang membalut mayat wanita itu. Kemudian saya meninggalkan tempat itu.

Pada suatu ketika yang lain, saya berjalan kembali ke dekat kuburan itu. Tiba-tiba wanita yang sudah mati itu bangkit dari kuburnya dan berkata kepada saya dengan suaranya yang lantang, “Celakalah engkau hai anak muda! Tidakkah engkau melakukan perbuatan kejam terhadap seorang wanita yang tidak berdaya lagi? Sampai hatikah engkau membiarkan aku menghadap Tuhan dalam keadaan telanjang?”

Mendengar keterangan itu, maka Rasulullah SAW sangat marah seraya berkata, “Engkau memang seorang yang fasik dan akan masuk neraka!”

Seketika itu juga beliau mengusir anak muda itu. Dengan gemetar tetapi masih dalam keadaan kesadaran, anak muda itu menyesali perbuatannya itu tiada putus-putusnya. Setiap malam ia berkhalwat dan tak habis-habisnya menyesali perbuatannya yang zalim itu.

Dia selalu memohon do’a kepada Tuhan, “Ya Tuhanku, aku menyatakan taubat dari perbuatan yang sesat itu. Jika Engkau, ya Tuhan, masih memberikan ampunan atas dosa yang aku perbuat itu, maka sampaikan hal itu kepada Rasulullah SAW. Jika dosaku itu memang tidak Engkau ampuni lagi, maka turunkanlah api dari langit untuk membakar kulitku sehingga aku menjadi hangus, sebagai balasan atas dosa yang aku lakukan itu.”

Sementara tidak berapa lama, kemudian Malaikat Jibril menyampaikan kepada Rasulullah SAW wahyu yang menyatakan bahwa Tuhan mengampuni dosa anak muda itu, sebab taubatnya itu dilakukan dengan tulus ikhlas.

Setelah wahyu turun, maka Rasulullah SAW memanggil anak muda itu menyampaikan kepadanya berita yang menggembirakan itu.

Posted 28 September 2010 by arraahmanmedia in Kisah-Kisah

Tagged with ,

Bukti Beriman Kepada Allah swt   2 comments


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ : مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْراً أًوْ لِيَصْمُتْ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَاْليَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ، وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ

[رواه البخاري ومسلم]

Artinya:

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu, sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda: “Siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia berkata baik atau diam, siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir hendaklah dia menghormati tetangganya dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya” (Bukhori dan Muslim)

Hak Cipta

[Luqman Abdurrahman Shaleh]

Posted 24 September 2010 by arraahmanmedia in Hak Cipta, Kumpul-Hadits

Tagged with , , , ,

Awal Mula Manusia Telah Ditetapkan   Leave a comment


عَنْ أَبِي عَبْدِ الرَّحْمَنِ عَبْدِ اللهِ بنِ مَسْعُوْدٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : حَدَّثَنَا رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم وَهُوَ الصَّادِقُ الْمَصْدُوْقُ : إِنَّ أَحَدَكُمْ يُجْمَعُ خَلْقُهُ فِي بَطْنِ أُمِّهِ أَرْبَعِيْنَ يَوْماً نُطْفَةً، ثُمَّ يَكُوْنُ عَلَقَةً مِثْلَ   ذَلِكَ، ثُمَّ يَكُوْنُ مُضْغَةً مِثْلَ ذَلِكَ، ثُمَّ يُرْسَلُ إِلَيْهِ الْمَلَكُ فَيَنْفُخُ فِيْهِ الرُّوْحَ، وَيُؤْمَرُ بِأَرْبَعِ كَلِمَاتٍ: بِكَتْبِ رِزْقِهِ وَأَجَلِهِ وَعَمَلِهِ وَشَقِيٌّ      أَوْ سَعِيْدٌ.    فَوَ اللهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ غَيْرُهُ إِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ الْجَنَّةِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ فَيَدْخُلُهَا، وَإِنَّ أَحَدَكُمْ لَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ النَّارِ حَتَّى مَا يَكُوْنُ بَيْنَهُ وَبَيْنَهَا إِلاَّ ذِرَاعٌ فَيَسْبِقُ عَلَيْهِ الْكِتَابُ فَيَعْمَلُ بِعَمَلِ أَهْلِ  الْجَنَّةِ فَيَدْخُلُهَا

[رواه البخاري ومسلم]

Artinya:

Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud radiallahuanhu beliau berkata : “Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam menyampaikan kepada kami dan beliau adalah orang yang benar dan dibenarkan : Sesungguhnya setiap kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya sebagai setetes mani selama empat puluh hari, kemudian berubah menjadi setetes darah selama empat puluh hari, kemudian menjadi segumpal daging selama empat puluh hari. Kemudian diutus kepadanya seorang malaikat lalu ditiupkan padanya ruh dan dia diperintahkan untuk menetapkan empat perkara : menetapkan rizkinya, ajalnya, amalnya dan kecelakaan atau kebahagiaannya. Demi Allah yang tidak ada Ilah selain-Nya, sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli surga hingga jarak antara dirinya dan surga tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli neraka maka masuklah dia ke dalam neraka. sesungguhnya di antara kalian ada yang melakukan perbuatan ahli neraka hingga jarak antara dirinya dan neraka tinggal sehasta akan tetapi telah ditetapkan baginya ketentuan, dia melakukan perbuatan ahli surga  maka masuklah dia ke dalam surga.”

(Bukhori dan Muslim).

Hak Cipta

[Luqman Abdurrahman Shaleh]

Posted 24 September 2010 by arraahmanmedia in Hak Cipta, Kumpul-Hadits

Tagged with , , ,

Cinta-Nya Kepada Hamba-Hamba-Nya   Leave a comment


عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ قَالَ : قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم : إِنَّ اللهَ تَعَالَى قَالَ : مَنْ عَادَى لِي وَلِيًّا فَقَدْ آذَنْتُهُ بِالْحَرْبِ، وَمَا تَقَرَّبَ إِلَيَّ عَبْدِي بِشَيْءٍ أَحَبَّ إِلَيَّ مِمَّا افْتَرَضْتُهُ عَلَيْهِ، وَلاَ يَزَالُ عَبْدِي يَتَقَرَّبُ إِلَيَّ بِالنَّوَافِلِ حَتَّى أُحِبَّهُ، فَإِذَا أَحْبَبْتُهُ كُنْتُ سَمْعَهُ الَّذِي يَسْمَعُ بِهِ وَبَصَرَهُ الَّذِي يُبْصِرُ بِهِ، وَيَدَهُ الَّتِي يَبْطِشُ بِهَا، وَرِجْلَهُ الَّتِي يَمْشِي بِهَا، وَلَئِنْ سَأَلَنِي لأُعْطِيَنَّهُ، وَلَئِنِ اسْتَعَاذَنِي لأُعِيْذَنَّهُ

[رواه البخاري]

Artinya:

Dari Abu Hurairah radhiallahuanhu berkata : Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : Sesungguhya Allah ta’ala berfirman : Siapa yang memusuhi waliku maka Aku telah mengumumkan perang dengannya. Tidak ada taqarrubnya seorang hamba kepada-Ku yang lebih aku cintai kecuali dengan  beribadah dengan apa yang telah Aku wajibkan kepadanya. Dan hambaku yang selalu mendekatkan diri kepada-Ku dengan nawafil (perkara-perkara sunnah di luar yang fardhu) maka Aku akan mencintainya dan jika Aku telah mencintainya maka Aku adalah pendengarannya yang dia gunakan untuk mendengar, penglihatannya yang dia gunakan untuk melihat, tangannya yang digunakannya untuk memukul dan kakinya yang digunakan untuk berjalan. Jika dia meminta kepadaku niscaya akan aku berikan dan jika dia minta perlindungan dari-Ku niscaya akan Aku lindungi “

(Bukhori)

Hak Cipta

[Luqman Abdurrahman Shaleh]

Posted 24 September 2010 by arraahmanmedia in Hak Cipta, Kumpul-Hadits

Tagged with ,

Sungguh Mudah Menggapai Banyak Pahala   2 comments


عَنْ ابْنِ عَبَّاسِ رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا، عَنْ رَسُوْلِ اللهِ صَلى الله عليه وسلم فِيْمَا يَرْوِيْهِ عَنْ رَبِّهِ تَبَارَكَ وَتَعَالَى : إِنَّ اللهَ كَتَبَ الْحَسَنَاتِ وَالسَّيِّئَاتِ، ثُمَّ بَيَّنَ ذَلِكَ : فَمَنْ هَمَّ بِحَسَنَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ عَشْرَةَ حَسَنَاتٍ إِلَى سَبْعِمِائَةِ  ضِعْفٍ إِلَى أَضْعَافٍ كَثِيْرَةٍ، وَإِنْ هَمَّ بِسَيِّئَةٍ فَلَمْ يَعْمَلْهَا كَتَبَهَا اللهُ عِنْدَهُ حَسَنَةً كَامِلَةً، وَإِنْ هَمَّ بِهَا فَعَمِلَهَا كَتَبَهَا اللهُ سَيِّئَةً وَاحِدَةً “

[رواه البخاري ومسلم في صحيحهما بهذه الحروف]

Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

Dari Ibnu Abbas radhiallahuanhuma, dari Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam sebagaimana dia riwayatkan dari Rabbnya Yang Maha Suci dan Maha Tinggi : Sesungguhnya Allah telah menetapkan kebaikan dan keburukan, kemudian menjelaskan hal tersebut : Siapa yang ingin melaksanakan kebaikan kemudian dia tidak mengamalkannya, maka dicatat disisi-Nya sebagai satu kebaikan penuh. Dan jika dia berniat melakukannya dan kemudian melaksanakannya maka Allah akan mencatatnya sebagai sepuluh kebaikan hingga tujuh ratus kali lipat bahkan hingga kelipatan yang banyak. Dan jika dia berniat melaksanakan keburukan kemudian dia tidak melaksanakannya maka baginya satu kebaikan penuh, sedangkan jika dia berniat kemudian dia melaksanakannya Allah mencatatnya sebagai satu keburukan.

(Riwayat Bukhori dan Muslim dalam kedua shahihnya dengan redaksi ini).

Kasih sayang Allah terhadap hamba-Nya yang beriman sangat luas dan ampunannya menyeluruh sedang pemberian-Nya tidak terbatas. Sesungguhnya apa yang tidak kuasa oleh manusia, dia tidak diperhitungkan dan dipaksa menunaikannya.

Allah tidak menghitung keinginan hati dan kehendak perbuatan manusia kecuali jika kemudian dibuktikan dengan amal perbuatan dan praktik. Seorang muslim hendaklah meniatkan perbuatan baik selalu dan membuktikannya, diharapkan dengan begitu akan ditulis pahalanya dan ganjarannya dan dirinya telah siap untuk melaksanakannya jika sebabnya telah tersedia. Semakin besar tingkat keikhlasan semakin berlipat-lipat pahala dan ganjaran.[ haditsarbain.wordpress]

Hadits ini memberikan penjelasan bahwa, setiap amal kebaikan yang kita lakukan pasti akan dicatat oleh malaikat Allah swt sebagi bukti bahwa apa yang mereka kerjakan itu benar. Dan saat kita berniat melakukan suatu kebaikan, niat ini akan dicatat oleh Allah swt maka jika niat yang kita punya lalu niat itu kita kerjakan dengan ikhlas karena mengharap ridho dari Allah swt maka akan dilipat gandakan menjadi 700x lipat dari kebaikan yang kita niati tersebut.

Dan jika kita berniat untuk melakukan keburukan, dan kita pada saat itu tidak melakukan keburukan tersebut, maka semua itu akan menjadi hal yang baik dan dicatat oleh Allah swt. Namun jika kita melakukannya, maka kita sudah mendapatkan satu poin keburukan di hadapan Allah swt.

Subhanallah, Maha Suci Allah swt yang telah memberikan berbagai banyak pahala yang bisa diraih. Namun kenapa kita menyia-nyiakannya? Marilah kita instropeksi diri kembali. Ini demi tujuan yang ingin kita raih di Surga kelak. Amien.

Hak Cipta

[Luqman Abdurrahman Shaleh]

Posted 23 September 2010 by arraahmanmedia in Artikel, Bedah Hadits, Hak Cipta

Tagged with , ,

Subhanallah, Allah swt Maha Pengampun   Leave a comment


عَنِ ابْنِ عَبَّاس رَضِيَ اللهُ عَنْهُمَا : أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلم قَالَ : إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِيْ عَنْ أُمَّتِي : الْخَطَأُ وَالنِّسْيَانُ وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ

[حديث حسن رواه ابن ماجة والبيهقي وغيرهما]

Terjemah hadits / ترجمة الحديث :

Dari Ibnu Abbas radiallahuanhuma : Sesungguhnya Rasulullah Shallallahu’alaihi wasallam bersabda : “Sesungguhnya Allah ta’ala memafkan umatku karena aku (disebabkan beberapa hal) : Kesalahan, lupa dan segala sesuatu yang dipaksa“

(Hadits hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan Baihaqi dan lainnya)

Allah ta’ala mengutamakan umat ini dengan menghilangkan berbagai kesulitan dan memaafkan dosa kesalahan dan lupa. Sesungguhnya Allah ta’ala tidak menghukum seseorang kecuali jika dia sengaja berbuat maksiat dan hatinya telah berniat untuk melakukan penyimpangan dan meninggalkan kewajiban dengan sukarela. Manfaat adanya kewajiban adalah untuk mengetahui siapa yang ta’at dan siapa yang membangkang. Ada beberapa perkara yang tidak begitu saja dimaafkan. Misalnya seseorang melihat najis di bajunya akan tetapi dia mengabaikan untuk menghilangkannya segera, kemudian dia shalat dengannya karena lupa, maka wajib baginya mengqhada shalat tersebut. Contoh seperti itu banyak terdapat dalam kitab-kitab fiqh.[ haditsarbain.wordpress]

Jadi Allah swt akan memaafkan dosa para umatnya yang karena kesalahannya sendiri, maksudnya dalam artian salah tanggap terhadap sesuatu hal. Lupa, lupa merupakan sesuatu yang wajar oleh karena itu, Allah swt mengerti dan memberi toleransi kepada umat-umatnya yang lupa. Dan sesuatu yang dipaksa, misalnya kita saat akan berniat sholat dhuha, namun kita dipanggil oleh guru karena suatu hal yang penting, ini walau pun kita sudah berniat tapi tidak mengerjakannya, kita tidak berdosa.

Subhanallah, Maha Suci Allah swt Yang Maha Pengampun. Allah swt mengerti apa yang umatnya kerjakan. Oleh sebab itu, sudah sepatutnya bagi kita untuk menyembah Allah swt. Dia-Lah yang Maha Pengampun kepada para hamba-hamba-Nya.

Hak Cipta

[Luqman Abdurraahman Shaleh]

Posted 22 September 2010 by arraahmanmedia in Artikel, Bedah Hadits, Hak Cipta

Tagged with , ,