Archive for 8 Oktober 2010

Botol Ajaib   Leave a comment


Tidak ada henti-hentinya. Tidak ada kapok-kapoknya, Baginda selalu memanggil Abu Nawas untuk dijebak dengan berbagai pertanyaan atau tugas yang aneh-aneh. Hari ini Abu Nawas juga dipanggil ke istana.

Setelah tiba di istana, Baginda Raja menyambut Abu Nawas dengan sebuah senyuman. “Akhir-akhir ini aku sering mendapat gangguan perut. Kata tabib pribadiku, aku kena serangan angin.” kata Baginda Raja memulai pembicaraan.

“Ampun Tuanku, apa yang bisa hamba lakukan hingga hamba dipanggil.” tanya Abu Nawas.

“Aku hanya menginginkan engkau menangkap angin dan memenjarakannya.” kata Baginda.

Abu Nawas hanya diam. Tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya. la tidak memikirkan bagaimana cara menangkap angin nanti tetapi ia masih bingung bagaimana cara membuktikan bahwa yang ditangkap itu memang benar-benar angin.

Karena angin tidak bisa dilihat. Tidak ada benda yang lebih aneh dari angin. Tidak seperti halnya air walaupun tidak berwarna tetapi masih bisa dilihat. Sedangkan angin tidak.

Baginda hanya memberi Abu Nawas waktu tidak lebih dari tiga hari. Abu Nawas pulang membawa pekerjaan rumah dari Baginda Raja. Namun Abu Nawas tidak begitu sedih. Karena berpikir sudah merupakan bagian dari hidupnya, bahkan merupakan suatu kebutuhan. la yakin bahwa dengan berpikir akan terbentang jalan keluar dari kesulitan yang sedang dihadapi. Dan dengan berpikir pula ia yakin bisa menyumbangkan sesuatu kepada orang lain yang membutuhkan terutama orang-orang miskin. Karena tidak jarang Abu Nawas menggondol
sepundi penuh uang emas hadiah dari Baginda Raja atas kecerdikannya.

Tetapi sudah dua hari ini Abu Nawas belum juga mendapat akal untuk menangkap angin apalagi memenjarakannya. Sedangkan besok adalah hari terakhir yang telah ditetapkan Baginda Raja. Abu Nawas hampir putus asa. Abu Nawas benar-benar tidak bisa tidur walau hanya sekejap.

Mungkin sudah takdir; kayaknya kali ini Abu Nawas harus menjalani hukuman karena gagal melaksanakan perintah Baginda. la berjalan gontai menuju istana. Di sela-sela kepasrahannya kepada takdir ia ingat sesuatu, yaitu Aladin dan lampu wasiatnya.

“Bukankah jin itu tidak terlihat?” Abu Nawas bertanya kepada diri sendiri. la berjingkrak girang dan segera berlari pulang. Sesampai di rumah ia secepat mungkin menyiapkan segala sesuatunya kemudian menuju istana. Di pintu gerbang istana Abu Nawas langsung dipersilahkan masuk oleh para pengawal karena Baginda sedang menunggu kehadirannya.

Dengan tidak sabar Baginda langsung bertanya kepada Abu Nawas. “Sudahkah engkau berhasil memenjarakan angin, hai Abu Nawas?”

“Sudah Paduka yang mulia.” jawab Abu Nawas dengan muka berseri-seri sambil mengeluarkan botol yang sudah disumbat. Kemudian Abu Nawas menyerahkan botol itu.

Baginda menimang-nimang botol itu. “Mana angin itu, hai Abu Nawas?” tanya Baginda.

“Di dalam, Tuanku yang mulia.” jawab Abu Nawas penuh takzim.

“Aku tak melihat apa-apa.” kata Baginda Raja.

“Ampun Tuanku, memang angin tak bisa dilihat, tetapi bila Paduka ingin tahu angin, tutup botol itu harus dibuka terlebih dahulu.” kata Abu Nawas menjelaskan. Setelah tutup botol dibuka Baginda mencium bau busuk. Bau kentut yang begitu menyengat hidung.

“Bau apa ini, hai Abu Nawas?!” tanya Baginda marah.

“Ampun Tuanku yang mulia, tadi hamba buang angin dan hamba masukkan ke dalam botol. Karena hamba takut angin yang hamba buang itu keluar maka hamba memenjarakannya dengan cara menyumbat mulut botol.” kata Abu Nawas ketakutan.

Tetapi Baginda tidak jadi marah karena penjelasan Abu Nawas memang masuk akal. Dan untuk kesekian kali Abu Nawas selamat.
(SELESAI)

 

Kembali ke Kisah Abu Nawas

 


 

Artikel lainnya :

Posted 8 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Abu-Nawas, Kisah-Kisah

Anehnya Dimabuk Asmara   Leave a comment


Secara tak terduga Pangeran yang menjadi putra marikota jatuh sakit. Sudah banyak tabib yang didatangkan untuk memeriksa dan mengobati tapi tak seorang pun mampu menyembuhkannya. Akhirnya Raja mengadakan sayembara. Sayembara boleh diikuti oleh rakyat dari semua lapisan. Tidak terkecuali oleh para penduduk negeri tetangga.

Sayembara yang menyediakan hadiah menggiurkan itu dalam waktu beberapa hari berhasil menyerap ratusan peserta. Namun tak satu pun dari mereka berhasil mengobati penyakit sang pangeran. Akhirnya sebagai sahabat dekat Abu Nawas, menawarkan jasa baik untuk menolong sang putra mahkota.

Baginda Harun Al Rasyid menerima usul itu dengan penuh harap. Abu Nawas sadar bahwa dirinya bukan tabib. Dari itu ia tidak membawa peralatan apa-apa. Para tabib yang ada di istana tercengang melihat Abu Nawas yang datang tanpa peralatan yang mungkin diperlukan. Mereka berpikir mungkinkah orang macam
Abu Nawas ini bisa mengobati penyakit sang pangeran? Sedangkan para tabib terkenal dengan peralatan yang lengkap saja tidak sanggup. Bahkan penyakitnya tidak terlacak. Abu Nawas merasa bahwa seluruh perhatian tertuju padanya. Namun Abu Nawas tidak begitu memperdulikannya.

Abu Nawas dipersilahkan memasuki kamar pangeran yang sedang terbaring. la menghampiri sang pangeran dan duduk di sisinya.

Setelah Abu Nawas dan sang pangeran saling pandang beberapa saat, Abu Nawas berkata, “Saya membutuhkan seorang tua yang di masa mudanya sering mengembara ke pelosok negeri.”

Orang tua yang diinginkan Abu Nawas didatangkan. “Sebutkan satu persatu nama-nama desa di daerah selatan.” perintah Abu Nawas kepada orang tua itu.

Ketika orang tua itu menyebutkan nama-nama desa bagian selatan, Abu Nawas menempelkan telinganya ke dada sang pangeran. Kemudian Abu Nawas memerintahkan agar menyebutkan bagian utara, barat dan timur. Setelah semua bagian negeri disebutkan, Abu Nawas mohon agar diizinkan mengunjungi sebuah desa di sebelah utara. Raja merasa heran.

“Engkau kuundang ke sini bukan untuk bertamasya.” “Hamba tidak bermaksud berlibur Yang Mulia.” kata Abu Nawas.

“Tetapi aku belum paham.” kata Raja.

“Maafkan hamba, Paduka Yang Mulia. Kurang bijaksana rasanya bila hamba jelaskan sekarang.” kata Abu Nawas. Abu Nawas pergi selama dua hari.

Sekembali dari desa itu Abu Nawas menemui sang pangeran dan membisikkan sesuatu kemudian menempelkan telinganya ke dada sang pangeran. Lalu Abu Nawas menghadap Raja. “Apakah Yang Mulia masih menginginkan sang pangeran tetap hidup?” tanya Abu Nawas.

“Apa maksudmu?” Raja balas bertanya.

“Sang pangeran sedang jatuh cinta pada seorang gadis desa di sebelah utara negeri ini.” kata Abu Nawas menjelaskan.

“Bagaimana kau tahu?”

“Ketika nama-nama desa di seluruh negeri disebutkan tiba-tiba degup jantungnya bertambah keras ketika mendengarkan nama sebuah desa di bagian utara negeri ini. Dan sang pangeran tidak berani mengutarakannya kepada Baginda.”

“Lalu apa yang harus aku lakukan?” tanya Raja.

“Mengawinkan pangeran dengan gadis desa itu.”

“Kalau tidak?” tawar Raja ragu-ragu.

“Cinta itu buta. Bila kita tidak berusaha mengobati kebutaannya, maka ia akan mati.” Rupanya saran Abu Nawas tidak bisa ditolak. Sang pangeran adalah putra satu-satunya yang merupakan pewaris tunggal kerajaan.

Abu Nawas benar. Begitu mendengar persetujuan sang Raja, sang pangeran berangsur-angsur pulih. Sebagai tanda terima kasih Raja memberi Abu Nawas sebuah cincin permata yang amat indah.

 

(SELESAI)

 

Kembali ke Kisah Abu Nawas

 

 


 

Artikel lainnya :

Posted 8 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Abu-Nawas, Kisah-Kisah

Tagged with ,

Abu Nawas Sedang Berdemo   Leave a comment


Pada suatu sore, ketika Abu Nawas sedang mengajar murid-muridnya. Ada dua orang tamu datang ke rumahnya. Yang seorang adalah wanita tua penjual kahwa, sedang satunya lagi adalah seorang pemuda berkebangsaan Mesir.

Wanita tua itu berkata beberapa patah kata kemudian diteruskan dengan si pemuda Mesir. Setelah mendengar pengaduan mereka, Abu Nawas menyuruh murid-muridnya menutup kitab mereka.

“Sekarang pulanglah kalian. Ajak teman-teman kalian datang kepadaku pada malam hari ini sambil membawa cangkul, penggali, kapak dan martil serta batu.”

Murid-murid Abu Nawas merasa heran, namun mereka begitu patuh kepada Abu Nawas. Dan mereka merasa yakin gurunya selalu berada membuat kejutan dan berada di pihak yang benar.

Pada malam harimya mereka datang ke rumah Abu Nawas dengan membawa peralatan yang diminta oleh Abu Nawas.

Berkata Abu Nawas,”Hai kalian semua! Pergilah malam hari ini untuk merusak Tuan Kadi yang baru jadi.”

“Hah? Merusak rumah Tuan Kadi?” gumam semua muridnya keheranan.

“Apa? Kalian jangan ragu. Laksanakan saja perintah gurumu ini!” kata Abu Nawas menghapus keraguan murid-muridnya. Barangsiapa yang mencegahmu, jangan kau perdulikan, terus pecahkan saja rumah Tuan Kadi yang baru. Siapa yang bertanya, katakan saja aku yang menyuruh merusak. Barangsiapa yang hendak melempar kalian, maka pukullah mereka dan iemparilah dengan batu.”

Habis berkata demikian, murid-murid Abu Nawas bergerak ke arah Tuan Kadi. Laksana demonstran mereka berteriak-teriak menghancurkan rumah Tuan Kadi. Orang-orang kampung merasa heran melihat kelakukan mereka. Lebih-lebih ketikatanpa basa-basi lagi mereka iangsung merusak rumah Tua Kadi. Orang-orang
kampung itu berusaha mencegah perbuatan mereka, namun karena jumlah murid-murid Abu Nawas terlalu banyak maka orang-orang kampung tak berani mencegah.

Melihat banyak orang merusak rumahnya, Tuan Kadi segera keluar dan bertanya,”Siapa yang menyuruh kalian merusak rumahku?”

Murid-murid itu menjawab,”Guru kami Tuan Abu Nawas yang menyuruh kami!”

Habis menjawab begitu mereka bukannya berhenti malah terus menghancurkan rumah Tuan Kadi hingga rumah itu roboh dan rata dengan tanah.

Tuan Kadi hanya bisa marah-marah karena tidak orang yang berani membelanya “Dasar Abu Nawas provokator, orang gila! Besok pagi aku akan melaporkannya kepada Baginda.”

Benar, esok harinya Tuan Kadi mengadukan kejadian semalam sehingga Abu Nawas dipanggil menghadap Baginda.

Setelah Abu Nawas menghadap Baginda, ia ditanya. “Hai Abu Nawas apa sebabnya kau merusak rumah Kadi itu”

Abu Nawas menjawab,”Wahai Tuanku, sebabnya ialah pada sliatu malam hamba bermimpi, bahwasanya Tuan Kadi menyuruh hamba merusak rumahnya.

Sebab rumah itu tidak cocok baginya, ia menginginkan rumah yang lebih bagus lagi.Ya, karena mimpi itu maka hamba merusak rumah Tuan Kadi.”

Baginda berkata,” Hai Abu Nawas, bolehkah hanya karena mimpi sebuah perintah dilakukan? Hukum dari negeri mana yang kau pakai itu?”

Dengan tenang Abu Nawas menjawab,”Hamba juga memakai hukum Tuan Kadi yang baru ini Tuanku.”

Mendengar perkataan Abu Nawas seketika wajah Tuan Kadi menjadi pucat. la terdiam seribu bahasa.

“Hai Kadi benarkah kau mempunyai hukum seperti itu?” tanya Baginda.

Tapi Tuan Kadi tiada menjawab, wajahnya nampak pucat, tubuhnya gemetaran karena takut.

“Abu Nawas! Jangan membuatku pusing! Jelaskan kenapa ada peristiwa seperti ini !” perintah Baginda.

“Baiklah …… “Abu Nawas tetap tenang. “Baginda…. beberapa hari yang lalu ada seorang pemuda Mesir datang ke negeri Baghdad ini untuk berdagang sambil membawa harta yang banyak sekali. Pada suatu malam ia bermimpi kawin dengan anak Tuan Kadi dengan mahar (mas kawin) sekian banyak. Ini hanya mimpi Baginda. Tetapi Tuan Kadi yang mendengar kabar itu langsung mendatangi si pemuda Mesir dan meminta mahar anaknya. Tentu saja pemuda Mesir itu tak mau membayar mahar hanya karena mimpi. Nah, di sinilah
terlihat arogansi Tuan Kadi, ia ternyata merampas semua harta benda milik pemuda Mesir sehingga pemuda itu menjadi seorang pengemis gelandangan dan akhirnya ditolong oleh wanita tua penjual kahwa.”

Baginda terkejut mendengar penuturan Abu Nawas, tapi masih belum percaya seratus persen, maka ia memerintahkan Abu Nawas agar memanggil si pemuda Mesir. Pemuda Mesir itu memang sengaja disuruh Abu Nawas menunggu di depan istana, jadi mudah saja bagi Abu Nawas memanggil pemuda itu ke hadapan Baginda.

Berkata Baginda Raja,”Hai anak Mesir ceritakanlah hal-ihwal dirimu sejak engkau datang ke negeri ini.”

Ternyata cerita pemuda Mesir itu sama dengan cerita Abu Nawas. Bahkan pemuda itu juga membawa saksi yaitu Pak Tua pemilik tempat kost dia menginap. “Kurang ajar! Ternyata aku telah mengangkat seorang Kadi yang bejad moralnya.”

Baginda sangat murka. Kadi yang baru itu dipecat dan seluruh harta bendanya dirampas dan diberikan kepada si pemuda Mesir.

Setelah perkara selesai, kembalilah si pemuda Mesir itu dengan Abu Nawas pulang ke rumahnya. Pemuda Mesir itu hendak membalas kebaikan Abu Nawas.

Berkata Abu Nawas,”Janganlah engkau memberiku barang sesuatupun kepadaku. Aku tidak akan menerimanya sedikitpun jua.”

Pemuda Mesir itu betul-betul mengagumi Abu Nawas. Ketika ia kembali ke negeri Mesir ia menceritakan tentang kehebatan Abu Nawas itu kepada penduduk Mesir sehingga nama Abu Nawas menjadi sangat terkenal.

 

(SELESAI)

 

Kembali ke Kisah Abu Nawas

 


 

Artikel lainnya :

Posted 8 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Abu-Nawas, Kisah-Kisah

Tagged with , ,

Abu Nawas Mati   Leave a comment


Baginda Raja pulang ke istana dan langsung memerintahkan para prajuritnya menangkap Abu Nawas. Tetapi Abu Nawas telah hilang entah kemana karena ia tahu sedang diburu para prajurit kerajaan. Dan setelah ia tahu para prajurit kerajaan sudah meninggalkan rumahnya, Abu Nawas baru berani pulang ke rumah.

“Suamiku, para prajurit kerajaan tadi pagi mencarimu.”

“Ya istriku, ini urusan gawat. Aku baru saja menjual Sultan Harun Al Rasyid menjadi budak.”

“Apa?”

“Raja kujadikan budak!”

“Kenapa kau lakukan itu suamiku.”

“Supaya dia tahu di negerinya ada praktek jual beli budak. Dan jadi budak itu sengsara.”

“Sebenarnya maksudmu baik, tapi Baginda pasti marah. Buktinya para prajurit diperintahkan untuk menangkapmu.”

“Menurutmu apa yang akan dilakukan Sultan Harun Al Rasyid kepadaku.”

“Pasti kau akan dihukum berat.”

“Gawat, aku akan mengerahkan ilmu yang kusimpan,”

Abu Nawas masuk ke dalam, ia mengambil air wudhu lalu mendirikan shalat dua rakaat. Lalu berpesan kepada istrinya apa yang harus dikatakan bila Baginda datang.

Tidak berapa alama kemudian tetangga Abu Nawas geger, karena istri Abu Nawas menjerit-jerit.

“Ada apa?” tanya tetangga Abu Nawas sambil tergopoh-gopoh.

“Huuuuuu …. suamiku mati….!”

“Hah! Abu Nawas mati?”

“lyaaaa….!”

Kini kabar kematian Abu Nawas tersebar ke seluruh pelosok negeri. Baginda terkejut. Kemarahan dan kegeraman beliau agak susut mengingat Abu Nawas adalah orang yang paling pintar menyenangkan dan menghibur Baginda Raja.

Baginda Raja beserta beberapa pengawai beserta seorang tabib (dokter) istana, segera menuju rumah Abu Nawas. Tabib segera memeriksa Abu Nawas. Sesaat kemudian ia memberi laporan kepada Baginda bahwa Abu Nawas memang telah mati beberapa jam yang lalu.

Setelah melihat sendiri tubuh Abu Nawas terbujur kaku tak berdaya, Baginda Raja marasa terharu dan meneteskan air mata. Beliau bertanya kepada istri Abu Nawas.

“Adakah pesan terakhir Abu Nawas untukku?”

“Ada Paduka yang mulia.” kata istri Abu Nawas sambil menangis.

“Katakanlah.” kata Baginda Raja.

“Suami hamba, Abu Nawas, memohon sudilah kiranya Baginda Raja mengampuni semua kesalahannya dunia akhirat di depan rakyat.” kata istri Abu Nawas terbata-bata.

“Baiklah kalau itu permintaan Abu Nawas.” kata Baginda Raja menyanggupi.

Jenazah Abu Nawas diusung di atas keranda. Kemudian Baginda Raja mengumpulkan rakyatnya di tanah lapang. Beliau berkata, “Wahai rakyatku, dengarkanlah bahwa hari ini aku, Sultan Harun Al Rasyid telah memaafkan segala kesalahan Abu Nawas yang telah diperbuat terhadap diriku dari dunia hingga akhirat. Dan kalianlah sebagai saksinya.”

Tiba-tiba dari dalam keranda yang terbungkus kain hijau terdengar suara keras, “Syukuuuuuuuur …… !”

Seketika pengusung jenazah ketakukan, apalagi melihat Abu Nawas bangkit berdiri seperti mayat hidup. Seketika rakyat yang berkumpul lari tunggang langgang, bertubrukan dan banyak yang jatuh terkilir. Abu Nawas sendiri segera berjalan ke hadapan Baginda. Pakaiannya yang putih-putih bikin Baginda keder
juga.

“Kau… kau…. sebenarnya mayat hidup atau memang kau hidup lagi?” tanya Baginda dengan gemetar.

“Hamba masih hidup Tuanku. Hamba mengucapkan terima kasih yang tak terhingga atas pengampunan Tuanku.”

“Jadi kau masih hidup?”

“Ya, Baginda. Segar bugar, buktinya kini hamba merasa lapar dan ingin segera pulang.”

“Kurang ajar! Ilmu apa yang kau pakai Abu Nawas?

“Ilmu dari mahaguru sufi guru hamba yang sudah meninggal dunia…”

“Ajarkan ilmu itu kepadaku…”

“Tidak mungkin Baginda. Hanya guru hamba yang mampu melakukannya. Hamba tidak bisa mengajarkannya sendiri.”

“Dasar pelit !” Baginda menggerutu kecewa.

 

(SELESAI)

 

Kembali ke Kisah Abu Nawas

 

 


 

Artikel lainnya :

Posted 8 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Abu-Nawas, Kisah-Kisah

Tagged with , ,

Pemuda Arab Menimba Ilmu Di Amerika   Leave a comment


Ada seorang pemuda arab yang baru saja me-nyelesaikan bangku kuliahnya di Amerika. Pemuda ini adalah salah seorang yang diberi nikmat oleh Allah berupa pendidikan agama Islam bahkan ia mampu mendalaminya. Selain belajar, ia juga seorang juru dakwah Islam. Ketika berada di Amerika, ia berke-nalan dengan salah seorang Nasrani. Hubungan mere-ka semakin akrab, dengan harapan semoga Allah SWT memberinya hidayah masuk Islam.

Pada suatu hari mereka berdua berjalan-jalan di sebuah perkampungan di Amerika dan melintas di dekat sebuah gereja yang terdapat di kampung tersebut. Temannya itu meminta agar ia turut masuk ke dalam gereja. Semula ia berkeberatan. Namun karena ia terus mendesak akhirnya pemuda itupun memenuhi permintaannya lalu ikut masuk ke dalam gereja dan duduk di salah satu bangku dengan hening, sebagaimana kebiasaan mereka. Ketika pendeta masuk, mereka serentak berdiri untuk memberikan penghor-matan lantas kembali duduk.

Di saat itu si pendeta agak terbelalak ketika meli-hat kepada para hadirin dan berkata, “Di tengah kita ada seorang muslim. Aku harap ia keluar dari sini.” Pemuda arab itu tidak bergeming dari tempatnya. Pendeta tersebut mengucapkan perkataan itu berkali-kali, namun ia tetap tidak bergeming dari tempatnya. Hingga akhirnya pendeta itu berkata, “Aku minta ia keluar dari sini dan aku menjamin keselamatannya.” Barulah pemuda ini beranjak keluar.
Di ambang pintu ia bertanya kepada sang pen-deta, “Bagaimana anda tahu bahwa saya seorang mus-lim.” Pendeta itu menjawab, “Dari tanda yang terdapat di wajahmu.” Kemudian ia beranjak hendak keluar. Namun sang pendeta ingin memanfaatkan keberadaan pemuda ini, yaitu dengan mengajukan beberapa per-tanyaan, tujuannya untuk memojokkan pemuda terse-but dan sekaligus mengokohkan markasnya. Pemuda muslim itupun menerima tantangan debat tersebut.

Sang pendeta berkata, “Aku akan mengajukan kepada anda 22 pertanyaan dan anda harus menja-wabnya dengan tepat.”
Si pemuda tersenyum dan berkata, “Silahkan!

Sang pendeta pun mulai bertanya, “Sebutkan satu yang tiada duanya, dua yang tiada tiganya, tiga yang tiada empatnya, empat yang tiada limanya, lima yang tiada enamnya, enam yang tiada tujuhnya, tujuh yang tiada delapannya, delapan yang tiada sembilannya, sembilan yang tiada sepuluhnya, sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh, sebelas yang tiada dua belasnya, dua belas yang tiada tiga belasnya, tiga belas yang tiada em-pat belasnya. Sebutkan sesuatu yang dapat bernafas namun tidak mempunyai ruh! Apa yang dimaksud dengan kuburan berjalan membawa isinya? Siapakah yang berdusta namun masuk ke dalam surga? Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah namun Dia tidak menyu-kainya? Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dengan tanpa ayah dan ibu! Siapakah yang tercipta dari api, siapakah yang diadzab dengan api dan siapakah yang terpelihara dari api? Siapakah yang tercipta dari batu, siapakah yang diadzab dengan batu dan siapakah yang terpelihara dari batu? Sebutkan sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap besar! Pohon apakah yang mempu-nyai 12 ranting, setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah naungan dan dua di bawah sinaran matahari?”

Mendengar pertanyaan tersebut pemuda itu ter-senyum dengan senyuman mengandung keyakinan kepada Allah. Setelah membaca basmalah ia berkata,
-Satu yang tiada duanya ialah Allah SWT.
-Dua yang tiada tiganya ialah malam dan siang. Allah SWT berfirman,
“Dan Kami jadikan malam dan siang sebagai dua tan-da (kebesaran kami).” (Al-Isra’: 12).

-Tiga yang tiada empatnya adalah kekhilafan yang dilakukan Nabi Musa ketika Khidir menenggelamkan sampan, membunuh seorang anak kecil dan ketika me-negakkan kembali dinding yang hampir roboh.

-Empat yang tiada limanya adalah Taurat, Injil, Zabur dan al-Qur’an.
-Lima yang tiada enamnya ialah shalat lima waktu.

-Enam yang tiada tujuhnya ialah jumlah hari ke-tika Allah SWT menciptakan makhluk.

-Tujuh yang tiada delapannya ialah langit yang tujuh lapis. Allah SWT berfirman,
“Yang telah menciptakan tujuh langit berlapis-lapis. Kamu sekali-kali tidak melihat pada ciptaan Rabb Yang Maha Pemurah sesuatu yang tidak seimbang.” (Al-Mulk: 3).

-Delapan yang tiada sembilannya ialah malaikat pemikul Arsy ar-Rahman. Allah SWT berfirman,
‏”Dan malaikat-malaikat berada di penjuru-penjuru langit. Dan pada hari itu delapan orang malaikat men-junjung ‘Arsy Rabbmu di atas (kepala) mereka.” (Al-Haqah: 17).

-Sembilan yang tiada sepuluhnya adalah mu’jizat yang diberikan kepada Nabi Musa j: tongkat, tangan yang bercahaya, angin topan, musim paceklik, katak, darah, kutu dan belalang.*

-Sesuatu yang tidak lebih dari sepuluh ialah ke-baikan. Allah SWT berfirman,
“Barangsiapa yang berbuat kebaikan maka untuknya sepuluh kali lipat.” (Al-An’am: 160).

-Sebelas yang tiada dua belasnya ialah jumlah saudara-saudara Yusuf j.
-Dua belas yang tiada tiga belasnya ialah mu’jizat Nabi Musa j yang terdapat dalam firman Allah,
“Dan (ingatlah) ketika Musa memohon air untuk kaumnya, lalu Kami berfirman, ‘Pukullah batu itu de-ngan tongkatmu.’ Lalu memancarlah daripadanya dua belas mata air.” (Al-Baqarah: 60).

-Tiga belas yang tiada empat belasnya ialah jumlah saudara Yusuf ditambah dengan ayah dan ibunya.

-Adapun sesuatu yang bernafas namun tidak mempunyai ruh adalah waktu Shubuh. Allah SWT ber-firman,
“Dan waktu subuh apabila fajarnya mulai menying-sing.” (At-Takwir: 18).

-Kuburan yang membawa isinya adalah ikan yang menelan Nabi Yunus AS.
-Mereka yang berdusta namun masuk ke dalam surga adalah saudara-saudara Yusuf j, yakni ketika mereka berkata kepada ayahnya, “Wahai ayah kami, sesungguhnya kami pergi berlomba-lomba dan kami tinggalkan Yusuf di dekat barang-barang kami, lalu dia dimakan serigala.” Setelah kedustaan terungkap, Yusuf berkata kepada mereka, ” tak ada cercaaan ter-hadap kalian.” Dan ayah mereka Ya’qub berkata, “Aku akan memohonkan ampun bagimu kepada Rabbku. Sesungguhnya Dia-lah Yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”

-Sesuatu yang diciptakan Allah namun tidak Dia sukai adalah suara keledai. Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya sejelek-jelek suara adalah suara kele-dai.” (Luqman: 19).

-Makhluk yang diciptakan Allah tanpa bapak dan ibu adalah Nabi Adam, malaikat, unta Nabi Shalih dan kambing Nabi Ibrahim.

-Makhluk yang diciptakan dari api adalah Iblis, yang diadzab dengan api ialah Abu Jahal dan yang terpelihara dari api adalah Nabi Ibrahim. Allah SWT berfirman, “Wahai api dinginlah dan selamatkan Ibrahim.” (Al-Anbiya’: 69).

-Makhluk yang terbuat dari batu adalah unta Nabi Shalih, yang diadzab dengan batu adalah tentara bergajah dan yang terpelihara dari batu adalah Ash-habul Kahfi (penghuni gua).

-Sesuatu yang diciptakan Allah dan dianggap perkara besar adalah tipu daya wanita, sebagaimana firman Allah SWT,
‏”Sesungguhnya tipu daya kaum wanita itu sangatlah besar.” (Yusuf: 28).

-Adapun pohon yang memiliki 12 ranting setiap ranting mempunyai 30 daun, setiap daun mempunyai 5 buah, 3 di bawah teduhan dan dua di bawah sinaran matahari maknanya: Pohon adalah tahun, ranting adalah bulan, daun adalah hari dan buahnya adalah shalat yang lima waktu, tiga dikerjakan di malam hari dan dua di siang hari.

Pendeta dan para hadirin merasa takjub mende-ngar jawaban pemuda muslim tersebut. Kemudian ia pamit dan beranjak hendak pergi. Namun ia mengu-rungkan niatnya dan meminta kepada pendeta agar menjawab satu pertanyaan saja. Permintaan ini dise-tujui oleh sang pendeta. Pemuda ini berkata, “Apakah kunci surga itu?” mendengar pertanyaan itu lidah sang pendeta menjadi kelu, hatinya diselimuti keraguan dan rona wajahnya pun berubah. Ia berusaha menyem-bunyikan kekhawatirannya, namun hasilnya nihil. Orang-orang yang hadir di gereja itu terus mende-saknya agar menjawab pertanyaan tersebut, namun ia berusaha mengelak.

Mereka berkata, “Anda telah melontarkan 22 per-tanyaan kepadanya dan semuanya ia jawab, sementara ia hanya memberimu satu pertanyaan namun anda tidak mampu menjawabnya!” Pendeta tersebut berka-ta, “Sungguh aku mengetahui jawaban dari pertanyaan tersebut, namun aku takut kalian marah.” Mereka menjawab, “Kami akan jamin keselamatan anda.” Sang pendeta pun berkata, “Jawabannya ialah: Asyhadu an La Ilaha Illallah wa anna Muhammadar Rasulullah.”

Lantas sang pendeta dan orang-orang yang hadir di gereja itu memeluk agama Islam. Sungguh Allah telah menganugrahkan kebaikan dan menjaga mereka dengan Islam melalui tangan seorang pemuda muslim yang bertakwa.**

* Penulis tidak menyebutkan yang kesembilan (pent.)
** Kisah nyata ini diambil dari Mausu’ah al-Qishash al-Waqi’ah melalui internet, http://www.gesah.net

 

Posted 8 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Islami, Kisah-Kisah

Gadis Tewas Di Malam Pernikahan   Leave a comment


Hanin -bukan nama sebenarnya- adalah seorang gadis yang masih muda belia dan merupakan anak satu-satunya bagi kedua orang tuanya. Dia lahir ke dunia setelah masa-masa mandul selama sepuluh tahun. Sepanjang itu, sang bapak dan ibu merasakan ketiadaan anak. Pandangan masyarakat yang sinis membunuh hati sang ibu dan berbagai perasaan putus asa mengebirinya. Sang bapak mendambakan bisa melihat keturunannya, meski dia sudah termakan usia. Sedangkan sang ibu mendambakan agar dikarunia sesuatu yang bisa menjaga dan menutupi aibnya.

Namun, hari dari demi hari dan tahun demi tahun berlalu, tapi kondisi pun tetap kritis. Maka, tidak ada lagi harapan dari segi medis maupun pihak dokter. Dia hanya bisa bergantung kepada Allah SWT. Allah pun menghendaki dia membaca berita di salah satu koran tentang perkembangan baru dalam dunia kedokteran, khususnya tentang masalah kemandulan di salah satu negara Eropa. Maka, dia pun mengemasi koper dan berpamitan pada keluarga dan orang-orang tercinta. Dia mengikuti pengobatan intensif sepanjang bulan untuk menjalani beberapa pemeriksaan dan eksperimen sampai akhirnya bisa melahirkan bayi.

Dia pun pulang membawa bayinya kepada keluarganya dan keluarga suaminya di saat semuanya larut dalam kegembiraan dan kebahagiaan. Kesedihan pun berubah menjelma menjadi kebahagiaan. Semua itu terjadi pada malam hari raya.

Bocah ini pun tumbuh dewasa dan menjadi pusat perhatian semuanya. Sementara tahun-tahun berlalu begitu cepat sampai anak ini pun melanjutkan studi di perguruan tinggi untuk mejadi seorang guru agar dapat memenuhi obsesinya dan menjadi elemen yang baik di tengah masyarakat. Dia pun berhasil meraih ijazah gelar sarjana dan lulus di saat banyak orang malah terancam Drop Out (DO). Dia duduk di rumah sepanjang musim kemarau sambil menanti surat panggilan kerja. Sungguh, kebahagiaan telah mengetuk pintunya sewaktu dia menerima surat panggilan kerja. Malam harinya, dia pun tidak bisa tidur karena saking gembiranya.

Pada pagi harinya, dia berangkat ke tempat tujuan untuk mengetahui tempat kerjanya dengan didampingi kedua orangtuanya. Akan tetapi, serasa belum lengkap kegembiraan itu, tiba-tiba dia merasa bumi bergetar di bawah kedua telapak kakinya mengamcamkan sesuatu yang tidak menyenangkan.

Dia tahu benar bahwa dia bakal bekerja di salah satu pemukiman yang berjarak 250 km dari kota tinggalnya, dengan melewati jalan-jalan yang dikelilingi banyak mara-bahaya. Sang bapak pulang ke rumahnya sedang kesedihan senantiasa menyelimutinya. Dia merasa telah berjalan menentang arus dan berjalan di balik prasangka, tapi dia tidak menuai selain fatamorgana.

Malam harinya, dia tidak bisa tidur. Dia dipusingkan oleh pikiran, apakah harus mencegah putri dan anak semata wayangnya itu untuk menerima pekerjaan itu.? Apakah dia harus memaksanya untuk tetap di rumah karena menjaga kehidupannya padahal dia lahir setelah mengalami masa-masa gersang (mandul).?

Putrinya bersimpuh di depannya sambil menangis, menjerit dan memohon kepadanya agar hatinya luluh, “Ayahanda, jangan engkau tolak pekerjaanku sebagai kesempatan yang barangkali takkan terulang lagi untuk selamanya.”

Sang bapak yang malang ini pun menjawab, “Kamu adalah kesempatan umurku yang takkan terulang lagi untuk kedua kalinya…lalu bagaimana aku menyia-nyiakanmu dengan begitu mudah.?”

Di hadapan permohonan sang anak dan ibunya, sang bapak pun menyerah dan dengan terpaksa dia sepakat. Setiap hari, sang putri menumpang bus bersama teman-teman wanitanya menempuh jarak yang tidak kurang dari 6 jam pulang dan pergi, hingga ketika sudah kembali ke rumahnya seolah-olah tulang-tulangnya remuk redam akibat kelelahan.

Usia sang putri sudah menginjak dewasa dan telah menjadi mempelai cantik yang menantikan seorang lelaki yang akan mengetuk pintu hatinya dan menjadi pendamping hidupnya nanti, agar mereka bisa bersama-sama membangun mahligai rumah tangga. Akhirnya, salah seorang kerabatnya yang bekerja sebagai arsitektur di salah satu perusahaan meminangnya. Tanpa berpikir panjang, dia pun langsung menerimanya. Pada saat itu, dia sudah mendekati usia perawan tua dan bisa saja terlambat menikah.

Masa pertunangan dan akad nikah pun sudah berjalan setahun. Di sela-sela itu, mereka mempersiapkan perangkat rumah tangga dan menentukan liburan panjang untuk melangsungkan pernikahan, mengingat ada banyak waktu di masa-masa itu untuk menyelami kebahagiaan dan ketenangan.

Hari demi hari terus berjalan, sedang dia selalu merasakan sukarnya jalan dan kepenatan perjalanan sehari-hari yang menyita seluruh waktunya. Akan tetapi, dia tetap menahan, merasakan dan menyembunyikan banyak hal yang dialaminya dari keluarganya, setelah terlihat senyuman dingin pada kedua bibirnya. Satu tahun hampir usai, ketika mulai fase ujian akhir tahan. Itulah hari-hari di mana dia merasakan ketenangan dan kebahagiaan dalam bahtera rumah tangganya.

Pada hari yang ditentukan, seperti biasanya dia pun menumpang bus, lalu bus membawanya memutari kota hingga penuh para guru wanita dan bus pun menuju jalan tol… Laju bus semakin kencang dan akibatnya dari sisi bus keluar goncangan dan suara aneh yang mungkin diakibatkan kurang terawatnya bus. Sopir merasa bangga dengan kecepatannya dan dia pun miring ke kanan dan ke kiri. Semua penumpang menentang dan memintanya untuk mengontrol dirinya, tapi sopir itu malah menimpali, “Sobat, aku begini karena cepatnya waktu.” Sang sopir pun meneruskan nafsu dan keterburu-buruannya meski jalanan sempit dan banyak turunan dan tanjakan.

Di tengah-tengah laju perjalanannya itu, dia menghindari mobil yang pertama dan berjalan seperti kilat. Tiba-tiba, trotoar terbelah oleh truk yang muncul bagaikan momok. Sopir berusaha menghindar dan berkelit darinya, tapi keseimbangan mobil hilang, maka bus pun terperosok ke dasar jurang dan membentur salah satu batu besar untuk mengantarkan seluruh penumpangnya menjadi mayat-mayat beku yang bergelimpangan dan sang pengantin pun tewas di malam perkawinannya.”

(SUMBER: Serial Kisah Teladan -Kumpulan Kisah-Kisah Nyata- karya Muhammad bin Shalih al-Qahthani, hal. 35-39, juz II, seperti dinukilnya dari Dima’ ‘Ala ath-Thariq karya Shalah Salim Baduwailan, penerbit DARUL HAQ, Telp.021-4701616 dengan sedikit perubahan redaksi)

 

Posted 8 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Islami, Kisah-Kisah

Bayi Yang Mengejutkan Wisatawan   Leave a comment


Sebuah keluarga melakukan wisata darat. Setelah melaksanakan shalat ‘Ashar, mereka duduk untuk menyantap makanan. Di saat mereka sedang menikmati santapan itu, tiba-tiba seorang bayi berumur sekitar satu setengah tahun atau dua tahun merangkak di bawah ketiak di antara dua orang yang sedang maklan dan ikut menyantap hidangan tersebut.

Mereka semua merasa aneh dengan bayi yang tidak diketahui darimana arah datangnya itu. Mereka saling bertanya-tanya, “Dari mana datangnya bayi itu? Dimana keluarganya?” sementara si bayi dengan santai terus menyantap makanan itu dengan lahapnya.

Sang nenek yang ada di antara keluaga itu merasa kasihan dan menyuapi serta memberi minum bayi tersebut. Salah seorang mereka pergi ke sana-kemari mencari di mana keluarga si bayi, namun ia tidak menemukan adanya jejak si bayi di sana. Sebahagian berkata, “Mungkin dia ini adalah anak jin yang berbentuk manusia.” Mereka meminta agar si nenek membiarkan bayi itu. Hanya saja si nenek enggan memberikannya dan terus menjaganya sampai ada seseorang yang datang mengambilnya.

Matahari mulai terbenam, keluarga tersebut bersiap-siap untuk pulang ke rumah, sedang si bayi tertidur pulas setelah kenyang makan dan minum. Si nenek berkata, “Bayi itu akan kita bawa bersama kita.” Namun anggota keluarga yang lain menolaknya, mereka berkata, “Ia sudah makan dan minum lantas apa lagi yang ia inginkan, mungkin nanti keluarganya datang mencarinya atau mungkin ia anak jin. Bagaimana mungkin kita membawanya ke rumah.?”

Si nenek mulai memahami ucapan anak-anaknya. Mereka berkata lagi, “Kita akan laporkan berita ini kepada polisi, sebab ini urusan mereka.”

Kemudian dengan perasaan sedih si nenek mempersiapkan tempat tidurnya yang empuk lalu menyelimutinya. Mengapa mereka meninggalkannya sendiri di lapangan seperti ini.?

Di tengah perjalanan mereka singgah di kantor polisi dan melaporkan tentang bayi dan tempatnya. Salah seorang anggota keluarga berkata, “Besok saya akan pergi bersama kalian, karena sekarang sudah malam aku tidak dapat menandai tempat itu dengan tepat.” Polisi mengucapkan terima kasih kepada keluarga tersebut terutama kepada anggota keluarga yang mau menemani mereka ke tempat bayi tersebut.

Pada pagi harinya, salah seorang anggota keluarga itu datang dan pergi besama polisi ke tempat bayi itu. Mereka menemukan bayi sedang tertidur pulas sebagaimana ketika mereka tinggalkan kemarin. Polisi mencari dengan mobil di sekitar tempat bayi tersebut ke sana kemari dan menelusuri jejak rangkakan bayi hingga jarak yang cukup jauh.

Polisi melihat sesuatu… apa yang mereka lihat? Mereka melihat sebuah mobil terbalik beberapa kali sementara pengemudi dan wanita di sampingnya (isterinya) tewas. Kemudian mereka mengeluarkan kedua jenazah tersebut.

Kelihatannya kejadian yang menimpa keluarga ini terjadi beberapa hari yang lalu, sementara si bayi dengan takdir Allah SWT berhasil selamat. Ketika mobil terbalik, si bayi terlempar dan merangkak hingga menemui keluarga yang telah menyelamatkannya -atas izin Allah- dari kematian.

Polisi mengambil bayi dan jenazah kedua orang tuanya tersebut dan menyerahkannya kepada keluarganya yang masih hidup.

(SUMBER: Serial Kisah Teladan: Kumpulan Kisah-Kisah Nyata karya Muhammad bin Shalih al-Qahthani, Juz II, hal.10-12, Penerbit DARUL HAQ, Telp.021-4701616, sebagai yang dinukil pengarangnya dari buku Sawalif al-Majalis, juz III, Sulaiman bin Ibrahim ath-Thamy –dengan sedikit perubahan redaksi-)

 

Posted 8 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Islami, Kisah-Kisah

Wanita Ukraina Masuk Islam   Leave a comment


Ketika itu awal tahun ajaran baru, universitas telah membukakan pintunya untuk menerima mahasiswa-mahasiswa baru, termasuk aku. Mata kuliah pertama dimulai dan aku memasuki ruang kuliahku. Aku duduk dan disampingku duduk pula seorang wanita muda yang dianugerahi Sang Pencipta kecantikan yang luar biasa, siapa pun pasti akan terkesima memandangnya.

Di sela-sela mata kuliah, aku memperkenalkan diri kepadanya dan menanyakan namanya. Ia menjawab dengan tersenyum yang menunjukkan betapa lembut dan halusnya pergaulannya. Kami pun kemudian larut dalam percakapan. Pembicaraan kami menyentuh masalah mata kuliah, kehidupan, hobi dan sebagainya. Dari logatnya, aku tahu ia wanita asing. Ia tidak bisa berbahasa Arab dan hanya menggunakan bahasa Perancis, itu pun tidak lancar. Aku akhirnya tahu pula bahwa ia tidak tinggal di negeri Arab di mana kami tinggal dan belajar. Ia datang dari negeri yang jauh, suhu udaranya sangat dingin, sering diselimuti salju di lereng-lereng dan perbukitannya. Barangkali juga menyelimuti pula hati sebagian penduduknya. Ia berasal dari Ukraina.!!

Hari-hari pun berlalu sementara hubungan kami lambat laun semakin akrab hingga akhirnya menjadi teman dekat. Dari pertemanan itu, aku mengetahui ia penganut agama Kristen Orthodoks. Diam-diam aku gunakan kesempatan ini untuk menawarkan Islam kepadanya tetapi segenap upayaku untuk meyakinkannya gagal. Penyebabnya amatlah aneh sekaligus menyedihkan.!!

Apa yang aku informasikan kepadanya mengenai Islam tidak sinkron sama sekali dengan kondisi kaum muslimin yang dilihatnya. Andaikata ia berada di negeri asing (non Islam) lainnya tentu kondisinya paling tidak akan lebih mudah sebab ia bisa membandingkan antara jurang kehidupan asing dan toleransi dan peradaban Islam. Hasilnya, dapat dipastikan akan berpihak pada kebenaran dan agama al-Haq.

Masalahnya, aku sangat sedih karena agama yang aku ceritakan kepadanya adalah juga agama yang sering ia berinteraksi dengan para pemeluknya di negerinya. Ia sering melihat mereka berpuasa Ramadhan, shalat, berhari raya, dan seterusnya.

Manakala aku berbicara kepadanya mengenai agama kejujuran, amanah dan kasih sayang, realitanya ia melihat dan mendengar sendiri kebohongan dan kecurangan di dalam praktik ujian, kebiasaan menggunjing dan mengadu domba dari para pemeluknya sendiri!!

Manakala aku berbicara kepadanya mengenai agama yang memiliki akhlak yang mulia dan kesucian, realitanya ia melihat kaum wanita dan kaum laki-laki dari para penganutnya melakukan gaya hidup ‘permisivisme’. Betapa banyak orang yang mengaku beragama Islam mengajaknya pergi keluyuran dan meminta kepadanya minuman keras padahal Islam melarang khamer dan zina!!!

Manakala aku berbicara kepadanya mengenai agama yang menganjurkan untuk bekerja, bersemangat dan bersungguh-sungguh, realitanya ia melihat kemalasan dan keterbelakangan mewarnai setiap pojok. Amat kontras dengan konsep agama ini sendiri.

Di sisi lain, sangat disayangkan ketika ia melihat laki-laki dan wanita yang komit hidup malah mengisolir diri dari keramaian manusia dan lingkungannya. Mereka seakan menganggap Islam hanyalah sebatas pakaian dan perkara ibadah, mengingkari orang lain dan menjauhi apa yang mereka lihat salah dan menyimpang. Jadilah dalam interaksi mereka dengan orang lain seakan sedang menjauhi penyakit menular dan berbahaya yang ada pada orang lain tersebut. Penyakit yang harus diberantasnya, diisolir dan diajuhi sejauh-jauhnya.!!! Padahal Islam adalah agama nasehat, petunjuk, kerja dan memberi. Rasulullah SAW sendiri bersabda, “Agama itu adalah Mu’amalah (interaksi).” Dan dalam lafazh yang lain, “Agama itu adalah nasehat.”

Jadi antara Islam dan umat Islam seakan ada dua sisi ‘ekstrem’; ekstrem lentur (tidak berpendirian) dan jauh dari ajaran-ajaran Allah. Satu lagi, ekstrem orang yang mengira bahwa mereka berada di atas kebenaran dengan membatasi agama hanya pada perkara-perkara ibadah saja atau dapat disebut dengan ‘egois’.

Inilah kerumitan tema besar ini. Menurut dia, selama seseorang berpegang pada suatu prinsip tertentu dalam kehidupannya, maka sudah seharusnya pengaruh-pengaruh dari prinsip dan aqidahnya itu tampak pada dirinya. Bila suatu prinsip itu benar, maka hasilnya pun akan menjadi positif sedangkan bila hasilnya negatif, maka metode yang diikuti itu adalah salah besar.

Dalam hal ini, aku harus membuktikan hal yang sebaliknya dan menampakkan kepadanya kesalahan judgment-nya terhadap agama yang paling utama bagi seluruh umat manusia ini; ISLAM.

Seiring dengan bergeraknya lika-liku kehidupan, mata kuliah yang bertumpuk dan ujian demi ujian kuliah, kami akhirnya sedikit menjauh dari tema tersebut. Dan selang tak berapa lama kemudian, kami ditakdirkan untuk berpisah…

Kira-kira dua atau tiga tahun pun berlalu dengan cepat. Rupanya, dalam masa itu, Allah menghendaki kami bertemu kembali. Cuma kali ini sedikit berbeda, kalau dulu aku belum banyak memahami masalah agama dan belum mengenakan hijab, kali ini aku sudah mengenakannya alias secara mental aku merasa sangat siap. Ketika bertemu, ia begitu kaget melihat perubahan pada diriku dan lantas bertanya-tanya tentang sebab keputusanku tersebut. Saat itulah, aku menggunakan kesempatan baru ini dengan penuh rasa percaya diri akan lebih mampu membuatnya puas dan yakin sebab aku merasa pengetahuan agamaku pun sudah lebih luas dari sebelumnya, di samping nikmat yang Allah anugerahkan kepadaku hingga dapat berkomitmen dengan ajaran agama-Nya.

Benar saja, kali ini amat banyak berbeda dengan di masa-masa lalu. Ia lebih memperhatikan dan lebih khusyu’ mendengarkan. Aku terus berbicara dan berbicara. Lalu….tiba-tiba ia menangis terisak-isak! Rupanya selama perpisahan itu ia telah melalui hidup yang amat sulit dan ditimpa berbagai masalah. Pada dasarnya, apa yang aku bicarakan hanya seputar Allah, dien, iman dan kedamaian yang diberikan Islam. Sepertinya ia tergerak untuk melakukan sesuatu tapi kemudian mengurungkannya. Seakan aku telah berbicara kepadanya mengenai ‘pelabuhan aman’ yang ia dapatkan dirinya amat membutuhkannya namun ia tidak tahu bagaimana bisa sampai ke sana. Bahkan takut untuk mengambil langkah. Kebingungannya semakin bertambah, khususnya bahwa penyebab permasalahan yang dialaminya adalah orang-orang yang selama ini mengatakan bahwa mereka adalah orang-orang Islam.!!!

Kami pun kembali berpisah. Dan, tahun ini -setelah dua tahun berlalu-, kami bertemu kembali saat kami akan menyelesaikan studi. Tetapi bagiku, pertemuan kali ini adalah pertemuan yang amat menentukan, sebab ia akan mendiskusikan skripsi yang dibuatnya dan akan menikah dengan seorang Muslim lalu bersama suaminya itu nanti akan pergi ke negara selatan. Pertemuanku dengannya ini barangkali yang terakhir kali dan lamanya tidak akan lebih dari 3 minggu.

Aku berdoa kepada Allah SWT dengan segenap hati semoga Dia membukakan pintu hidayah untuknya. Ia seorang wanita yang pintar, lembut dan memiliki sifat-sifat terpuji yang demikian banyak. Aku bertawakkal kepada Allah, Yang Maha Hidup lagi Maha Berkuasa, meminta taufiq dari-Nya. Tatkala aku sudah berancang-ancang untuk mendakwahinya kembali, terbersit di hatiku untuk meminta bantuan salah seorang temanku di situs ‘islamway’. Ia seorang pemuda yang menyumbangkan kehidupannya untuk mendakwahi orang-orang Rusia ke dalam Islam. Aku beritahukan kepadanya perihal kerumitan yang aku hadapi via internet dan meminta nasehatnya karena menganggapnya lebih mengetahui kondisi orang-orang di kawasan tersebut. Aku jelaskan kepadanya bahwa waktuku sangat sempit sekali dan aku sudah bertekad harus berhasil dalam misiku kali ini.

Lalu kami sepakat untuk melakukan beberapa langkah, terutama sekali, meyakinkan teman wanitaku tersebut agar tidak membanding-bandingkan Islam dengan kondisi sebagian umat Islam yang dilihatnya. Selanjutnya menegaskan kepadanya agar mengenal Islam yang hakiki yang tidak tercemari oleh apa pun. Dalam hal ini, aku disarankan agar mengenalkan kepada teman wanita itu beberapa situs dakwah berbahasa Rusia. Karena itu, aku harus mengirimkannya ke emailnya. Untung saja, aku bertemu dengannya sebelum itu. Pertemuan itu adalah pertemuan yang hangat sebab sebentar lagi kami akan berpisah untuk waktu yang lama. Persahabatan kami selama beberapa tahun berlalu dihiasi dengan rasa kasih sayang dan kecintaan. Kami akhirnya bertukar cerita dan pikiran. Kemudian aku bertanya kepadanya secara terus terang, “Bagaimana kondisimu dengan Islam.?” Ia tertawa seraya berkata, “Kamu masih menyinggung masalah itu.?” “Aku tidak akan menyerah, mari kita selesaikan masalah yang masih mengganjal di antara kita, “ pintaku.

Kami mengambil tempat untuk duduk-duduk. Aku katakan kepadanya, “Biarkan kita pecahkan kerumitan itu kali ini.!” Akhirnya, kami berbicara tentang wujud Allah (Di saat-saat merasa dirinya tak berdaya, ia sering mengingkari wujud-Nya dengan alasan setiap ia berhajat kepada-Nya, tidak pernah doanya dikabulkan). Kami kemudian sepakat atas masalah ‘wujud’ Allah ini. Aku berbicara lagi mengenai keberadaan dunia dan akhirat serta tujuan keberadaan manusia, bahwa ia nantinya akan dihisab dan juga tentang surga. Namun betapa terkejutnya aku ketika ia menyeletuk, “Kalau begitu, aku lebih memilih pergi ke neraka bersama bangsaku, orang-orang Rusia daripada harus pergi ke surga bersama mereka (maksudnya, kaum muslimin Rusia).!!”

Jelas sekali, kerumitan itu masih tetap mengganjal. Aku mencoba untuk mencontohkan kepadanya, “Dunia ini penuh dengan orang-orang yang menamakan diri mereka orang-orang masehi dan secara logika, orang-orang seperti ini adalah orang-orang yang menganut agama al-Masih, ‘Isa dan al-‘Azra’, Maryam!!”

Aku melanjutkan, “Akan tetapi apakah masuk akal, sebuah bangsa yang menganut agama paling suci dan wanita paling suci yang dikenal umat manusia, yang dipilih Allah karena kesuciannya tetapi tidak berakhlak dan berbudi pekerti, di tengah masyarakatnya marak semua kebobrokan, penyakit sosial dan dekadensi moral? Apakah pantas kita memvonis suatu agama dan manhaj langit sebagai ajaran batil hanya karena kesesatan sebagian para pengikutnya? Maka demikian pulalah halnya dengan Islam, agama yang telah Allah SWT pilih dari sekian agama. Kita tidak berhak memvonisnya berdasarkan kesalahan yang dilakukan sebagian para pengikutnya dan mereka-mereka yang tidak memahami makna dan prinsip-prinsipnya yang toleran hanya lantaran satu dan lain sebab.!“

Kemudian kami beralih ke pembicaraan mengenai hubungan antara hamba dan Rabbnya sembari menekankan bahwa hal paling ringan yang perlu dilakukan seorang hamba adalah mensyukuri nikmat-nikmat yang dianugerahkan Allah atasnya sebab Dia adalah Pencipta manusia yang mengaruniakan kepada mereka segala sesuatu.

Dalam pembicaraanku dengannya, aku memfokuskan pada hubungan cinta timbal balik yang harus terjadi antara seorang hamba dan Rabbnya dan bagaimana seorang manusia wajib percaya penuh kepada Sang Pencipta, Yang memuliakannya.

Kami juga berbicara tentang faedah shalat yang menekankan hubungan antara hamba dan Rabbnya. Aku berusaha untuk mendekatkan pemahaman seputar hubungan tersebut dengan menyebutkan bagaimana seorang Muslim menghayati shalatnya, ketundukan, doa dan dzikirnya serta bagaimana Allah SWT akan mengingat orang yang mengingat-Nya, mengampuni dan menganugerahinya nikmat di dunia dan akhirat.

Temanku yang cantik itu mendengarkan dengan serius semua itu. Kemudian aku tanyakan kepadanya apakah ia paham isi dari apa yang aku paparkan. Ia menjawab, ‘Ya’ dan mengaku lebih puas dari sebelum-sebelumnya. Saat itu aku mempergunakan kesempatan itu untuk bertanya kepadanya, apakah ia beriman kepada wujud dan keesaan Allah SWT.? Rupanya ia menjawab, ‘Ya.’ Dan ketika aku tanyakan lagi, apakah ia juga beriman kepada keberadaan malaikat dan silih bergantinya utusan Allah yang datang di mana Muhammad SAW adalah nabi terakhir-Nya. Ia kembali menjawab, ‘Ya.’ Aku tanyakan lagi, apakah ia juga beriman kepada hari akhir dan hari perhitungan, maka ia pun menjawab, ‘Ya.’ Tak berapa lama, ia pun tak dapat menahan lagi untuk mengucapkan dua kalimat syahadat dan memeluk Islam.

Betapa bahagianya aku ketika mendengarkan ia mengucapkan syahadat, ‘Asyhadu Anlaa Ilaaha Illallaah, Wa Anna Muhammadan Rasuulullah’ (Aku bersaksi bahwa tiada tuhan-Yang berhak disembah- selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah). Inilah akhir yang kunanti-nanti dan kini benar-benar telah teralisasi…..

Akan tetapi kemudian aku lebih khawatir lagi apa yang nantinya akan terjadi setelah itu, yaitu bahwa ia menyatakan hal itu semata sebatas basa-basi kepadaku sehingga tema yang selama ini kami perbincangkan berhenti hingga di sini saja. Aku khawatir, bahwa saat menyadarinya ternya mendapati dirinya masih berpegang dengan agama lamanya.

Setelah pertemuan itu, aku pergi untuk membeli beberapa buku saku Islam berbahasa Perancis guna kuhadiahkan kepadanya. Kemudian, aku pergi ke WARNET untuk mengirim sms kepadanya via situs-situs Islam berbahasa Rusia sebagaimana yang dipesankan teman seperjuangan dalam dakwah beberapa waktu lalu. Aku juga memberitahukan kepada temanku yang aktifis dakwah itu bahwa wanita ukraina, temanku itu telah masuk Islam.

Selanjutnya, aku menunggu balasan dari temanku yang sudah masuk Islam itu dengan sabar dan ketika ia sudah membalasnya, aku seakan dibawa terbang sebab semangatnya untuk mengenal lebih banyak lagi tentang Islam dan betapa senangnya ia dengan situs-situs yang aku sebutkan itu sungguh luar biasa. Ketika itu, tahulah aku bahwa ia memang benar-benar serius masuk Islam. Karena itu, aku sangat bersyukur sekali kepada Allah… Akhirnya, wanita Ukraina itu masuk Islam…!!

(Sumber: Dari sebuah situs Islam berbahasa Arab)

 

Posted 8 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Islami

Faktor Tidak Terkabulnya Do’a   Leave a comment


Dikisahkan bahwa suatu hari, Ibrahim bin Ad-ham RAH melintas di pasar Bashrah, lalu orang-orang berkumpul mengerumuninya seraya berkata, “Wahai Abu Ishaq, apa sebab kami selalu berdoa namun tidak pernah dikabulkan.?”

Ia menjawab, “Karena hati kalian telah mati oleh 10 hal:
Pertama, kalian mengenal Allah tetapi tidak menunaikan hak-Nya.
Ke-dua, kalian mengaku cinta Rasulullah SAW tetapi meninggalkan sunnahnya.
Ke-tiga, kalian membaca al-Qur’an tetapi tidak mengamalkannya.
Ke-empat, kalian memakan nikmat-nikmat Allah SWT tetapi tidak pernah pandai mensyukurinya.
Ke-lima, kalian mengatakan bahwa syaithan itu adalah musuh kalian tetapi tidak pernah berani menentangnya.
Ke-enam, kalian katakan bahwa surga itu adalah haq (benar adanya) tetapi tidak pernah beramal untuk menggapainya.
Ke-tujuh, kalian katakan bahwa neraka itu adalah haq (benar adanya) tetapi tidak mau lari darinya.
Ke-delapan, kalian katakan bahwa kematian itu adalah haq (benar adanya) tetapi tidak pernah menyiapkan diri untuknya.
Ke-sembilan, kalian bangun dari tidur lantas sibuk memperbincangkan aib orang lain tetapi lupa dengan aib sendiri.
Ke-sepuluh, kalian kubur orang-orang yang meninggal dunia di kalangan kalian tetapi tidak pernah mengambil pelajaran dari mereka.”

(SUMBER: Mi’ah Qishshah Wa Qishshah Fii Aniis ash-Shaalihiin Wa Samiir al-Muttaqiin karya Muhammad Amin al-Jundi, Juz.II, hal.94)

Posted 8 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Islami

Wanita Amerika Dapat Hidayah Dari Al-Qur’an   Leave a comment


Setelah tidak mengajar lagi di sekolah-sekolah Amerika, saya bekerja sebagai direktur salah satu sekolh-sekolah Islam yang ada di distrik Washington. Di sana, ada pemandangan yang menggugahku, yaitu prilaku seorang wanita asal Amerika yang bekerja sebagai sekretaris. Ia merupakan contoh wanita yang pemalu, anggun dan bersungguh-sungguh bagi wanita-wanita Muslimah. Lalu saya ceritakan hal itu kepada isteri saya sembari memperbandingkan prilakunya dnegan kebanyakan wanita yang dilahirkan sebagai Muslimah tetapi tidak komitmen terhadap hijab dan etika Islami dalam berinteraksi dengan laki-laki asing

Ketika saya tanyakan kepada isteri saya, ia menceritakan kepada saya kisah keislaman si wanita Amerika yang sungguh aneh. Berikut penuturan wanita Amerika itu seperti yang diceritakannya kepada isteri saya:

Ketika masih belajar di SD, ibuku sering menemani ke perpustakaan umum terdekat. Dan, sudah menjadi tradisi perpustakaan-perpustakaan umum, bahwa ketika terdapat beberapa set buku yang sama, maka minat terhadapnya berkurang. Atau kalau ada beberapa set buku yang rusak, maka ia tidak dibuang begitu saja tetapi dijual dengan harga obral yang sangat murah. Suatu kali, ketika perpustakaan menawarkan buku-buku seperti ini, aku membeli salah satunya dengan harga 5 atau 10 Cent yang aku ambil dari kocek khususku. Ini aku lakukan karena rasa ingin memiliki buku dan mendapatkan sesuatu yang spesial. Ketika itu, aku belum tahu apa isinya. Aku hanya meletakkannya di perpustakaan khususku di kamar kemudian dimasukkan ke dalam salah satu kardus dengan buku lainnya yang sudah jelek dan terlupakan.

Hari demi hari pun berlalu dan tak terasa aku sudah menamatkan SD, SLTP dan SLTA. Aku beruntung karena diterima kuiah di salah satu fakultas. Dan, adalah sebuah hikmah dan rahasia dari Allah bahwa aku memasuki fakultas Sastra dan memilih spesialisasi di bidang ilmu perbandingan agama di mana lebih memfokuskan pada tiga agama besar; Yahudi, Nashrani dan Islam. Manakala di jurusan tersebut tidak terdapat seorang dosen yang beragama Islam, maka yang kentara dibicarakan adalah gambaran Islam yang sudah tercoreng. Karena itu, aku tidak begitu interes dengannya. Selanjutnya, aku tidak menemui kendala apa pun untuk melewati kurikulum-kurikulum studi sehingga berhasil lulus dan memperoleh gelar sarjana.

Buku Yang Amat Berkesan!

Setelah lulus kuliah, mulailah tahap mencari pekerjaan. Berhubung spesialisasiku termasuk spesialisasi yang sedikit mendapatkan tawaran kerja, ditambah secara umum memang lowongan kerja juga tidak banyak di kawasan yang aku tinggali, maka dengan cepat aku dicekam rasa kecewa dan bosan dalam mencari lowongan kerja tersebut. Akhirnya, sebagian besar waktu, aku habiskan di rumah alias menjadi pengangguran!! Selanjutnya untuk mengisi kekosongan waktu, aku membongkar dan membuka-buka kembali buku-buku yang dulu pernah aku beli. Saat itulah, aku menemukan buku yang telah aku beli sejak kecil dan nampak sudah tertimbun debu. Karena dibeli sejak masih kecil dari kocek pribadi, tentu ia begitu mengesankan dan istimewa bagiku seakan sekeping peninggalan berharga.

Aku ambil buku itu, lalu aku bersihkan. Selanjutnya, aku mulai membacanya…Ternyata ia adalah kitab al-Qur’an terjemahan dalam bahasa Inggeris. Mulailah aku membacanya dengan penuh perasaan dan keseriusan. Aku betul-betul tertarik dengannya. Setelah agak banyak membacanya, rupanya sama sekali berbeda dengan opini dan pendapat yang selama ini aku dapatkan di kampus mengenai Islam. Gambaran Islam di dalamnya juga amat berbeda dari gambaran yang dikatakan para dosen di fakultas mengenai agama ini dan al-Qur’an.

Aku mulai bertanya-tanya: sedemikian bodohkah para dosenku di kampus? Ataukah mereka sengaja berbohong ketika menyinggung tentang Islam dan al-Qur’an? Aku terus mengulangi dan membacanya dengan penuh rasa puas dan ingin tahu mengenai apa ajaran dan petunjuk yang dikandungnya. Dan begitu menyudahinya, aku langsung memutuskan; selama Islam itu begini gambarannya, maka aku harus segera memeluknya dan menjadi seorang Muslimah.!

Setelah itu, aku menghubungi salah seorang Muslim dan bertanya kepadanya bagaimana cara masuk Islam. Setelah mendengar penjelasannya, aku kembali tercengang karena demikian gampang dan mudah prosesnya. Alhamdulillah, aku pun masuk Islam dan menikah dengan seorang pemuda Muslim asal Afghanistan.

Sekarang kami sudah menjadi salah satu keluarga di kota ini (Washington-red). Kami memohon kepada Allah agar menerima amal kami dan memantapkan kami dalam dien-Nya…

(Sumber: Situs Islamway, terjemah ke dalam bahasa Arab oleh Dr Abdul Hamid Al Abdul Jabbar)

Posted 8 Oktober 2010 by arraahmanmedia in Islami